Makalah Peberian Obat - BAB II


    BAB II

    PEMBAHASAN



    II.1    Prinsip – Prinsip Pemberian Obat Pada Pasien

    Menggambarkan 6 Benar dalam pemberian obat.

  
Supaya dapat tercapainya pemberian obat yang aman, seorang perawat
harus dapat melakukan 6 hal yangt benar; klien yang benar, obat yang
benar, dosis yang benar, waktu yang benar, rute yang benar, dan
dokumentasi yang benar.




    Memberikan pedoman keamanan dalam pemberian obat

  
Beberapa pedoman umum dalam pemberian obat dijelaskan dalam prosedur
pemberian obat obat yang benar yang terdiri dari 4 langkah (persiapan,
pemberian, pencatatan, dan hal-hal yang tidak boleh dalam pemberian
obat)


    Persiapan :

    Cuci tangan sebelum menyiapkan obat

    a.    Periksa riwayat, kardek dan riwayat alergi obat

    b.    Periksa perintah pengobatan

    c.    Periksa label tempat obat sebanyak 3 kali

    d.    Periksa tanggal kadaluarsa

    e.    Periksa ulang perhitungan dosis obat dengan perawat lain

    f.    Pastikan kebenaran obat yang bersifat toksik dengan perawat lain atau

         ahli Farmasi

    g.    Tuang tablet atau kapsul kedalam tempat obat. Jika dosis obat dalam unit,

          buka obat disisi  tempat  tidur pasien setelah memastikan   kebenaran

        identifikasi pasien

    h.    Tuang cairan setinggi mata. Miniskus atau lengkung terendah dari cairan

         harus berada pada garis dosis yang diminta

    i.    Encerkan obat-obat yang mengiritasi mukosa lambung (kalium, aspirin)

        atau berikan bersama-sama dengan makanan



    Pemberian :

    a.     Periksa identitas pasien melalui gelang identifikasi

  
b.    Tawarkan es batu sewaktu memberikan obat yang rasanya tidak enak.
Jika mungkin berikan obat yang rasanya tidak enak terlebih dahulu baru
kemudian diikuti dengan obat dengan rasa yang menyenangkan


    c.    Berikan hanya obat yang disiapkan

    d.    Bantu klien mendapatkan posisi yang tepat tergantung rute pemberian

    e.    Tetaplah bersama klien sampai obat diminum/dipakai

    f.    Jika memberikan obat pada sekelompok klien, berikan obat terakhir pada klien yang memerlukan bantuan ekstra.

  
g.    Berikan tidak lebih dari 2,5 – 3 ml larutan intramuscular pada
satu tempat. Bayi tidak boleh menerima lebih dari 1 ml larutan
intramuskuler pada satu tempat. Tidak boleh memberikan lebih dari 1 ml
jika melalui rute subkutan. Jangan menutup kembali jarum suntik.


    h.    Buang jarum dan tabung suntik pada tempat yang benar

    i.    Buang obat kedalam tempat khusus jangan kedalam tempat sampah

  
j.    Buang larutan yang tidak terpakai dari ampul. Simpan larutan
stabil yang tidak terpakai di dalam tempat yang tepat (bila perlu
masukkan ke dalam lemari es). Tulis tanggal waktu dibuka serta inisial
Anda pada label


    k.    Simpan narkotik kedalam laci atau lemari dengan kunci ganda

    l.    Kunci untuk lemari narkotik harus disimpan oleh perawat dan tidak boleh disimpan didalam laci atau lemari.



    Pencatatan :

    a.    Laporkan kesalahan obat dengan segera kepada dokter dan perawat supervisor. Lengkapi laporan peristiwa

    b.    Masukkan kedalam kolom, catatan obat yang diberikan, dosis, waktu rute, dan inisial Anda.

    c.    Catat obat segera setelah diberikan, khususnya dosis stat

    d.    Lap[orkan obat-obat yang ditolak dan alasan penolakan.

  
e.     Catat jumlah cairan yang diminum bersama obat pada kolom intake
dan output. Sediakan cairan yang hanya diperbolehkan dalam diet.


