CAIRAN & ELEKTROLIT








1.1 PENDAHULUAN


          Gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit bukanlah suatu penyakit, tetapi selalu merupakan bagian atau
penyulit dari proses suatu penyakit, misalnya infeksi, trauma, termasuk trauma dari
operasi, gangguan keseimbangan hormonal atau bahkan, iatrogenik dari suatu
terapi medik.


Gangguan keseimbangan pada keadaan atau bersama penyakit :


  • Kehilangan cairan meningkat :
    muntaber/gastroenteritis, kebocoran kapiler pada sindrom shock dengue, demam
    tinggi, cairan lambung berlebihan, ileus pada sepsis, peritonitis, luka
    bakar.

  • Masukkan cairan berkurang
    atau terhenti : mual, muntah, ileus, koma, puasa pasca bedah, tidak mau
    atau tidak mampu minum cukup.

  • Asupan cairan berlebihan :
    infus berlebihan, redistribusi cairan interstitial masuk ke intravaskuler.

  • Produksi urin terhenti :
    gagal ginjal akut, gagal jantung lanjut.



Oleh karena itu, penting sekali bagi dokter, jika menghadapi pasien dengan
tanda gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, untuk selalu mencari
penyakit penyebab gangguan tersebut. Kemudian terapi hendaknya dikerjakan
serentak, yaitu terapi suportif untuk mengurangi derajat gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit bersama terapi definitif atau kausal untuk menyembuhkan
penyakit dasarnya. Untuk itu, pemahaman yang mendasar tentang metabolisme
garam, air dan elektrolit merupakan bagian penting pada pengelolaan pasien
bedah. Penatalaksanaan cairan dan elektrolit adalah hal yang utama dalam
perawatan pasien bedah. Perubahan – perubahan pada volume cairan dan komposisi
elektrolit dapat terjadi secara preopertif, intraoperatif dan postoperatif
sebagai respon terhadap trauma dan sepsis.( 1,2 )


Istilah ” resusitasi cairan ” mulai diperkenalkan sebagai istilah untuk
terapi cairan dalam jumlah banyak menimbulkan dan diberikan dalam waktu
singkat, guna mengatasi gangguan akut yang dalam waktu singkat dapat
menyebabkan kematian.( 1 )




















                                                                   
BAB II


                               
                             PEMBAHASAN


Sebagian besar (60%) tubuh kita terdiri dari air.
Cairan tubuh (air & zat-zat yg terlarut di dalamnya) berfungsi :


-  Pengangkutan zat – zat makanan ke semua sel tubuh


-  Pengeluaran bahan sisa dari dalam tubuh, melalui : urin,


tinja, keringat & uap air pernafasan


Jumlah cairan yg masuk & keluar dlm 24 jam relatif sama.


M a s u k 
:                      
               K
e l u a r :


- Minuman ——– 800-1700ml        – Urin
—————- 600-1600 ml


- Makanan ——– 500-1000 ml       – Tinja
—————–50-200 ml


- Hasil oksidasi ––200-300 ml        –
Keringat/ paru —- 850-1200 ml


a. ANATOMI CAIRAN TUBUH


TOTAL AIR DALAM TUBUH


Air menyusun ± 50 – 60% dari total berat badan. Hubungan antara berat badan
total dan total air dalam tubuh relatif konstan pada tiap individu dan
merupakan refleksi dari lemak tubuh. Jaringan yang tidak berlemak seperti otot
dan organ – organ yang padat mempunyai kadar air yang tinggi dibandingkan
dengan lemak dan tulang. Sebagai contoh, laki – laki muda yang kurus mempunyai
kadar air dalam tubuh yang lebih tinggi dibandingkan dengan orangtua atau orang
yang gemuk. Rata – rata 60% dari berat badan laki – laki dewasa muda terdiri
atas air, sedangkan pada pada wanita muda rata – rata 50%.  Persentasi
total air dalam tubuh yang lebih rendah pada wanita berhubungan dengan
persentase yang tinggi dari jaringan adiposa dan persentase yang rendah dari massa otot yang dimiliki
oleh wanita. Total cairan tubuh diperkirakan menurun kira – kira 10 – 20 % pada
individu yang gemuk dan meningkat 10 % pada individu yang malnutrisi.
Persentase total air dalam tubuh yang paling tinggi terdapat pada bayi yang
baru lahir, dengan rata – rata 80% dari berat badan totalnya terdiri dari air.
Kandungan air ini akan menurun  kira – kira menjadi 65% pada tahun pertama
dan kemudian relatif konstan pada tahun – tahun berikutnya.








PEMBAGIAN CAIRAN TUBUH


Total air dalam tubuh dibagi menjadi 2 bagian : ekstraseluler dan
intraseluler. Cairan ekstraseluler menyusun ± 1/3 dari total air dalam tubuh
dan 2/3 sisanya merupakan cairan intraseluler. Cairan ekstraseluler menyusun
20% dari berat badan total yang terdiri dari plasma ( 5% dari berat badan ) dan
cairan interstitial ( 15 % dari berat badan ). Jumlah cairan intraseluler
dihitung dengan cara mengurangi total air dalam tubuh dengan cairan
ekstraseluler. Cairan intraseluler terdiri dari 40% berat badan total pada
masing – masing individu dengan proporsi terbesar terdapat pada otot rangka.
( 2 )


% berat badan total














Plasma 5%



Cairan interstitial 15%



Volume intraseluler 40%



KOMPOSISI CAIRAN TUBUH


Komposisi kimia dari cairan tubuh :


PLASMA


154 mEq/L     154mEq/L









KATION

Na+ 142


K+ 4


Ca++ 5


Mg++ 3




ANION

Cl- 103


HCO3- 27


SO4 3


PO4


As. Organik   5


Protein  16




CAIRAN INTERSTITIAL


153 mEq/L     153 mEq/L









KATION

Na+ 144


K+ 4


Ca++ 3


Mg++ 2




ANION

Cl- 114


HCO3- 30


SO4 3


PO4


As. Organik   5


Protein   1




CAIRAN INTRASELULER


200 mEq/L     200 mEq/L









KATION

K+ 150


Mg++ 2


Na+ 10




ANION

HPO4150


SO4 150


HCO3- 10


Protein  40




Cairan ekstraseluler seimbang antara kation utama yaitu natrium dan anion
utama yaitu klorida dan bikarbonat. Cairan intraseluler terdiri dari kation
utama yaitu kalium dan magnesium dan anion utam yaitu fosfat dan protein.
Gradien konsentrasi antara bagian – bagian cairan diatur oleh pompa ATP Na-K
yang terletak di antara membran sel. Komposisi dari plasma dan cairan
interstitial agak berbeda pada komposisi ion, dengan perbedaan yang utama dapat
terlihat pada komposisi protein yang lebih tinggi pada plasma. Osmolaritas
plasma yang ditambahkan dengan protein menyeimbangkan cairan yang melewati
endotel kapiler. Walaupun perpindahan ion dan protein antara cairan yang
berbeda terbatas, air dapat berdifusi dengan bebas. Air tersebar disemua cairan
tubuh sehingga pemberian sejumlah air dapat meningkatkan sedikit volume dari
cairan. Bagaimanapun, Natrium merupakan bagian dari cairan ekstraseluler dan
karena osmotiknya dan kemampuan elektriknya, sehingga dapat berikatan dengan
air. Oleh karena itu cairan yang mengandung natrium didistribusikan melalui cairan
ekstraseluler dan ditambahkan pada volume intravaskuler dan interstitial.
Ketika cairan yang mengandung natrium yang masuk akan mempengaruhi volume
intravaskuler, juga akan memperluas ruang interstitial kurang lebih tiga kali
lipat seperti plasma.


