Kontrak Patungan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Kontrak atau perjanjian adalah kesepakatan antara dua orang atau lebih mengenai hal tertentu yang disetujui oleh mereka.
Ketentuan umum mengenai kontrak diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia.
Belakangan
ini banyak sekali perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh beberapa perusahaan
yang masing-masing berdiri sendiri dan kemudian membentuk suatu kerjasama
kemitraan dengan menggabungkan potensi usaha termasuk know how dan modal. Dimana
lama jangka waktu join venture adalah sesuai dengan perjanjian joint venture.
Kontrak Joint Venture, UU No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing,
termasuk kontrak innominaat.
Didalam
makalah ini kami akan membahas salah satu bentuk dari kontrak innominat, yakni joint venture atau yang biasa disebut
sebagai kontrak patungan.
1.2
Idenifikasi dan Rumusan
Masalah
a. Bagaimana tahapan dalam pembuatan jontrak joint venture?
b. Bagaimana
bentuk dan substansi kontrak joint
venture?
c. Siapa
saja para pihak dan objek dalam kontrak joint
venture?
d. Berapa
lama jangka waktu yang diperlukan di dalam kontrak joint venture?
e. Bagaimana
penyelesaian sengketa kontrak joint
venture?
1.3
Tujuan Penulisan
Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan joint
venture dan dimana tempat pengaturannya, bagaimana tahapan dalam pembuatan jontrak joint venture, bagaimana bentuk dan
substansi kontrak joint venture, siapa
saja para pihak dan objek dalam kontrak joint
venture, berapa lama jangka waktu yang diperlukan di dalam kontrak joint venture, dan bagaimana penyelesaian sengketa kontrak joint venture.
1.4
Manfaat Kegunaan
Penulisan
Agar
kita dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan joint venture dan dimana tempat pengaturannya, bagaimana tahapan dalam pembuatan jontrak joint venture, bagaimana bentuk dan
substansi kontrak joint venture, siapa
saja para pihak dan objek dalam kontrak joint
venture, berapa lama jangka waktu yang diperlukan di dalam kontrak joint venture, dan bagaimana penyelesaian sengketa kontrak joint venture.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Istilah, pengertian, dan pengaturan kontrak joint venture
Istilah kontrak patungan merupakan
terjemahan dari kata joint venture contract atau joint venture agreement. Di
dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, disebut dengan
istilah perjanjian kemitraan. Hakikat perjanjian kemitraan adalah kerjasama
antara pengusaha kecil dengan pengusaha menengah dan besar. Kerjasama ini
menyangkut tentang permodalan maupun skill.[1]
Para ahli mencoba mengemukakan
berbagai pandangannya tentang pengertian dan hakikat dari kontrak joint venture
-
Peter Mahmud mengemukakan bahwa kontrak joint venture adalah
”suatu kontrak antara dua perusahaan untuk membentuk suatu perusahaan joint
venture.” ( Peter Mahmud, 2000:10)
-
Erman Rajagukguk dkk. mengemukakan bahwa yang dimaksud
dengan joint venture agreement adalah “suatu kerja sama antara pemilik modal
asing dengan pemilik modal nasional berdasarkan suatu perjanjian (kontraktual)”
(Erman Rajagukuguk, dkk: 1995:200)
Pengertian
tersebut mempunyai satu
kesepakatan bahwasanya joint venture ialah suatu perjanjian, maka harus
memenuhi syaratsahnya suatu perjanjian.
Menurut
ketentuan dalam Pasal 1320 KUHPerdata, kerja sama ini bertujuan untuk memadukan
keunggulan sektor swasta seperti modal, teknologi, kemampuan manajemen, dengan
keungguln pemerintah yakni kewenangan dan kepercayaan masyarakat[2]
Inti dari kedua definisi tersebut
adalah bahwa kontrak joint venture merupakan
1.
kerjasama antara pemodal asing dan nasional
2.
membentuk perusahaan baru, antara pengusaha asing dengan pengusaha nasional;
3.
didasarkan pada kontraktual
2.2
Jenis-Jenis Kontrak Joint Venture
Kontrak joint venture dapat
dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1. Joint venture domestic, terjadi
antara perusahaan domestic, yaitu perusahaan yang terdapat di dalam negeri
2. Joint venture
internasional, apabila salah satu dari perusahaan itu adalah perusahaan asing
2.3
Manfaat Kontrak Joint Venture
1. Pembatasan risiko
Melaksanakan
suatu kegiatan yang penuh risiko dapat menimbulkan suatu kerja sam. Dengan
bersatu, risiko dapat disebar kepada peserta-peserta
2. Pembiayaan
Dengan kerjasama, usaha
mendayagunakan modal dapat dilakukan dengan sederhana dengan menyatukan modal
yang dibutuhkan.