    Yang Tidak Boleh :

    a.    Jangan sampai konsentrasi terpecah sewaktu menyiapkan obat.

    b.    Jangan memberikan obat yang dikeluarkan oleh orang lain.

  
c.    Jangan mengeluarkan obat dari tempat obat dengan label yang sulit
dibaca, atau yang labelnya sebagian terlepas atau hilang


    d.    Jangan memindahkan obat dari satu tempat ke tempat lain

    e.    Jangan mengeluarkan obat ke tangan Anda

    f.    Jangan memberikan obat yang tanggalnya telah kadaluwarsa

    g.     Jangan menduga-duga mengenai obat dan dosis obat. Tanya jika ragu-ragu

    h.    Jangan memakaim obat yang telah mengendap, atau berubah warna, atau berawan.

    i.    Jangan tinggalkan obat-obat yang telah dipersiapkan

    j.     Jangan berikan suatu obat kepada klien jika ia memiliki alergi terhadap obat itu.

    k.    Jangan memanggil nama klien sebagai satu-satunya cara untuk mengidentifikasi

  
l.    Jangan berikan jika klien mengatakan bahwa obat tersebut
berlainan dengan apa yang telah ia terima sebelumnya.Periksa perintah
pengobatan.


    m.    Jangan menutup kembali jarum suntik.



    Faktor-Faktor yang Mengubah Respon Terhadap Obat

  
Respon Farmakologik terhadap suatu obat bersifat komplek, maka dari itu
perawat harus tahu jumlah dan macam-macam factor yang mempengaruhi
respon individu terhadap suatu obat.Faktor-faktor yang mempengaruhi
respon terhadap obat antara lain :


  
a.    Absorpsi : suatu variable yang utama dalam rute pemberian obat.
Absorpsi oral terjadi pada saat partikel-partikel obat keluar dari
saluran gastrointestinal (lambung dan usus halus) menuju cairan tubuh.
Setiap gangguan intestinal seperti muntah/diare akan mempengaruhi
absorpsi obat.


    b.    Distribusi : dengan protein merupakan pengubah utama dari distribusi obat didalam tubuh.

  
c.    Metabolisme / biotransformasi : semua bayi khususnya neonates dan
bayi dengan BBLR mempunyai fungsi hati dan ginjal yang belum matang,
demikian pula lansia juga kehilangan sebagian dari fungsi sel ginjalnya.
Hal ini akan berpengaruh pada metabolism obat.


    d.    Ekskresi : rute utama dari ekskresi obat adalah melalui ginjal, empedu, feses, paru-paru, saliva, dan juga keringat.

  
e.    Usia : Bayi dan lansia lebih sensitive terhadap obat-obatan.
Lansia hipersensitif terhadap barbiturate dan epnekan SSP. Klien seperti
ini mempunyai absorpsi yang buruk melalui saluran gastrointestinal
akibat berkurangnya sekresi lambung. Dosis bayi dihitung berdasarkan
berat badan dalam kilogram daripada berdasarkan usia biologis atau
gastrointestinalnya.


  
f.    Berat badan : dosis obat, misalnya anti neoplastik dapat
diberikan sesuai berat badan. Orang yang obesitas mungkin perlu
penambahan dosis atau sebaliknya.


  
g.    Toksisitas : Istilah ini merujuk pada gejala merugikan, yang bias
terjadi pada dosis tertentu. Hal ini sering terjadi pada orang-orang
yang mempunyai gangguan hati dan ginjal.


  
h.    Farmakokinetik : istilah ini merujuk pada factor-faktor genetic
terhadap respon obat. Jika orang tua Anda memiliki respon yang merugikan
terhadap suatu obat, mungkin Anda juga bisa memiliki hal yang sama.


    i.    Rute pemberian : obat-obat yang diberikan intravena lebih cepat bekerja daripada yang diberikan peroral.

    j.    Saat pemberian : ada atau tidaknya makanan didalam lambung dapat mempengaruhi beberapa kerja obat

    k.    Faktor emosional : komentar-komentar yang sugestif mengenai obat dan efek sampingnya dapat mempengaruhi efek obat

  
l.    Toleransi : kemampuan klien untuk merespon terhadap dosis
tertentu dari suatu obat dapat hilang setelah beberapa hari atau minggu
setelah pemberian.


    m.    Efek penumpukan : ini terjadi jika obat dimetabolisme atau diekskresi lebih lambat daripada kecepatan pemberian obat

    n.    Interaksi Obat : efek kombinasi obat dapat lebih besar, sama, atau lebih lemah dari efek obat tunggal.