TEKANAN OSMOTIK


Perpindahan air melewati membran sel terutama tergantung dari osmosis. Untuk
mendapatkan keseimbangan osmotik, air berpindah melewati membran semipermeabel
untuk menyeimbangkan konsentrasi pada kedua bagian. Perpindahan ini dapat
terlihat dari konsentrasi solut pada salah satu membran. Tekanan osmotik diukur
dalam unit osmolaritas ( osm ) atau miliosmol ( mOsm ) yang menunjukkan jumlah
sebenarnya dari partikel – partikel yang aktif. Sebagai contoh, satu millimole
( mmol ) dari natrium klorida sama dengan 2 mOsm ( satu dari natrium dan asatu
dari klorida ). Prinsip utama dari osmolaritas adalah konsentrasi natrium,
glukosa dan urea ( blood urea nitrogen ( BUN ) ) :


Perhitungan osmolaritas serum = 2 natrium + glukosa / 18 + BUN / 2,8


Osmolaritas dari cairan intraseluler dan ekstraseluler normalnya antara 290
– 310 mOsm pada setiap bagian. Karena membran sel permeabel terhadap air,
setiap perubahan pada tekanan osmotik pada tiap bagian terjadi bersamaan dengan
redistribusi air sampai tekanan osmotik efektif antar bagian seimbang. Sebagai
contoh, jika konsentrasi Na cairan ekstraseluler meningkat dapat terjadi
perpindahan air dari cairan intraseluler ke cairan ekstraseluler. Sebaliknya,
jika konsentrasi Na cairan ekstrasel menurun, air akan masuk ke dalam sel.
Perubahan volume pada setiap bagian, bagaimanapun tidak diikuti dengan
perpindahan air selama konsentrasinya pada kedua bagian sama.


Konsentrasi elektrolit biasanya terlihat pada gabungan aktivitas kimia atau
ekuivalen. Perbandingan dari ion yaitu dari berat atom dalam gram dibagi
valensi:


Equivalent = berat atom (g)/valensi


Untuk ion yang univalen seperti Na, 1 mEq adalah sama dengan 1 mmol. Untuk
ion bivalen seperti Mg, 1 mmol sama dengan 2 mEq. Hal ini penting karena jumlah
mEq dari kation harus seimbang dengan jumlah mEq dari anion.











KLASIFIKASI PERUBAHAN CAIRAN TUBUH


PERUBAHAN NORMAL CAIRAN DAN
ELEKTROLIT


Konsumsi air rata-rata pada orang normal kurang lebih 2000 ml,  ± 75%
dari pemasukan oral dan sisanya dari ekstraksi dari makanan padat. Kehilangan
air perhari terdiri dari 1 L melalui urin, 250 ml melalui feses dan 600 ml
melalui Insensible loss. Insensible loss dapat terjadi melalui kulit 75% dan
paru 25% berupa air murni. Insensible loss dapat meningkat pada banyak faktor
seperti demam, hipermetabolisme dan hiperventilasi. Berkeringat, pada sisi lain
merupakan proses aktif dan meliputi kehilangan elektrolit (hipotonik) dan air.
Untuk membersihkan sisa produk metabolisme ginjal harus mengeksresi minimal
500-800 ml urin perhari tanpa memperhatikan jumlah masukan peroral.


Individu normal juga mengkonsumsi 3 – 5 gr garam perhari, dan diseimbangkan
oleh ginjal pada hiponatremia, eksresi Na dapat diturunkan sedikitnya
sedikitnya 1 Meq/d atau maksimal sampai 500 Meq/d untuk mencapai keseimbangan
sebagai pengganti dari garam yang dieksresi oleh ginjal.


GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN


Defisit volume ekstraseluler adalah gangguan yang sering terjadi pada pasien
bedah dan dapat terjadi secara akut dan kronik. Defisit volume akut berhubungan
dengan kardiovaskuler dan tanda-tanda SSP, ketika terlihat tanda-tanda defisit
kronik jaringan seperti penurunan turgor kronik dan mata yang cekung, sebagai
tanda kelainan sistem kardiovaskuler dan SSP. Pemeriksaan laboratorium
menunjukkan peningkatan N urea darah jika terjadi defisit berat sehingga
menurunkan filtrasi glomerolus dan hemokonsentrasi. Osmolaritas urin biasanya
lebih tinggi daripada osmolaritas serum, dan urin Na dapat menjadi rendah, bisa
kurang dari 20 Meq/l. Konsentrasi Na tidak menunjukkan jumlah volume, dan oleh
karena itu dapat tinggi, normal atau rendah ketika terjadi defisit volume.
Etiologi yang paling sering dari defisit volume pada pasien bedah adalah
kehilangan cairan dari gastrointestinal yang berasal dari Nasogastric suction,
muntah, diare atau fistula. Sebagai tambahan, kerusakan sukunder pada cedera
jaringan lunak, luka bakar, dan proses intraabdominal seperti peritonitis,
obstruksi, tindakan pembedahan yang lama juga dapat memicu terjadinya defisit
volume.


Kelebihan volume ekstraseluler dapat terjadi secara iatrogenik atau sekunder
melalui disfungsi renal, congestif heart failure, atau sirosis. Baik volume
plasma dan volume interstitial meningkat. Gejalanya secara jelas terlihat pada
pulmonal dan kardiovaskuler.


Tanda dan gejala dari gangguan ketidakseimbangan volume















Sistem



Défisit volume



Kelebihan volume



Secara umum

Jantung


Ginjal


Gastrointestinal


Pulmonary




Kehilangan BB

Penurunan turgor kulit


Takikardi


Ortostatis atau hipotensi


Kolaps vena leher


Oligouria


Azotemia


Ileus




Kenaikan BB

Edema perifer


Peningkatan cardiac output


Peningkatan tekanan vena central


Pembengkakan vena leher


Murmur


Bowel edema


Pulmonary edema




Komposisi sekresi gastrointestinal





















Tipe sekresi



Volume

(mL/24 h)




Na

(mEq/L)




K

(mEq/L)




Cl

(mEq/L)




HCO3

(mEq/L)




Perut

Usus halus


Kolon


Pancreas


Kandung empedu




1000-2000

2000-3000


600-800


300-800




60-90

120-140


60


135-145


135-145




10-30

5-10


30


5-10


5-10




100-130

90-120


40


70-90


90-110




0

30-40


0


95-115


30-40




PENGATURAN  VOLUME


Perubahan volume terjadi baik secara dengan osmoreseptor dan baroreseptor.
Osmoreseptor ádalah sensor khusus yang mendeteksi perubahan kecil pada
osmolalitas cairan melalui osmoreseptor yang terlihat pada rasa haus dan
diuresis melalui ginjal. Sebagai contoh, osmolalitas plasma meningkat, rasa
haus timbul dan konsumsi air meningkat. Sebagai tambahan, hipotalamus
terstimulasi untuk mensekresi vasopresin, yang meningkatkan reabsorbsi air pada
ginjal. Secara bersamaan, dua mekanisme ini mengembalikan  osmolalitas
plasma menjadi normal. Baroreseptor juga mengatur volume sebagai respon pada
perubahan tekanan dan sirkulasi volume melalui tekanan sensor yang khusus yang
terletak pada lengkung aorta dan sinus karotis. Respon baroreseptor baik
neural, melalui simpatis dan parasimpatis, dan hormonal termasuk renin-angiotensin,
aldosteron, atrial-natriuretic peptide,dan renal prostaglandin. Hasil bersih
dari perubahan jumlah Na ginjal dan reabsorbsi air sebagai respon untuk
memperbaiki volume menjadi normal.


PERUBAHAN KONSENTRASI


Perubahan serum Na  merupakan kebalikan proporsi dari kadar total air
dalam tubuh. Oleh karena itu abnormalitas dari total air dalam tubuh dapat
terlihat dari abnormalitas serum Na.


HIPONATREMIA


Kadar serum Na yang rendah terjadi ketika adanya kelebihan dari air
ekstraseluler yang berhubungan dengan Na. Volume ekstraseluler dapat tinggi,
normal atau rendah.