3. Menghemat tenaga
Jika dilihat dari kekuatan tenaga
kerja yang dibutuhkan bahwa dengan penanganan yang disatukan, akan mengurangi
personalia yang dibutuhkan disbanding dengan kegiatan yang dilakukan sendii
oleh setiap perusahaan.
4. Rentabilitas
Dapat memperbaiki rentabilitas dari investasi-investasi
5. Kemungkinan optimasi know-how
Mampu menyatukan patner-patner yang tidak sejenis baik dalam
negara atau luar negara
6. Kemungkinan pembatasan kongkurensi (saling
ketergantungan)
2.4
Pengaturan Kontrak Joint Venture
Dalam
peraturan perundang undangan secara umum dapat dikatakan bahwa semua bentuk
kerjasama antar perusahaan dapat ditampung kedalam bentuk usaha joint venture,
tanpa memandang besar kecilnya modal, kekuasaan ekonomi ataupun lokasi masing
masing partnership yang bersangkutan, seperti yang terdapat dalam beberapa
peraturan perundang yang mengatur tentang kontrak joint venture antara lain:
1.
Pasal 23 UU
Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing.
2. PP Nomor 17
tahun 1992. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1993 tentang Pemilikan Saham Perusahaan Penanaman
Modal Asing
3. Peraturan
Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 tentang Pemilikan Saham dalam Perusahaan yang
didirikan dalam Rangka Penanaman Modal Asing
4.
Surat Keputusan
Menteri Negara Penggerak dana Investasi/Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal
Nomor: 15/SK/1994 tentang Ketentuan Pelaksanaan Pemilikan Saham dalam
Perusahaan yang Didirikan dalam Rangka Penanaman Modal Asing. [3]
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Tahapan dalam pembuatan kontrak joint venture
Raaysmaker
mengemukakan faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam menjajaki kerja sama
joint venture, yaitu:
1. masing-masing
pihak dibutuhkan sikap meneliti atau mengenal kondisi dari patner yang diajak
kerja sama
2. bahwa untuk
memperoleh tujuan yang dapat berlangsung dalam tenggang waktu yang lama,
masing-masing pihak harus memikirkan pengetahuan atau know-how dalam
berbagai bidang.
Peter Mahmud
juga mengemukakan ada 10 hal yang harus diperhatikan oleh para pihak sebelum
kontrak joint venture ditandatangani, antara lain:
1.
jangka waktu perusahaan joint venture
2.
permodalan
3.
alokasi saham
4.
berakhirnya kontrak
5.
kepengurusan perusahaan joint venture
6.
distribusi keuangan
7.
risiko
8.
pengelolaan perusahaan sehari-hari
9.
adanya pihak pengganti apabila salah satu pihak keluar dari perusahaan joint
venture
10.
nonkompetisi dengan salah satu perusahaan joint venture tersebut
3.2
Bentuk dan substansi kontrak joint
venture
Raaysmaker
mengemukakan unsur-unsur pokok yang perlu dimuat dalam kontrak joint venture,
sebagaimana dikemukakan berikut ini:
1.
Uraian tentang pihak-pihak di dalam
kontrak
2.
Pertimbangan atau Konsiderans
3.
Uraian tentang tujuan
4.
Waktu
5.
Ketentuan-ketentuan perselisihan
6.
Organisasi dari kerjasama
7.
Pembiayaan
8.
Dasar penilaian
9.
Hubungan Khusus antara Patner dan
Perusahaan joint venture
10.
Peralihan saham
11.
Bentuk hukum dan Pilihan Hukum
12.
Pemasukan oleh patner
3.3
Para pihak dan objek dalam kontrak joint
venture
Para pihak yang
terkait dalam kontrak ini adalah perusahaan Penanaman Modal Asing dengan
WNI dan atau badan hukum Indonesi. Badan Hukum Indonesia terdiri dari BUMN,
BUMD, Koperasi, Perusahaan PMA, Perusahaan PMDN, Perusahaan Non-PMA/PMDN
Objek dari
kontrak ini adalah adanya kerja sama patungan antara Perusahaan PMA dengan WNI
atau dan badan hukum Indonesia terkait kepemilikan saham atau modal yang
disetor
[4]
3.4 Jangka waktu kontrak joint
venture
Jangka waktu kontrak
ini ditentukan oeh para pihak yang dituangkan dalam kontrak joint venture.