    Bentuk dan Rute Pemberian Obat

  
Ada berbagai bentuk dan rute pemberian obat yaitu ; oral, transdermal,
topical, inhalasi (tetes, semprot ), suppositoria, selangnasogastrik,
parentral, dan gatrosnomi.


    Keterangan beberapa rute pemberian obat :

  
a.    Transdermal ; obat tersimpan didalam patch yang ditempelkan pada
kulit, diserap melalui kulit dan mempunyai efek sistemik.


  
b.    Topikal ; obat-obat yang diberikan melalui kulit dengan berbagai
cara, seperti dengan sarung tangan, spatel lidah, aplikator, dll


    c.    Instilasi : obat cair yang biasanya diberikan dalam bentuk tetes atau salep

    d.    Suppositoria ; adalah obat yang dimasukkan kedalam rectal atau vaginal



    II.2.    MACAM-MACAM PEMBERIAN OBAT

  
Dalam mengkonsumsi obat, ditemukan banyak cara yang dapat dilakukan
tergantung dari resep, dosis dan anjuran dokter. Berikut ini adalah
beberapa cara pemberian obat, diantaranaya adalah: Oral,
Sublingual,Inhalasi, Rektal, Pervaginam, Perenteral, Topikal/lokal




    Oral

  
Adalah obat yang cara pemberiannya melalui mulut. Untuk cara pemberian
obat ini relatif aman, praktis dan ekonomis. Kelemahan dari pemberian
obat secara oral adalah efek yang tibul biasanya lambat, tidak efektif
jika pengguna sering muntah-muntah, diare, tidak sabar, tidak
kooperatif, kurang disukai jika rasanya pahit (rasa jadi tidak enak),




    MEMBERIKAN OBAT MELALUI ORAL

    I. Persiapan alat :

    a. obat-obat (prive/R.S)

    b. gelas obat

    c. daftar obat

    d. tempat obat

    II. Pelaksanaan :

    1. Membagi obat ke tempat obat :

    a. mencuci tangan

    b. membaca instruksi pada daftar obat

    c. mengambil obat-obat (prive/R.S)

    d. menyiapkan obat dengan tepat menurut daftar obat (obat masih dalam

        kemasan/pembungkus)

    e. menyiapkan obat cair beserta gelas obat

    2. Membagikan obat kepada pasien :

    a. mencuci tangan

    b. mengambil  daftar  obat dan obat  kemudian  diteliti  kembali,  sambil

        membuka pembungkus obat

    c. menuangkan obat cair ke dalam gelas obat, jaga kebersihan etikat obat

    d. membawa obat dan daftar obat ke pasien sambil mencocokkan nama pada

        tempat tidur dengan nama daftar obat

    e. memastikan pasien benar dengan memanggil nama pasieo sesuai dengan

        nama pada daftar obat

    f.    memberi obat satu-persatu ke pasien sambil menunggu sampai pasien selesai minum

    III. Hal yang perlu diperhatikan :

     a. teliti

     b  tanggung jawab

     c. jujur

    ASUHAN KEPERAWATA  PEMBERIAN OBAT MELALUI ORAL

    Tinjauan Umum

    Menyiapkan dan memberikan obat untuk pasien sadar melalui mulut dan dilanjutkan untuk ditelan

    PERSIAPAN

    Persiapan Klien

    a.   Cek perencanaan Keperawatan klien

    b. Klien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan

    Persiapan Alat

    a.   Obat yang sudah ditentukan

    b.   Gelas dan daftar obat

    PELAKSANAAN

    a.   Perawat cuci tangan

    b.  Mengambil daftar obat dan obat kemudian diteliti kembali, smambil

          membuka pembungkus obat

    c.   Menuangkan obat cair kedalam gelas obat, jaga kebersihan etiket obat

    d.   Membawa obat da daftar obat ke klien sambil mencocokan nama pada

          tempat tidur dengan nama pada daftar obat

    f.   Memberi obat satu persatu ke klien sambil menunggu sampai klien selesai minum

    g.   Perawat cuci tangan

    h.   Catat tindakan yang telah dilakukan

    EVALUASI

    a.    Perhatikan respon klien dan hasil tindakan

    DOKUMENTASI

  
Mencatat tindakan yang telah dilakukan (waktu pelaksanaan, respon
klien, hasil tindakan,nama obat dan dosis, perawat yang melakukan ) pada
catatan keperawatan