Pada banyak kasus hiponatremia, konsentrasi natrium menurun sebagai
konsekuensi dari deplesi Na atau delusi. Hiponatremia delusional sering kali
terjadi akibat kelebihan air ekstraseluler dan berhubungan dengan status volume
ekstraseluler yang tinggi. Baik intensional (pemasukan air yang banyak melalui
oral) atau iatrogenic (IV), air masuk yang berlebihan dapat menyebabkan
hiponatremia. Pasien post operasi terutama mudah untuk meningkatkan sekresi
dari hormon antidiuretik, yang dapat meningkat reabsorbsi air bebas dari ginjal
yang kemudian terjadi peningkatan volume dan hiponatremia. Hal ini biasanya
self limiting baik pada hiponatremia dan peningkatan volume yang menurunkan
sekresi hormon ADH. Sebagai tambahan, sejumlah obat-obatan dapat menyebabkan
retensi air dan kemudian terjadi hiponatremia, contohnya antipsikotik dan anti
depresan trisiklik sama halnya dengan inhibitor angiotensi-converting enzime.
Pada orang tua terutama rentan terhadap obat-obatan yang dapat menyebabkan
hiponatremia. Tanda-tanda fisik dari kelebihan volume biasanya tidak ada dan
pada pemeriksaan laboratorium dapat terlihat hemodelusi. Penyebab deplesi pada
hiponatremia dapat terjadi baik karena penurunan intake atau peningkatan
kehilangan Na yang termasuk juga cairan. Etiologi termasuk penurunan masukan
Na, seperti diet rendah Na atau intake enteral yang rendah Na, kehilangan dari
gastrointestinal (muntah, Penyedotan nasogastrik yang lama, atau diare),
kehilangan dari ginjal (diuretic atau penyakit ginjal primer) hiponatremia
deplesi sering kali bersamaan dengan defisit volume ekstraseluler.


Hiponatremia




Volume status




High                          
           
      normal                
           
            low


↓                                                       
↓                          
         
             ↓


Meningkatkan intake
                   Hiperglikemia            
        Penurunan intake Na


Sekresi ADH post
operasi          ↑lipid plasma/protein
Kehilangan mel. gastrointestinal


Obat-obatan                                                   
SIADH                       
  Kehilangan mel. ginjal


Intoksikasi
air           
            Diuretik


Diuretik                     
       Penyakit ginjal primer


Hiponatremia dapat juga terlihat dari peningkat dari solute yang berhubungan
dengan air bebas, seperti hiperglikemia yang tidak diobati atau intake manitol.
Penggunaan glukosa pada osmosis bagian ekstraseluler, dapat menyebabkan
pergeseran air dari ruang intraseluler ke ruang ekstraseluler yang kemudian
terjadi hiponatremia delusional. Hiponatremia dapat juga terlihat jika tekanan
osmotik pada bagian ektraseluler secara efektif normal atau bahkan meningkat.
Jika hiponatremia terjadi bersamaan dengan hiperglikemia, konsentrasi Na dapat
dihitung :


Untuk setiap kenaikan 100-mg/dl glukosa plasma diatas normal, Na plasma
harus diturunkan 1,6 mEq/L.


Peningkatan lipid plasma dan lipid protein yang ekstrem dapat menyebabkan
pseudo hiponatremia jika tidak ada penurunan Na ekstraseluler yang nyata yang
dihubungkan dengan air.


Tanda dan symptom dari hiponatremia tergantung dari derajat hiponatremia dan
kecepatan ketika hiponatremia terjadi. Manifestasi klinik yang utama pada SSP
dan berhubungan dengan intoksikasi air seluler dan berhubungan dengan
peningkatan tekanan intracranial.


Untuk membantu membedakan etiologi dari hiponatremia telah dilakukan ulasan
yang sistematik dari penyebab-penyebab hiponatremia. Pertama, yang tidak
termasuk penyebab hiperosmolar (hiperglikemia atau manitol) dan
pseudohiponatremia. Selanjutnya, pertimbangan penyebab deplesional dibandingkan
delusional yang merupakan penyebab hiponatremia. Penyebab deplesional biasanya
berhubungan dengan dehidrasi. Jika terjadi kehilangan Na ekstrarenal seperti
dari gastrointestinal loses, kadar Na urin biasanya rendah (<20 mEq/L),
dimana ginjal yang menyebabkan kehilangan Na, kadar Na urin biasanya tinggi (20
mEq/L). Penyebab delusional dari hiponatremia biasanya berhubungan dengan
sirkulasi volume efektif yang tinggi. Status volume yang normal pada kasus
hiponatremia dapat dianjurkan untk memeriksa sindrom of inappropriate secretion
of antidiuretic hormone.











HIPERNATREMIA


Hipernatremia dapat terjadi baik dari kehilangan air bebas atau kelebihan
Na. Seperti hiponatermia, hipernatremia dapat berhubungan dengan peningkatan,
normal, atau penurunan volume ekstraseluler. Hipernatremia hipervolemi biasanya
disebabkan oleh masuknya iatrogenic dari cairan yang mengandung Na (termasuk Na
bikarbonat) atau mineralokortikoid atau kelebihan mineralokortikoid yang dapat
terlihat pada hiperaldosteronism, cushing sindrom, dan hyperplasia adrenal
congenital. Na urin biasanya lebih dari 20 mEq/L dan osmolalitas urin biasanya
lebih dari 300 mOsm/L. Hipernatremia normovolemik dapat berhubungan dengan
ginjal (diabetes insipidus, diuretic, penyakit ginjal) atau bukan ginjal
(gastrointestinal atau kulit) yang dapat menyebabkan kehilangan air.


Hipernatremia




Volume status




High                          
           
                          
normal                
                      
         low


↓                                                                             
↓                          
         
             


Pemasukan  Na
iatrogenik                     
Kehilangan air nonrenal    Kehilangan air nonrenal


Kelebihan
mineralkortikoid                                 
Kulit                           
               
Kulit


Aldosteronism                                 
                 
Gastrointestinal
                
Gastrointestinal


Penyakit
Cushing               
                              
Kehilangan air ginjal       Kehilangan air ginjal


Hyperplasia adrenal kongenital   
           
  Penyakit ginjal      
            Penyakit
renal tubular


Diuretik               
           Diuretik osmotik


Diabetes
Insipidus           Diabetes
Insipidus


Adrenal failure


Terakhir, hipernatremia hipovolemik dapat terjadi baik karena kehilangan air
baik renal maupun non renal. Yang disebabkan oleh ginjal termasuk diabetes insipidus,
diuretic osmotic, gagal ginjal, dan penyakit tubulus ginjal. Konsentrasi Na
urin kurang dari 20 mEq/L dan osmolalitas urin kurang dari 300-400 mOsm/L.
Kehilangan air non renal dapat terjadi secara sekunder karena kehilangan cairan
gastrointestinal seperti diare, atau kehilangan cairan dari kulit seperti demam
atau trakeostomi. Sebagai tambahan tirotoksikosis dapat menyebabkan kehilangan
air seperti pada penggunaan cairan glukosa hipertonik untuk dialysis
peritoneal. Pada kehilangan air non renal Konsentrasi Na urin kurang dari 15
mEq/L dan osmolalitas urin lebih dari 300-400 mOsm/L.


Hipernatremia simptomatik biasanya hanya terjadi pada pasien dengan gangguan
rasa haus atau masukan cairan yang terbatas, rasa haus dapat terlihat pada
intake air. Gejala-gejala jarang terlihat sampai konsntrasi Na serum melebihi
160 mEq/L tetapi, sekali terjadi, berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas
yang signifikan. Gejala-gejala yang berhubungan dengan hiperosmolaritas, efek
terhadap system saraf pusat menonjol. Air berpindah dari ruang intraseluler ke
ruang ekstraseluler sebagai respon terhadap hiperosmolar ruang ekstraseluler,
yang dapat terlihat pada dehidrasi seluler. Hal ini dapat menyebabkan pembuluh
darah serebral tertarik dan menyebabkan perdarahan subarakhnoid. Gejala-gejala
pada Sistem saraf pusat dapat terlihat gelisah dan kejang, koma dan kematian.
Gejala klasik pada hipernatremia hipovolemik (takikardi, ortostatik, dan
hipotensi) dapat terjadi.


