Uang Pajak Jangan di Bajak



 


Di dunia ini tidak ada yang pasti kecuali kematian dan pajak (Benjamin Franklin). Pajak sudah
menjadi urat nadi pemerintahan suatu negara. Di Indonesia sendiri pajak menempati 70% pos
penerimaan negara, yang tahun ini ditargetkan sebesar Rp 995,22 triliun dari total penerimaan Rp
1.148,36 triliun. Meskipun demikian, hingga 7 Oktober 2013 realisasi penerimaan pajak baru
mencapai 65,74%.



Ditjen Pajak mengakui kemungkinan besar tahun ini hanya mampu menghimpun 90% dari target
yang ditetapkan. Beberapa tahun terakhir ini Ditjen Pajak tidak pernah mampu memenuhi target
penerimaan pajak untuk mengisi pundi-pundi APBN. Penyebab permasalahan ini dapat ditinjau dari
tiga aspek, yakni faktor internal Ditjen Pajak, tingkat ketaatan wajib pajak, dan kondisi perekonomian
global. Ketidakberhasilan Ditjen Pajak menghimpun uang pajak disinyalir karena kurang optimalnya
penggalian potensi pajak. Selain itu, celah peraturan perpajakan (loopholes) juga masih banyak,
yang membuat wajib pajak dapat menghindar dari kewajiban membayar pajak. Yang terakhir, tidak
semua petugas pajak memiliki semangat dan militansi tinggi untuk memenuhi target penerimaan
pajak.



Wajib pajak selalu mencari celah peraturan untuk menyiasati agar pajak yang dibayarkan bisa
sekecil mungkin. Di tahap inilah wajib pajak mulai membajak uang pajak. Memang belum ada
peraturan yang melarang dilakukannya perencanaan pajak oleh wajib pajak, namun justru karena
inilah praktik perencanaan pajak (aggressive tax planning) makin menjadi-jadi. Wajib pajak kurang
menyadari bahwa dengan membajak uang pajak mereka telah menghambat pembangunan negara
ini. Dampak selanjutnya akan menambah beban negara untuk mencari tambahan utang demi
membiayai defisit penerimaan pajak. Pada akhirnya, akan menambah beban pemungutan pajak lagi
untuk membayar utang-utang tersebut. Sebuah siklus yang tak positif untuk kesehatan APBN
Indonesia. Kondisi ekonomi global juga harus diperhitungkan sebagai faktor yang berkontribusi tidak
tercapainya penerimaan pajak. Bisa jadi memang benar alasan Ditjen Pajak yang mengatakan
lemahnya kondisi pasar global mempengaruhi tidak tercapainya penghimpunan pajak ke kas
negara.



Ditjen Pajak perlu bekerja lebih keras lagi agar dapat mengatasi pembajakan pajak ini, sehingga
realisasi target penerimaan pajak bisa tercapai. Celah-celah yang ada pada peraturan perpajakan
harus segera ditambal agar wajib pajak nakal tidak bisa menyembunyikan kewajiban perpajakannya.
Makin kompleks dan luasnya arus bisnis sekarang ini, menjadikan perusahaan multinasional
(MNCs) disinyalir sebagai aktor utama yang melakukan penghindaran pajak besar-besaran
(aggressive tax planning) di Indonesia. Diuntungkan dengan skema keuangan yang rumit, transfer
harga antar perusahaan grup (transfer pricing) dan pengecilan modal (thin capitalization) menjadi
skema andalan dalam penghindaran pajak. Tentu saja, praktik penghindaran pajak ini tidak hanya
dilakukan oleh perusahaan multinasional saja, pengusaha lokal juga pasti memutar otak mencari
cara untuk memperkecil pembayaran pajaknya. Oleh karena itu, Ditjen Pajak dituntut untuk memiliki
petugas pajak yang canggih dari sisi kapasitas dan profesionalitas serta mumpuni dari sisi integritas,
sehinga mampu mendeteksi praktik-praktik penyimpangan pajak tersebut dan kuat menghadapi
godaan wajib pajak untuk bermain mata. Selain itu, semua petugas pajak juga harus memiliki
militansi dan semangat tinggi, sehingga tidak pernah lelah menghimpun uang pajak karena
sejatinya, para petugas pajak itu adalah pahlawan (APBN) bagi bangsa ini.



Mengingat betapa besarnya manfaat pajak yang dihimpun oleh Ditjen Pajak, mari bersama kita
tingkatkan kesadaran dan kepatuhan akan membayar pajak demi tercapainya kemakmuran dan
kemajuan bangsa. Masyarakat harus turut serta mengawasi pajak, jika terjadi penyimpangan segera
laporkan kepada Ditjen Pajak. Begitu juga sebaliknya, jika ada petugas pajak yang bermain mata
dengan wajib pajak segera laporkan ke Ditjen Pajak atau pihak berwenang. Dengan adanya
penegakan hukum yang jelas dan keras bagi para pembajak pajak, harapan ke depannya negara ini
akan aman dari pembajakan. Uang pajak jangan dibajak!


Keterangan Penulis:

Penulis adalah pelajar Indonesia yang sedang
menempuh Master in Business Administration di Saxion University of Applied Sciences, Belanda.


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Uang Pajak Jangan di Bajak"

Posting Komentar