    Mekanisme absorpsi obat dalam berbagai rute pemberian:

    Rute oral

  
Cara pemberian yang paling sering dengan berbagai alasan . Beberapa
obat diabsorpsi di lambung, namun duodenum sering merupakan jalan masuk
utama sirkulasi sistemik karena permukaan absorpsinya lebih besar.
Metabolisme langkah pertama oleh usus atau hati membatasi efikasi banyak
obat ketika diminum per oral. Makanan dalam lambung memperlambat waktu
pengosongan lambung sehingga obat dihancurkan oleh asam. Pada usus lua




    Sublingual

  
Adalah obat yang cara pemberiannya ditaruh di bawah lidah. Tujuannya
adalah agar efek yang ditimbulkan bisa lebih cepat karena pembuluh darah
di bawah lidah merupakan pusat dari sakit. Kelebihan dari cara
pemberian obat dengan sublingual adalah efek obat akan terasa lebih
cepat dan kerusakan obat pada saluran cerna dan metabolisme di dinding
usus dan hati dapat dihindari.


    

    MEMBERIKAN OBAT MELALUI SUBLINGUAL

    I. Persiapan alat :

    a. obat yang sudah ditentukan dalam tempatnya

    II. Pelaksanaan :

    a. menjelaskan kepada pasien tentang pemberian obat

    III. Langkah-langkah :

    a. memberikan obat kepada pasien

    b. memberitahu pasien agar meletakkan obat pada bagian bawah lidah,

        hingga terlarut seluruhnya

    c. menganjurkan pasie agar tetap menutup mulut, tidak minum dan

        berbicara selama obat belum terlarut seluruhnya

    IV. Hal yang perlu diperhatikan :

    a. sabar

    b. hati-hati

    c. ramah



    ASUHAN   KEPERAWATAN   PEMBERIAN   OBAT  MELALUI

    SUBLINGUAL



    TINJAUAN  UMUM

    Suatu kegiatan pelayanan keperawatan dalam memberikan obat yang

    diberikan  secara sub lingual

    PERSIAPAN

    Persiapan Klien

    a.    Cek perencanaan Keperawatan klien

    b Klien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan

    Persiapan Alat

    a.     Obat yang sudah ditentukan

    b.     Tongspatel (bila perlu )

    c.      Kasa untuk membungkus tongspatel

    PELAKSANAAN

    a.   Perawat cuci tangan

    b.    Memasang tongspatel ( jika klien tidak sadar ) kalau sadar anjurkan klien untuk



    Mekanisme absorpsi obat dalam berbagai rute pemberian:

    Rute bukal (sublingual)

  
Penempatan di bawah lidah memungkinkan obat berdifusi ke dalam anyaman
kapiler dan secara langsung masuk ke dalam sirkulasi sistemik.
Keuntungannya adalah obat melakukan bypass melewati usus dan hati dan
tidak diinaktivasi oleh metabolisme. Pemberian ini hanya mungkin untuk
obat  yg dapat diabsorpsi dengan mudah dan tidak untuk obat yang
memiliki rasa tidak enak.


    Inhalasi

  
Adalah obat yang cara pemberiannya dengan cara disemprotkan ke dalam
mulut. Kelebihan dari pemberian obat dengan cara inhalasi adalah
absorpsi terjadi cepat dan homogen, kadar obat dapat terkontrol,
terhindar dari efek lintas pertama dan dapat diberikan langsung kepada
bronkus. Untuk obat yang diberikan dengan cara inhalasi ini obat yang
dalam keadaan gas atau uap yang akan diabsorpsi akan sangat cepat


    bergerak melalui alveoli paru-paru serta membran mukosa pada saluran pernapasan.



    Mekanisme absorpsi obat dalam berbagai rute pemberian:

    Inhalasi (melalui paru-paru)

  
Inhalasi (umumnya berupa aerosol) memberikan pengiriman obat yang cepat
melewati permukaan luas dari saluran nafas dan epitel paru-paru, yang
menghasilkan efek hampir sama cepatnya dengan IV. Cocok untuk zat dalam
bentuk gas. Dengan luas perukaan alveolar besar (70 – 100 m2), selain
mengabsorpsi zat berupa zat dapat juga mengabsorpsi cairan dan zat
padat. Utamanya untuk terapi lokal dalam daerah saluran pernafasan.