Manifestasi Klinis Dari Abnormalitas Serum Natrium













Sistem tubuh



Hiponatremia



Sistem Saraf Pusat

Muskuloskeletal


Gastrointestinal


Cardiovascular


Jaringan


Ginjal




Sakit kepala, confusion,hiper atau hipoaktif refleks
tendon dalam, kejang, koma, peningkatan tekanan intrakranial.

Weakness, fatigue, muscle cramps/twitching


Anoreksia, nausea, vomiting, diare cair


Hipertensi dan bradikardia secara signifikan meningkatkan tekanan
intrakranial



Lakrimasi, salivasi


Oligouria


















Sistem tubuh



Hipernatremia



Sistem Saraf Pusat

Muskuloskeletal


Gastrointestinal


Cardiovascular


Jaringan


Ginjal


Metabolik




Restlesness, letargi, ataksia, iritabilitas, spasme tonik,
delirium, kejang, koma

Weakness


Anoreksia, nausea, vomiting, diare cair


Takikardi, hipotensi, sinkop


Dry sticky mucous membrane, red swollen tongue, berkurangnya saliva dan air
mata



Oligouria


Demam




PERUBAHAN KOMPOSISI DIAGNOSIS DAN ETIOLOGI


ABNORMALITAS KALIUM ( K )


Rata-rata intake diet K kira-kira 50-100 mEq/d, yang mana kekurangan dari
hipokalemia dieksresi melalui urine. K ekstrasel dipertahankan dalam batas yang
sempit , prinsipnya dengan eksresi K oleh ginjal, yang mana dapat bergeser dari
10 sampai 700 mEq/d, walaupun hanya 2% dari total K tubuh (4,5 mEq/L x 14 L =
63 mEq) lokasinya dalam bagian dari cairan ekstrasel, jumlah yang sedikit ini
sangat kritis untuk jantung dan fungsi neuromuskular. Jadi meskipun perubahan
kecil namun dapat menyebabkan efek yang besar pada aktifitas jantung.
Distribusi K intrasel dan ekstrasel dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk
stress pada pembedahan, asidosis dan katabolisme jaringan.


HIPERKALEMIA


Hiperkalemia didefinisikan sebagai konsentrasi serum K diatas nilai normal
antara 3,5-5,0 mEq/L. Ini disebabkan oleh karena kelebihan intake K,
meningkatnya pelepasan K dari sel, atau gangguan eksresi oleh ginjal.


Etiologi Abnormalitas Kalium


Hiperkalemia


  • Peningkatan intake



Suplementasi kalium


Transfusi darah


Beban endogen / destruksi : hemolisis, rhabdomyolisis, crush injury,
perdarahan gastrointestinal,


  • Peningakatan pelepasan



Asidosis


Peningkatan cepat dari osmolalitas ( hiperglikemia atau manitol )


  • Ekskresi yang terganggu



Diuretik kalium


Insufisiensi renal


Meningkatnya intake dapat sama baik dari oral maupun suplement intravena,
begitupun juga dari transfusi darah. Kerusakan sel dapat menyebabkan pelepasan
K yang berhubungan dengan hemolisis, Rhabdomiolisis, Crush injury, dan
perdarahan saluran cerna. Asidosis dan peningkatan secara cepat dari
osmolalitas ekstrasel (hiperglikemia atau manitol) dapat meningkatkan kadar
serum K dengan membuat perubahan dari ion K ke bagian ekstraseluler. Mayoritas
dari total K tubuh terdapat di intraseluler, bahkan perubahan kecil dari K
intrasel yang keluar dari cairan intraseluler dapat mempunyai peranan penting
untuk meningkatkan K ekstraseluler.


Beberpa pengobatan dapat menyebabkan hiperkalemia, terutama sekali
padarinsufisiensi ginjal, termasuk diuretik hemat kalium, inhibitor
angiotensin-converting enzim dan Non Steroid Antiinflamation Drugs. Sejak
aldosteron memainkan peranan penting dalam menstimulasi sekresi K dari ductus
koledokus, banyak obat (seperti Spironolakton dan inhibitor
Angiotensin-converting enzym), mengganggu aktifitas aldosteron untuk menghambat
sekresi K, akibatnya eksresi K juga dapat terjadi pada insufisiensi ginjal dan
gagal ginjal.


Gejala dari hiperkalemia terutama adalah gejala gastrointestinal,
neuromuskular dan kardiovaskular. Gejala gastrointestinal termasuk mual,
muntah, kolik usus dan diare. Gejala neuromuskular bervariasi dari lemah sampai
ascending paralisis sampai gagal nafas. Sedangkan menifestasi pada sistem
kardiovaskuler berupa berubahnya gambaran EKG menjadi Cardiac arithmia dan
henti jantung.


Perubahan pada hiperkalemia dapat dilihat termasuk :


-          Puncak gelombang T
(perubahan awal)


-          Pendataran gelombang
T


-          Pemanjangan interval
PR (blok derajat 1)


-          Pelebaran komplek
QRS


-          Formasi gelombang
sinus


-          Fibrilasi ventrikel


HIPOKALEMIA


Hipokalemia lebih sering terjadi pada pasien dengan pembedahan. Ini mungkin
disebabkan oleh intake yang tidak adekuat (diet K bebas cairan intravena atau
total  nutrisi parenteral dengan penggantian K yang tidak adekuat).
Kelebihan eksresi ginjal (hiperaldosteron, pengobatan contohnya diuretik yang
meningkatkan sekresi K atau obat seperti Penicillin yang menyebabkan tubulus
ginjal kehilangan K ). Kehilangan pada sekresi gastrointestinal (kehilangan
langsung dari K dalam feses atau kehilangan K ginjal dari muntah atau
pengeluaran melalui nasogastric yang cepat) atau perubahan inrasel (seperti
terlihat pada alkalosis metabolik atau terapi insulin).


Etiologi Hipokalemia


  • Intake inadekuat



Dietary, kalium bebas dalam cairan intravena, nutrisi perenteral total
kalium defisiensi


  • Kelebihan ekskresi kalium



Hiperaldosteronism


Medikasi


  • Kehilangan melalui
    gastrointestinal



Kehilangan kalium langsung dari cairan gastrointestinal ( diare )


Kehilangan kaliun melalui ginjal ( cairan gaster, seperti muntah atau
output  nasogastric yang tinggi )


Perubahan kadar K berhubungan dengan alkalosis dapat dihitung dengan rumus
berikut :


Penurunan K 0,3 mEq/L untuk setiap 0,1 peningkatan pada pH diatas normal


Obat – obatan seperti amfoterisin, aminoglikosid, foscarnet, cisplatin dasn
ifosfamid yang menginduksi depelesi Mg dapat menyebabkan K di ginjal habis.
Contohnya adalah dimana defisiensi K berhubungan dengan deplesi Mg. Kelebihan K
sangat sulit terjadi, kecuali jika keadaan hipomagnesium sudah dikoreksi
terlebih dahulu.


Gejala dari hipokalemia sama seperti hiperkalemia, terutama berhubungan
dengan gastrointestinal, neuromuskular dan jantung, termasuk ileus, konstipasi,
lemah, lelah, reflex tendon menurun, paralisis dan henti jantung (tidak ada
aktifitas pulsus atau asistole). Kemungkinan perubahan EKG pada hipokalemia
termasuk :


- Gelombang U


- Pendataran gelombang T


- Perubahan segmen ST


- Aritmia (terutama pada pasien yang menggunakan digitalis)


ABNORMALITAS MAGNESIUM ( Mg )


Magnesium adalah mineral ke empat terbanyak dalam tubuh dan terutama
terdapat di intraseluler. Sama seperti K, fraksi dari Mg dapat ditemukan dalam
ruang ekstrasel, terbanyak mengandung Mg satu-tiga hádala tulang sampai serum
albumin. Untuk itu kadar plasma Mg dapat menjadi indikator dari total
penyimpanan tubuh terhadap hipoalbuminemia. Mg seharusnya diganti sampai
kadarnya diatas batas normal. Intake normalnya Kira-kira 20 mEq (240 mg) zaherí
dan dieksresi melalui urine dan feses. Ginjal mempunyai kemampuan untuk
menghemat pengeluaran Mg sama seperti pada Na.