Berdasarkan hasil kajian terhadap berbagai kontrak joint venture yang dibuat
oleh para pihak maka jangka waktu yang ditentukan adalah selama 20 tahun dan
dapat diperpanjang. Akan tetapi dalam Peraturan pemerintah Nomor 20 Tahun 1994
ditentukan bahwa perusahaan yang diidrikan dalam waktu 30 (tiga puluh) tahun
terhitung sejak perusahaan berproduksi komersial.
3.5 Penyelesaian sengketa
Hukum yang
digunakan dalam kontrak ini adalah hukum Indonesia. Ini berarti bahwa hukum
yang berlaku dalam pembentukan PT Joint venture adalah menggunakan
Undang-Undang Nomor 9 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Sedangkan
penyelesaian yang tidak dapat diselesaikan oleh para pihak, maka harus tunduk
pada ketentuan International Chambers of Commerce (ICC).
Prosedur yang
harus ditempuh oleh para pihak yang ingin menyelesaikan sengketa melalui
lembaga arbitrase ICC antara lain:
1.
Pengajuan permintaan
Permintaan
dapat diajukan langsung atau melalui komisi nasional kepada Sekretariat
Arbitrase (Pasal 3 (1). Permintaan harus berisis :
a. nama lengkap, keterangan, dan alamat
para pihak;
b. pernyataan sengketa oleh penuntut;
c. perjanjian-perjanjian yang relevan
dan khususnya perjanjian untuk berarbitrase, dokumen-dokumen atau informasi/keterangan lainnya yang
menguraikan keadaan sengketa (keterangan sengketa);
d. hal-hal lain yang relevan mengenai
jumlah arbitrasitor dan pillihannya
2.
Sekretariat
Sekretariat akan mengirim dokumen
gugatan itu kepada tergugat untuk dijawab sebagaimana mestinya (Pasal 3 ayat
(3) Arbitration rule of ICC);
3.
Jawaban Tergugat
Tergugat dalam jangkan waktu 30 hari
sejak penerimaan dokumen gugatan, harus membuat komentar tentang jumlah
arbiter, prosedur pemilihan dan penunjukannya. Bersamaan dengan itu juga harus
membuat sanggahan dan melengkapinya dengan dokumen-dokumen yang relevan. Dalam
limit waktu yang sama, proposal itu harus dikirim kepada sekretariat. Jika
tergugat lalai memenuhi ketentuan itu, sekretariat akan memberitahukan hal itu kepada badan arbitrase
sesuai dengan ketentuan Arbitration rule
of ICC
4.
Counterclaim
Jika tergugat ingin atau sekaligus
mengajukan sanggahan (counterclaim)
dalam waktu yang sama (Pasal 5 ayat (2) Arbitration
rule of ICC), tergugat juuga harus mengirim sanggahan demikian kepada
sekretariat (Pasal 5 ayat (1) Arbitration
rule of ICC);
5.
Pemeriksaan
Pemeriksaan perkara oleh hakim
arbitrase dilakukan segera setelah para pihak memenuhi syarat dan prosedur
pendahuluan; serta
7. Keputusan
Pemeriksaan tersebut diakhiri dengan
pengambilan keputusan atas persetujuan para pihak. Batas pengambilan keputusan
adalah 6 bulan (Pasal 18 Arbitration rule
of ICC). Keputusan yang telah ditandatangani hakim akan diberitahukan
kepada para pihak oleh sekretaria. Keputusan itu bersifat final. Pengerian
keputusan sifat final adalah putusan akhir dan tidak boleh diadakan banding
atau kasasi, sebagaimana halnya dengan proses berperkara dalam proses beracara
melalui pengadilan.[5]
BAB IV
KESIMPULAN
Joint
venture adalah suatu perusahaan baru yang didirikan secara bersama-sama oleh
beberapa perusahaan yang berdiri sendiri dengan menggabungkan potensi usaha
termasuk know how dan modal. Lama jangka waktu join venture adalah sesuai
dengan perjanjian joint venture. Kontrak Joint Venture, UU No. 1 Tahun 1967
tentang Penanaman Modal Asing, termasuk kontrak innominaat.
DAFTAR
PUSTAKA
·
H.S, Salim.2005. Perkembangan
Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia. Jakarta : Sinar Grafika
·
http://ml.scribd.com/doc/27961516/Joint-Venture-Klp-4
·
Budiarta, Kustoro, 2010.Pengantar Bisnis.Mitra
Wacana, Jakarta.
·
Tim Dosen, 2012.Hukum Bisnis. Unimed, Medan.
·
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995
·
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
·
file:///D:/STHG/Semester%203/hk%20perikatan/HUKUM%20PERIKATAN%20%20%20Lispedia.htm
0 Response to "Kontrak Patungan"
Posting Komentar