    Rektal

  
Adalah obat yang cara pemberiannya  melalui dubur atau anus. Maksudnya
adalah mempercepat kerja obat serta bersifat lokal dan sistematik.


    Memberikan obat melalui rektal

    I. Persiapan alat :

    a. obat yang diperlukan

    b. piala ginjal

    c.  sarung tangan

    II. Persiapan pasien :

    - memberitahu dan menjelaskan kepada pasien mengenai prosedur yang akan

    dilakukan

    - memasang tabir di sekeliling tempat tidur

    III. Langkah-langkah :

    a.  menawarkan pasien untuk buang air kecil atau buang air besar

    b.  membebaskan pakaian bagian bawah

    c.  meletakkan piala ginjal di bawah anus

    d.  perawat memakai sarung tangan

    e.  memasukkan obat ke dalam rectum sambil menyuruh pasien menarik

         nafas   panjang. Selama 20 menit pasien istirahat baring

    f.  melepaskan sarung tangan dan meletakkan pada piala ginjal

    g   merapikan pakaian pasien dan lingkungannya dan perawat mencuci tangan

    IV. Hal yang perlu diperhatikan :

    a.  hati-hati

    b.  teliti

    c.  sabar

    d.  sopan

    Mekanisme absorpsi obat dalam berbagai rute pemberian:

    3. Rute rektal

  
Lima puluh persen aliran darah dari rektum memintas sirkulasi portal
(melalui hati biasanya pada rute oral), sehingga biotransfortasi obat
oleh hati dikurangi. Bagian obat yang diabsorpsi dalam 2/3 bagian bawah
rektum langsung mencapai vena cava inferior dan tidak melalui vena
porta. Keuntungan pemberian melalui rektal (juga sublingual) dl mencegah
penghancuran obat oleh enzim usus atau pH dalam lambung. Rute rektal
juga berguna untuk obat yang menginduksi muntah jika diberikan secara
oral atau jika penderita mengalami muntah-muntah.


    Pervaginam

    Untuk obat ini bentuknya hampir sama atau menyerupai obat yang diberikan secara rektal, hanya saja dimasukan ke dalam vagina



    MEMBERIKAN OBAT MELALUI VAGINA

    I. Persiapan alat :

    a.  suppositoria vagina

    b.  sarung tangan

    c.  handuk bawah

    d.  piala ginjal

     kertas klosed

    II. Pelaksanaan :

    a.   memberitahu pasien tentang tindakan yang akan dilakukan

    b.   menyiapkan lingkungan

    c.    membuka pakaian bawah, menutupi dengan handuk bawah

    d.   memberikan posisi dorsal recumbent

    III. Langkah-langkah :

    a.  membuka pembungkus suppositoria

    b.   menggunakan sarung tangan

    c.   k/p melumasi suppositoria tipis-tipis

    d.   membuka libia agar nampak meatus vagina

    e.   masukkan suppositoria ke dalam liang vagina kurang lebih 8-10 cm atau

          sedalam mungkin

    f.   mengeluarkan jari tangan dan membuka sarung tangan

    g.  memberikan posisi supine selama 5-10 menit, meninggikan panggul dengan satu bantal

    h.  mencuci tangan

    IV. Sikap :

    a.  hati-hati

    b.  teliti

    c.  sopan



    Parenteral

  
Adalah obat yang cara pemberiaannya tanpa melalui mulut (tanpa melalui
saluran pencernaan) tetapi langsung ke pembuluh darah. Misalnya sediaan
injeksi atau


  
suntikan. Tujuannya adalah agar dapat langsung menuju sasara.
Kelebihannya bisa untuk pasien yang tidak sadar, sering muntah dan tidak
kooperatif. Akan tetapi cara pemberian obat dengan cara ini kurang aman
karena jika sudah disuntikan ke dalam tubuh tidak bisa dikeluarkan lagi
jika terjadi kesalahan.


    Topikal/lokal

    Adalah obat yang cara pemberiannya bersifat lokal, misalnya tetes mata, salep, tetes telinga dan lain-lain



    II.3     Mekanisme Absorpsi Obat

   
absorpsi intramuskular, absorpsi intravaskular, absorpsi lewat hidung,
absorpsi obat, absorpsi peroral, absorpsi rektal, absorpsi subkutan,
absorpsi sublingual, inhalasi, mekanisme absorpsi obat


  
Setelah diliat2 ternyata lumayan banyak yg nyari info ttg Absorpsi obat
dan tetek bengeknya, mo nyari tugas ya?? hehe.. Oke deh kalo begitu
saya coba tulis deh mengenai absorpsi obat, g terlalu lengkap sih tapi
mudah2n bisa membantu..