HIPERMAGNESEMIA


Hipermagnesemia jarang terjadi, dapat dilihat dengan adanya kerusakan fungís
ginjal dan intake berlebih dari total nutrisi parenteral atau Mg-contains
laxatives dan antacids. Gejala (tabel 2-5) mungkin gastrointestinal
(mual-muntah), neuromuskular (lemah, letargi dan reflex menurun) atau
kardiovaskuler (hipotensi dan gagal jantung). Perubahan EKG hampir sama dengan
hiperkalemia termasuk :


-          Pelebaran interval
PR


-          Pemanjangan kompleks
QRS


-          Elevasi gelombang T


HIPOMAGNESEMIA


Deplesi Mg merupakan masalah yang sering terjadi pada pasien yang dirawat di
rumah sakit, terutama yang dirawat di ICU. Ginjal terutama bertanggung jawab
untuk homeostasis Mg melalui regulasi dengan Ca atau Mg receptor pada sel
tubulus ginjal. Hipomagnesemia hádala hasil dari variasi etiologi, mulai dari
rendahnya intake (kelaparan, alkoholisme, terlalu lama menggunakan cairan
intravena dan total nutrisi parenteral dengan suplemen Mg yang tidak adekuat),
meningkatkan eksresi ginjal (alcohol, diuretik, amfoterisin B),
gastrointestinal (diare), malabsorbsi, pancreatitis akut, diabetes
ketoasidosis, dan terutama aldosteronism.


Deplesi Mg ditandai dengan gejala neuromuskular dan hiperaktivitas sistem
saraf pusat dan gejalanya sama seperti defisiensi Ca, termasuk hiperaktifitas
reflex, tremor otot dan tetani dengan Chovstek’s sign positif.


Defisiensi yang berat dapat menyebabkan delirium dan kejang, beberapa
perubahan EKG dapat terjadi, termasuk :


-          Perpanjangan
interval QT dan PR


-          Depresi segmen ST


-          Pendataran atau
inversi gelombang P


-          Torsades de pointes


-          Aritmia


Hipomagnesemia sangat penting, tidak hanya sebagai efek langsung pada sistem
saraf, tapi juga karena Mg dapat mebuat hipokalsemia dan persisten
hiperkalemia. Ketika hipokalemia atau hipocalsemia bersama dengan
hipomagnesemi, Mg harus lebih agresif diganti untuk membantu mengendalikan homeostasis
K atau Ca.


ABNORMALITAS KALSIUM


Mayoritas kalsium tubuh tersimpan dalam matrix tulang dengan hanya kurang
dari 1% ditemukan dalam cairan ekstrasel. Ca serum didistribusikan dalam tiga
bentuk :


-          Protein tulang (40%)


-          Kompleks fosfat dan
anion lain (10%)


-          Ion (50%)


Fraksi ion ini bertanggung jawab untuk stabilitas dan keteraturan
neuromuskular secara langsung. Ketika mengatur kadar serum total, konsentrasi
albumin harus dipertimbangkan :


Menyesuaikan kalsium serum total dibawah 0,8 mg/dl


Untuk setiap 1 g/dl diturunkan dalam albumin.


Perubahan yang tidak sama pada albumin, perubahan dalam pH dapat
mempengaruhi konsentrasi ion Ca. Asidosis menurunkan ikatan protein, dengan
demikian meningkatkan fraksi ion Ca.


HIPERKALSEMIA


Hiperkalsemia didefinisikan sebagai kadar serum kalsium diatas normal antara
8.5-10.5 mEq/L atau peningkatan kadar ionisasi Ca diatas 4.2-4.8 mg/dl.
Terutama pada pasien hiperparatiroid dan keganasan (berhubungan dengan
metastase ke tulang atau sekresi dari hormon paratiroid) di rumah sakit pasien
pada pemeriksaan kebanyakan kasus mengalami hipokalsemia simptomatik. Gejala
hiperkalsemia dimana bervariasi sesuai dengan derajat penyakit, termasuk
neurologic (depresi, bingung, stupor atau koma), muskuloskeletal (kelemahan dan
nyeri punggung dan ekstremitas), ginjal (poliuri dan polidipsi seperti ginjal
kehilangan kemampuan untuk mengkonsentrasikan) dan gastrointestinal (anoreksia,
mual, muntah, konstipasi, nyeri abdomen dan penurunan berat badan). Gejala pada
jantung juga ditemukan, termasuk hipertensi, cardiac aritmia dan perburukan
keracunan digitalis. Perubahan EKG pada hiperkalsemia termasuk :


-          Pemendekan interval
QT


-          Pemanjangan PR dan
interval QRS


-          Peningkatan tegangan
QRS


-          Pendataran dan
pelebaran gelombang T


-          Blok AV (dapat
merupakan proses menuju blok jantung sempurn, kemudian henti jantung dengan
hiperkalsemia berat)


HIPOKALSEMIA


Hipokalsemia didefinisikan sebagai kadar serum Ca dibawah nilai normal antara
8.5-10.5 mEq/L atau penurunan kadar ionisasi Ca dibawah normal antar 4.2-4.8
mg/dl. Etiologi dari hipokalsemia termasuk pankreatitis, infeksi jaringan lunak
masif, seperti necrotizing fasciitis, gagal ginjal, fistula pankreas dan usus
halus, hipoparatiroid, toxic shock sindrom, kadar Mg abnormal dan tumor lysis
syndrom. Tambahan, hipokalsemia sementara biasanya diikuti dengan adenoma
paratiroid seperti atropi hipofisis dan diikuti dengan pengambilan Ca tulang
secara berlebihan. Hungry Bone Syndrome dapat disebabkan postoperasi pada
sekunder atau tersier hiperparatiroid karena tulang mengalami remineralisasi
secara cepat, sehingga memerlukan suplemen Ca dosis tinggi. Sebagai tambahan
keganasan juga berhubungan dengan peningkatan aktifitas osteoclast seperti pada
kanker payudara dan prostat dapat menyebabkan hipokalsemia dari peningkatan
pembentukan tulang. Endapan Ca dengan anion organik dapat juga menyebabkan
hipokalsemia, seperti dapat dilihat pada hiperfosfatemia (Tumor Lysis Syndrome
atau Rhabdomiolisis), pancreatitis (chelat dengan asam lemak bebas) atau
transfusi darah masif (sitrat). Hipokalsemia jarang disebabkan oleh penurunan
intake karena rebsorpsi tulang dapat mempertahankan kadar normal untuk waktu
yang lama.


Hipokalsemia asimtomatik dapat terjadi bersamaan dengan hipoproteinemia
(ionisasi Ca normal) , tetapi gejalanya dapat menjadi alkalosis (penurunan
ionisasi Ca). Umumnya gejala tidak terjadi sampai fraksi ionisasi turun dibawah
2.5 mg/dl dan pada mulanya neuromuskular dan jantung termasuk parestesis pada
muka dan ekstermitas, kejang otot, carpopedal spasme, stridor, tetani dan
kejang. Pasien akan memperlihatkan hiperrefleksia dan tanda Chovstek’s positif
dan tanda Trosseau’s (kejang  hasil dari penekanan pada nervus dan
pembuluh darah extremitas atas, sama seperti ketika melakukan pengukuran
tekanan darah). Penurunan kontraksi jantung dan gagal jantung dapat juga
menimbulkan hipokalsemia, untuk pengawasan dapat dilihat dari perubahan EKG
termasuk :


-          Pemanjangan interval
QT


-          Inversi gelombang T


-          Heart blok


-          Fibrilasi ventrikel


GEJALA KLINIS ABNORMALITAS KALIUM, MAGNESIUM DAN KALSIUM



































Peningkatan kadar serum



Sistem



Kalium



Magnesium



Kalsium



Gastrointestinal

Neuromuskular


Cardiovaskuler


Ginjal




Nausea/vomiting, kolik, diare

Weakness, paralisis, gagal napas


Aritmia, henti jantung




Nausea/vomiting

Weakness, letargi, penurunan refleks


Hipotensi, henti jantung




Anoreksia, nausea/vomiting, sakit perut

Weakness, confusion, koma, nyeri tulang


Hipertensi, arritmia, poliuria


Polidipsi




Penurunan kadar serum



Sistem



Kalium



Magnesium



Kalsium



Gastrointestinal

Neuromuskular


Cardiovaskuler




Ileus, konstipasi

Penurunan refleks, lelah, lemah, paralisis


Arrest




Hiperaktif refleks, tremor otot, tetani, kejang

Aritmia




Hiperaktif refleks, parestesia, carpopedal spasme, kejang

Gagal jantung




ABNORMALITAS FOSFOR


Fosfor adalah anion divalent intraseluler utama dan jumlahnya banyak pada
metabolisme sel aktif. Fosfor bertanggung jawab untuk mempertahankan produksi
energi dalam bentuk glikolisis atau produk fosfat energi tinggi seperti
adenosine triphosphat (ATP), dan kadarnya sangat dikontrol dengan eksresi
ginjal.


HIPERFOSFATEMIA


Hiperfosfatemia dapat disebabkan oleh penurunan eksresi melalui urin atau
peningkatan intake atau produksi fosfat. Kebanyakan kasus pada hiperfosfatemia
dapat terlihat pada pasien dengan kerusakan fungsi ginjal. Hipoparatiroid atau
hipertiroid dapat juga menyebabkan penurunan eksresi fosfat melalui urin hingga
menyebabkan hiperfosfatemia. Peningkatan pelepasan dari fosfat endogen dapat
dilihat hubungannya dengan kerusakan sel, seperti pada rhabdomiolisis, Tumor
Lysis Syndrome, hemolisis, sepsis, hipotermia berat atau malignant
hyperthermia. Kelebihan pemberian fosfat (phosphorus-containing laxatives)
dapat juga menyebabkan peningkatan kadar fosfat. Kebanyakan kasus
hiperfosfatemia adalah asimptomatik, tapi signifikan hiperfosfatemia dapat
merupakan tanda metastase kompleks Calcium-fosfat jaringan lunak.


HIPOFOSFATEMIA


Hipofosfatemia dapat menjadi tanda penurunan intake fosfat, pada fosfat
bagian intraseluler, atau peningkatan eksresi fosfat. Penurunan intake dapat
terjadi bersamaan dengan malnutrisi atau jika terjadi penurunan absorpsi pada
gastrointestinal (malabsorpsi atau ikatan fosfat). Kebanyakan kasus yang
terjadi pada fosfat bagian intraseluler berhubungan dengan alkalosis
respiratori, terapi insulin, sindrom pemberian makan berulang, dan Hungry Bone
Syndrome. Manifestasi klinik dari hipofosfatemia biasanya tidak ada sampai
terjadi penurunan kadar secara signifikan. Umumnya gejala berhubungan dengan
penurunan fosfat energi-tinggi dan manifestasinya pada disfungsi jantung atau
kelemahan otot.


KESEIMBANGAN ASAM – BASA


HOMEOSTASIS ASAM – BASA


pH dari cairan tubuh dipelihara didalam batas sempit walaupun kemampuan
ginjal untuk mengeluarkan sejumlah besar HCO3- dan
sejumlah besar asam yang normal di produksi sebagai produk dari metabolisme.


Buffer yang penting meliputi :


-          Protein dan fosfat
intraselular


-          Sistem asam
karbonat-bikarbonat ektraselular


Kompensasi pada gangguan asam basa meliputi respiratory ( untuk gangguan
metabolik) atau metabolic ( untuk gangguan respiratory). Perubahan ventilasi
sebagai respon terhadap abnormalitas metabolik dicetuskan oleh hydrogen
sensitive kemoreseptor yang terdapat pada badan karotis dan batang otak.
Asidosis menstimulasi kemoreseptor untuk meningkatkan ventilasi dimana pada
alkalosis menurunkan aktifitas dari kemoreseptor dan juga menurunkan ventilasi.
Ginjal memberikan kompensasi masing-masing pada kelainan pernapasan asidosis
atau alkalosis. Tidak seperti perubahan ventilasi yang cepat yang terjadi
dengan kelainan metabolik, respon kompensasi ginjal pada kelainan respiratori
lambat. Kompensasi terjadi ± 6 jam dan berlangsung sampai beberapa hari. Karena
respon kompensasi yang lambat ini, gangguan respirasi asam basa diklsifikasikan
sebagai akut ( sebelum terjadi kompensasi ginjal ) atau kronik (setelah
kompensasi ginjal). Perubahan kompensasi yang diprediksi sebagai respon
terhadap kegagalan metabolik/respiratori dapat dilihat pada tabel 2-6. Jika
perubahan pH yang diharapkan terlalu tinggi, terjadi abnormalitas campuran
asam-basa.


KEGAGALAN METABOLIK








ASIDOSIS METABOLIK


Asidosis metabolik terjadi karena peningkatan intake asam, peningkatan asam,
atau peningkatan kehilangan bikarbonat ( tabel 2-8). Respon tubuh dapat berupa
:


  • Memproduksi buffer
    (bikarbonat ektraseluler dan intraseluler dari tulang dan otot)

  • Peningkatan ventilasi
    (respirasi kussmaul)

  • Peningkatan reabsorpsi ginjal
    dan turunan bikarbonat)



Ginjal juga meningkatkan sekresi hidrogen dan oleh sebab itu meningkatkan
eksresi NH4+ (H+ + NH3+
= NH4+) dalam urin. Dalam evaluasi pada pasien dengan
level serum bikarbonat yang rendah dan asidosis metabolik, ukuran pertama dari
perbedaan anion atau Anion Gap (AG), index dari anion yang tidak terukur.


AG = [ NA ] – [ CL + H CO3 ]


Normal perbedaan anion (AG) adalah < 12 mmol/L dan menunjuk terutama pada
albumin, jadi perkiraan perbedaan anion sesuai untuk albumin (hipoalbumin
menurunkan AG).


Koreksi AG = AG sesungguhnya – {2,5 (4,5 – albumin)}


Asidosis metabolik dengan adanya peningkatan AG dari asam exogenous proses
pencernaan lainnya (ethylen glycol, salisilat atau metanol) atau produksi asam
endogenous lain dari :


-          β – hydroxybutyrate
dan acetoacetae pada ketoasidosis


-          Laktat dalam
asidosis laktat


-          Asam organik pada
insufisiensi ginjal


Salah satu penyebab paling sering dari asidosis metabolik berat pada pasien
bedah dengan asidosis laktit. Dengan shock, laktat diproduksi dari produk
perfusi jaringan yang inadekuat. Terapi adalah untuk mengembalikan perfusi.


Asam laktat dimetabolisasi dan kadar pH kembali normal. Pemasukan bikarbonat
untuk terapi asidosis metabolik masih kontroversial karena tidak jelas bahwa
asidosis akan menghilang. Pemasukan bikarbonat yang berlebihan dapat
menyebabkan alkalosis metabolik, yang merubah kurva disosiasi oxyhemoglobin ke
kiri, bertentangan dengan keluarnya oksigen pada kadar jaringan, dan dapat
dihubungkan dengan aritmia yang sulit diobati. Kerugian lainnya adalah sodium
bicarbonat yang dapat mengeksaserbasi asidosis intraselular . Pemasukan
bikarbonat dapat dikombinasikan dengan ion hidrogen yang banyak untuk membentuk
asam karbonik , yang kemudian dikonversi menjadi CO2 dan air, yang
dapat meningkatkan PCO2. Hal ini merupakan keadaan yang merugikan
dan dapat menyebabkan ventilasi abnormal pada pasien dengan sindrom akut
distres respirasi. CO2 ini dapat masuk ke dalam sel, tapi bikarbonat
tetap di ekstra seluler, hal itu akan memperburuk keadaan asidosis
intraseluler. Ada
beberapa buffer yang tidak meningkatkan produksi CO2 dan menghindari
asidosis intraselular, termasuk carbicarb dan tromethamine. Carbicarb adalah
campuran eqimolar dari sodium bikarbonat dan sodium karbonat. Campuran karbonat
dengan ion hidrogen, menghasilkan bikarbonat lebih dari CO2.
Bagaimanapun, buffer ini belum sesuai digunakan untuk manusi. Buffer alternatif
yang juga tidak menghasilkan CO2 dan sesuai untuk penggunaan klinis
adalah Tris – hydroxmethyl amino methane (THAM). THAM dieksresikan oleh ginjal
dan biasa digunakan pada pasien insufisiensi ginjal dengan hati-hati. Efek
samping meliputi hiperkalemia dan hipoglikemia.