  
Aborpsi obat adalah proses penyerapan obat dari tempat mulai dicerna
sampai obat bekerja dan kadarnya tidak mengalami perubahan sehingga
memberikan efek.. Mekanisme absorpsi obat secara umum:


  
a.    Difusi pasif, penembusan ke dalam membran dengan adanya perbedaan
knsentrasi dan tanpa bantuan. Transport senyawa berbanding langsung
dengan landaian konsentrasi, koefisien distribusi senyawa serta
koefisien difusi berbanding terbalik dengan tebal membran.


    b.    Difusi terfasilitasi, proses penembusan tanpa menggunakan energi (ATP) tetapi memerlukan bantuan pembawa (carrier).

  
c.    Transport aktif, menggunakan energi dari sintesis ATP karena
senyawa memasuki suatu membran dengan melawan gradien (melawan
konsentrasi  kebalikan dari difusi pasif).


  
d.    Pinositosis, untuk molekul besar berupa cairan, mekanismenya
seperti fagositosis (fagositosis untuk berupa partikel padat)


  
e.    Pasangan ion, senyawa2 tertentu yang di dalam tubuh/ di luar
membran sel mengalami ionisasi sehingga sukar diserap maka senyawa
tersebut berikatan dengan senyawa yang berlawanan muatan kemudian
dihantar menembus membran sel dan masuk ke dalam cairan intraseluler.




    II.4.    Terapi Insulin untuk Praktek Sehari-hari .

  
Dalam praktek sehari-hari diabetes mellitus yang membutuhkan tera­pi
insulin merupakan kasus yang sering dijumpai. Kepiawaian dokter (umum
maupun spesialis) da­lam perawatan pasien salah satunya da­pat diukur
dari ketelitiannya dalam manajemen pasien DM yang membutuhkan in­su­lin,
pendapat Prof. Dr. Sarwono Was­pa­dji, Sp.PD. Khusus bagi penderita DM
tipe I (IDDM) insulin merupakan kebutuh­an pokok yang tidak bisa
ditawar-tawar lagi. Tahun 1921, ekstrak insulin dari he­wan dibuat oleh
para ilmuwan dari Uni­ver­sity of Toronto, Ontario, Canada. Saat ini
penyulingan insulin sudah mengalami per­kembangan yang sangat pesat
dengan ha­sil yang makin memuaskan.


  
Penderita IDDM (DM tipe 1) umumnya tidak banyak mengalami masalah jika
ha­rus mengkonsumsi insulin mengingat itu merupakan satu-satunya obat
yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Sedangkan pa­sien NIDDM (DM tipe 2)
relatif memiliki ke­sukaran yang lebih dalam mengguna­kan insulin,
mengingat masih ada bebera­pa lini pilihan terapi bagi mereka.


    

    Perkembangan insulin

  
Lebih dari 35 tahun lalu, pendekatan pa­sien IDDM sangat konvensional
de­ngan pemberian Neutral Protamine Hage­dom (NPH) dan insulin dua kali
sehari. Saat ini pasien IDDM hampir semua men­da­pat terapi bolus/basal.
Namun secara ga­ris besar penggantian insulin merupa­kan cara yang
paling efektif untuk men­de­kati kondisi fisiologis. Saat ini
perkem­bang­an pemberian insulin ialah variasi ca­ra pemberian yang
makin mudah dan nya­man. Ada yang memilih pompa infus insulin subkutan
atau injeksi insulin bo­lus, hingga metode inhalasi sebagai pilih­an
terbaru.


  
Penggunaan insulin pada penderita DM tipe 2 juga terus mengalami
perkembangan. Pada prinsipnya patofisiologi DM tipe 2 ialah terjadinya
resistensi insulin di membran sel (kelainan kerja insulin) yang
terus-menerus sehingga mengganggu se­kresi insulin. Resistensi yang
berlangsung lama ini menyebabkan berkurang­nya fungsi sel beta sehingga
akhirnya pa­sien akan membutuhkan insulin.