Asidosis metabolik dengan AG normal dari pemasukan asam lain (HCL atau NH4+)
atau kehilangan bikarbonat yang bersumber dari gastrointestinal seperti diare,
fistula (enterik, pankreatitis atau biliary), ureterosigmoidostomy atau
kehilangan anion dari ginjal, kehilangan bikarbonat diimbangi dengan masuknya
klorid, yang menyebabkan perubahan AG. Untuk mengetahui bahwa kehilangan
bikarbonat disebabkan oleh renal, kadar [NH4+] dalam urin
yang rendah menunjukkan adanya asidosis hiperkloremik yang mengindikasikan
adanya kehilangan anion melalui ginjal dan evaluasi untuk asidosis renal
tubular dapat dilakukan. Asidosis tubular proksimal ginjal dihasilkan dari
penurunan reabsorbsi dari HCO3-, ketika asidosis renal
tubular distal dihasilkan dari penurunan eksresi asam. Inhibitor karbonik
anhidrase asetazolamid juga dapat menyebabkan kehilangan bikarbonat dari
ginjal.


ALKALOSIS METABOLIK


Homeostasis asam basa normal menghindari terjadinya alkalosis metabolik
melalui peningkatan dari pembentukan bikarbonat dan melemahkan eksresi
bikarbinat dari ginjal. Mayoritas dari pasien juga akan mengalami hipokalemi.
(perubahan ion kalium ekstraseluler dengan ion hidrogen intraseluler,
menyebabkan ion hidrogen dapat menjadi buffer dari HCO3-).
Masalah yang dapat ditemui pada pasien bedah dengan obstruksi pyloric (dapat
dilihat pada bayi dengan stenosis pyloric atau dewasa penyakit duodenal ulcer)
adalah hipokloremik, hipokalemik, atau alkalosis metabolik. Menyebabkan
alkalosis hipokloremik dalam urin tinggi untuk mengkompensasi alkalosis.
Reabsorpsi ion hidrogen juga terjadi bersamaan dengan eksresi ion kalium.
Ditambahkan juga, pada respon terhadap defisit volume, aldosterone – mediated
reabsorpsi natrium bersamaan dengan eksresi kalium.


KEGAGALAN RESPIRATORI


Dalam keadaan normal PCO2 dijaga secara ketat oleh ventilasi
alveolar, dan dikontrol oleh pusat pernapasan pada pons dan medula oblongata.








ASIDOSIS RESPIRATORY


Keadaan ini berhubungan dengan retensi CO2 untuk meningkatkan
ventilasi alveolar. Penyebab utama dapat dilihat pada tabel 2-10. Sebagai
kompensasi utama adalah ginjal, yang merupakan respon yang lambat. Pengobatan
ditujukan untuk faktor penyebab dan pengukuran untuk menjamin ventilasi yang
adekuat. Tindakan ini memerlukan strategi ventilasi patient-initiated volume
expansiun atau non invasive ( bilevel positive airway pressure, BIPAP) atau
invasiv (intubasi endotrakeal).


ALKALOSIS RESPIRATORY


Pada banyak kasus alkalosis respiratori terjadi secara akut dan sekunder
pada hiperventiasi alveolar. Penyebabnya termasuk nyeri atau gelisah, kelainan
neurologi ( meningitis, trauma), obat-obatan ( seperti salisilat ), demam,
bakterimia gram – , thyrotoxicosis, atau hipoksemia. Hipokapnea akut dapat
menyebabkan pemasukan potassium dab fosfat kedalam sel dan meningkatkan
pengikatan calsium terhadap albumin, menyebabkan hipokalemia simptomatik,
hipofosfatemia, dan hypocalemia, yang kemudian dapat terjadi aritmia,
parestesi, kejang pada otot dan bangkitan. Pengobatan ditujukan untuk mengobati
penyebab penyakit, dan juga mengobati hiperventilasi yang terjadi.


TERAPI CAIRAN DAN ELEKTROLIT


LARUTAN PARENTERAL


Ada sejumlah
larutan elektrolit komersial yang dapat digunakan untuk pemasukan parenteral.
Jenis cairan yang dimasukkan tergantung pada status volume pasien dan tipe
konsentrasi atau adanya komposisi abnormal. Baik ringer laktat dan normal
saline bersifat isotonik dan bermanfaat dalam menggantikan kehilangan cairan
gastrointestinal dan defisit volume ekstraseluler. Ringer laktat bersifat agak
hipotonik karena mengandung 130 mEq Natrium, yang diseimbangkan dengan 109 mEq
klorida dan 28 mEq laktat. Laktat lebih sering digunakan dibandingkan bikarbonat
karena laktat bersifat lebih stabil sebagai cairan intravena selama
penyimpanan. Laktat diubah menjadi bikarbonat di hati mengikuti proses
pencairan, walaupun dihadapkan pada syok hemoragik. Beberapa bukti menunjukkan
bahwa resusitasi menggunakan ringer laktat dapat menyebabkan kerusakan karena
RL mengaktivasi respon inflamasi dan menyebabkan terjadinya apoptosis. Komponen
yang terlibat adalah isomer D laktat, yang berbeda dengan isomer D, bukan
merupakan perantara yang normal pada metabolisme mamalia. Biasanya larutan
mengandung campuran 50:50 dari D dan isomer.


Penelitian in vitro menunjukkan bahwa hanya isomer D yang tidak mengaktivasi
neutrofil.


Larutan Elektrolit Parenteral




























Larutan



Komposisi elektrolit ( mEq/L )



Na



Cl



K



HCO3-



Ca



Mg



mOsm



Cairan ekstraseluler

Ringer Laktat


Natrium Klorida 0,9%


D5 0,45% natrium klorida


D5 W


Natrium Klorida 3%




142

130


154


77


513




103

109


154


77


513




4

4




27

28




5

3




3



280-310

273


308


407


253


1026




Natrium klorida bersifat sedikit hipertonik, mengandung 154 mEq Na yang
diseimbangkan dengan 154 mEq Cl. Konsentrasi klorida tertinggi mengakibatkan
beban Cl signifikan melewati ginjal dan dapat menyebabkan asidosis metabolic
hiperkloremi. NaCl merupakan larutan yang ideal, untuk koreksi deficit volume
yang berhubungan dengan hiponatremia, hipokloremia, dan asidosis metabolic.


Konsentrasi larutan Na yang rendah, misalnya 0,45%, bermanfaat untuk
menggantikan kehilangan cairan, melalui gastrointestinal, juga untuk memelihara
terapi cairan setelah periode postoperative. Larutan ini menyediakan air yang
cukup untuk kehilangan air yang bersifat insensible dan cukup Na untuk membantu
ginjal mengkoreksi kadar Na serum. Penambahan dekstrose 5% (50 gr of
dekstrose/L) mengandung 200 kkal/L dan D5% selalu ditambahkan pada larutan yang
mengandung NaCl < 0,45% untuk memelihara osmolaritas dan hal tersebut
berguna untuk mencegah terjadi lisis sel darah merah yang dapat trjadi pada
infus cairan hipertonik yang cepat. Penambahan K bermanfaat untuk menjaga
fungsi ginjal dan urin output yang kuat.


CAIRAN RESUSITASI ALTERNATIF


Sejumlah larutan alternative untuk ekspansi volume dan resusitasi telah
tersedia table 2-12 larutan salin hipertonik (3,5% dan 5% digunakan untuk
mengatasi deficit Na yang berat. Salin hipertonik (7,5% ) digunakan sebagai terapi
pada cedera kepala tertutup. Salin hipertonik meniungkatkan perfusi cerebral
dan menurunkan tekanan intracranial, hal tersebut akan meunurunkan edema otak.
Salin hipertonik dalamjumlah kecil, dibandingkan dengan salin isotonic dalam
jumlah besar, lebih efektif dalam meningkatkan volume pada shock hemoragik.
Bagaimanapun harus diperhatikan juga dalam meningkatkan darah, seperti salin
hipertonik sebagai vasodilator arteriola.


Koloid juga digunakan pada pasien bedah dan masih diperdebatkan sebagai
penambahan volume dibandingkan kristaloid isotonic. Melalui berat molekulnya
koloid tertahan di ruang intravascular. Bagaimanapun pada kondisi shock
hemoragik berat, permeabilitas membrane kapiler meningkat, menyebabkan koloid
dapat masuk ke ruang interstitial yang dapat memperburuk edema dan merusak
oksigenasi jaringan.


Ada empat
tipe koloid yaitu :


-          Albumin


-          Dekstran


-          Beta starch


-          Gelatin


Larutan dengan ukuran partikel lebih kecil dan berat molekul lebih kecil
mempunyai efek onkotik yang lebih besar, tapi tertahan dalam sirkulasi pada
periode lebih singkat dibandingkan koloid dengan ukuran partikel lebih besar
dan berat molukul lebih besar.


Albumin (berat molekul 70000) merupakan derifat dari darah, oleh karena itu
dapat dihubungkan dengan reaksi alergi. Albumin dapat menginduksi gagal ginjal
dan merusak fungsi paru jika digunakan untuk resusitasi shock hemoragik.


Dextran adalah polimer glukosa yang dihasilkan oleh pertumbuhan bakteri pada
media sukrosa dan tersedia dalam larutan dengan berat molekul 40.000 atau
70.000. Dextran menambah volume melalui efek osmotiknya. Dextran terutama lebih
banyak digunakan untuk menurunkan viskositas darah daripada penambahan volume.


Larutan hydroxyethyl starch merupakan kelompok lain dari larutan pengganti
volume dan plasma. Kerusakan hemostatik menyebabkan menurunnya faktor
willebrand dan faktor VIII : c dan telah digunakan pada perdarahan postoperatif
jantung dan saraf. Heta starch juga menyebabkan disfungsi ginjal pada pasien
dengan shock septik dan pada resipien donor ginjal dari donor yang mati batang
otak. Heta Starch tidak berperan banyak pada resusitasi masif karena dapat
menyebabkan koagulopati dan asidosis hiperkloremik.


Gelatin merupakan kelompok ke empat dari koloid yang diproduksi dari kolagen
sapi. Ada dua
jenis yaitu gelatin urea – linked dan succinylated gelatin (gelofusine).


MENGATASI ELEKTROLIT ABNORMAL


NATRIUM


HIPERNATREMIA


Penatalaksanaan hipernatrmia selalu dihubungkan dengan terapi defisit air.
Pada pasien hipovolemik diatasi dengan normal saline. Defisit air digantikan
dengan menggunakan cairan hipotonik seperti dekstrose 5%, dekstrose 5% pada ¼
normal saline atau air enteral.


Rumus untuk menghitung kebutuhan air untuk mengatasi hipernatremia :


Defisit air (L) = serum Na – 140 x TBW


140


Perkiraan TBW pada laki-laki 50%, wanita 40%


HIPONATREMIA


Banyak kasus hiponatremia dapat diatasi dengan restriksi air dan jika berat
ditambahkan Na. Pada pasien dengan fungsi renal normal hiponatremi tidak akan
terjadi jika serum Na ≥ 120 mEq/L. Jika terjadi gejala neurologik, maka normal
saline 3% digunakan untuk meningkatkan Na tidak lebih dari 1 mEq/L per jam
sampai kadar serum Na mencapai kadar 130 mEq/L atau gejala neurologik teratasi.
Koreksi dari hiponatremia yang asimptomatik dilakukan dengan meningkatkan kadar
Na tidak lebih dari 0,5 mEq/L sampai maksimum 12 mEq/L per hari dan lebih
rendah lagi pada hiponatremi kronik. Koreksi hiponatremi yang cepat dapat menyebakan
mielinolisis pons dengan kejang, lemah atau paresis, gerakan akinetik dan
unresponsif serta kerusakan otak permanen. MRI dapat membantu menegakkan
diagnosis.


KALIUM


HIPERKALEMIA


Terapi utama ditujukan untuk menurunkan K total tubuh, masuknya K dari
ekstraseluler ke intraseluler dan untuk memelihara sel dari efek 
meningkatnya K.











Terapi Hiperkalemia asimptomatik



  • Pengeluaran kalium


Kayexalate


Oral      : 15 – 30 g dalam 50 – 100 ml sorbitol
20%



Rectal   : 50 g dalam 200 ml sorbitol 20%


Dialisis



  • Pengantian kalium


1 ampul glukosa D50 dan insulin regular 5 – 10 unit IV


1 ampul bikarbonat IV



  • Menetralkan efek
    kardio


Kalsium glukonat 5 – 10 ml dalam larutan 10%




HIPOKALEMIA


Terapi untuk hipokalemi adalah dengan pemberian kalium. Pemberian secara
oral efektif untuk hipokalemia ringan dan asimptomatik. Jika diperlukan
pemberian secara intravena, tidak boleh lebih dari 10-20 mEq/h.


MAGNESIUM


HIPERMAGNESEMIA


Terapi untuk hipermagnesemia adalah dengan tidak memberikan Mg eksogen,
mengkoreksi defisit volume dan asidosis jika terjadi.


HIPOMAGNESEMIA


Koreksi deplesi Mg dapat dilakukan secara oral jika ringan dan asimptomatik.
Pemberian Mg dapat dilakukan secara intravena jika berat dan menimbulkan
gejala.


CALCIUM


HIPERKALSEMIA


Terapi diberikan jika hiperkalsemia menimbulkan gejala simptomatik, yang
terjadi jika kadar serum mencapai 12 mg/dl.


HIPOKALSEMIA


Hipokalsemia asimptomatik dapat diatasi dengan pemberian Ca secara oral atau
intravena.


TERAPI CAIRAN PREOPERATIF


Pemeliharaan cairan harus dilakukan  pada individu yang sehat sebelum
operasi.


Rumus untuk menghitung cairan :


0-10 kg I         = 100 ml/kgbb/hari


10-20 kg II      = 50 ml/kgbb/hari


>20 kg III        = 20 ml/kgbb/hari


Evaluasi preoperatif status volume pasien dan elektrolit abnormal yang ada
merupakan bagian yang  penting pada penilaian dan perawatan preoperatif.


Jika telah terdiagnosa defisit volume harus dilakukan penggantian cairan
secara cepat, biasanya digunakan kristaloid isotonik. Pasien yang mengalami
defisit volume dengan gejala kardiovaskular harus diberikan 1-2L cairan
isotonik infus. Monitoring yang ketat selama periode ini sangat penting. Pasien
yang gagal teratasi defisit volumenya biasanya fungsi ginjalnya rusak, dan pada
orang tua harus dibawah monitoring yang ketat di ICU, untuk mengontrol tekanan
vena sentral atau kardiak output.


TERAPI CAIRAN INTRAOPERATIF


Pada induksi anestesi mekanisme kompensasi akan hilang dan hipotensi akan
terjadi jika defisit volume tidak diatasi secara cepat sebelum operasi.
Ketidakstabilan hemodinamik dapat dihindari dengan mengkoreksi cairan yang
sudah hilang, menggantikan cairan yang sedang hilang dan menyediakan terapi
cairan yang adekuat sewaktu preoperatif.


TERAPI CAIRAN POSTOPERATIF


Setiap defisit selama preoperatif atau intraoperatif harus dikoreksi.
Resusitasi yang adekuat ditunjukkan dengan adanya perbaikan tanda vital dan
urine output, dengan koreksi defisit basa atau laktat.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "CAIRAN & ELEKTROLIT "

Posting Komentar