  
Penderita DM tipe 2 juga kadang membutuhkan insulin pada kali pertama
mereka melakukan kunjungan ke dokter jika me­nunjukkan gejala klinis
yang berat (mis. Ketoasidosis) atau mengalami pe­nu­runan berat badan
yang drastis. Terapi in­sulin pada DM tipe 2 juga dilakukan jika terapi
konvensional dengan Obat Anti Dia­betik (OAD) oral sudah tidak
memberikan hasil yang memuaskan.


  
Insulin diberikan sesuai kebutuhan ba­sal untuk menjaga metabolisme
berjalan fisiologis. Pemberian insulin dosis malam akan menekan produksi
glukosa dari he­par dan sangat menurunkan kadar glu­ko­sa darah puasa.
Metode ini diharapkan da­pat menurunkan A1C sebanyak 1%. Ma­salah yang
ada sampai sekarang ialah kadar glukosa darah yang meningkat dras­tis
sesudah makan hingga mening­kat­kan risiko penyakit kardiovaskular.
Se­benarnya tata laksana yang paling pen­ting pada DM tipe 2 ialah diet
dan meng­ubah pola hidup menjadi lebih sehat. In­sulin maupun obat
antidiabetik oral merupakan pendukung.


    

    Tantangan terapi insulin

  
Saat ini penderita diabetes mellitus su­dah sangat banyak jumlahnya,
baik itu IDDM apalagi NIDDM yang sangat bergantung pola hidup yang makin
sedenter. Na­mun demikian penatalaksanaan DM ma­sih belum terlalu
proaktif. Pemberian obat awal (Sulfonilurea) memberi hasil 35%
perbaikan, kemudian lini kedua (Met­formin) memberi hasil 44%, langkah
se­lanjutnya ialah kombinasi beberapa obat, baru kemudian pemberian
insulin. Hierarki yang sedemikian lama ini membuat tata laksana DM tipe 2
kadang men­ja­di kurang efektif.


  
Ada kecenderungan 'psychological in­sulin resistance', yakni keengganan
pa­sien untuk menggunakan insulin karena khawatir repot menusukkan
jarum setiap hari. Banyak juga pasien yang membutuh­kan multiple daily
injections (MDI) sehingga sering membutuhkan lebih banyak staf untuk hal
tersebut. Beberapa pasien juga enggan menggunakan insulin karena ta­kut
menjadi gemuk. Jika kita empati se­di­kit ke pasien, insulin sebenarnya
menyebabkan hipoglikemia, sehingga dalam diri pasien akan selalu
terpikir tentang ma­kan, makan, dan ingin makan. Berbagai keluhan dan
tantangan ini membuat tera­pi insulin relatif membutuhkan kesabaran dan
pengorbanan ekstra.


  
Edukasi dokter ke pasiennya merupa­kan kunci utama. Dokter harus
meya­kin­kan bahwa insulin merupakan obat yang sangat mujarab untuk DM
serta model in­sulin saat ini sudah beraneka ragam, ja­rumnya tidak
menyakitkan, dan caranya se­makin mudah. Bila perlu, terangkan ten­­tang
prediktor A1C yang harus mencapai kurang dari 7%, terutama bagi pasien
dengan latar belakangan pendidikan yang baik. Model preparat insulin
yang beredar di pasaran sudah tak terhitung jumlahnya. Dari model jarum
yang steril hingga bentuk pulpen yang portabel dibawa ke mana-mana.


  
Dari segi dokter, penanganan pasien DM yang membutuhkan insulin mutlak
me­merlukan kerja sama tim yang solid. Di­perlukan ahli gizi, perawat
yang bisa me­lakukan edukasi, hingga psikolog. Tim inilah yang menjaga
pemberian insulin te­tap berlangsung pada seorang pasien. Un­tuk dokter,
kadar glukosa darah dan A1C lah yang menjadi petanda utama perbaikan
pasien. Sangat penting untuk me­ngenali gejala-gejala klinis tanpa
melihat hasil lab. Berdasarkan PERKENI dan Ame­rican Association of
Clinical Endo­cri­no­logist (AACE) nilai glukosa darah dua jam
postprandial ialah 140 mg/dl.


  
Karena DM merupakan penyakit yang membutuhkan kemandirian pasien, maka
wajib diajarkan bagaimana cara menyuntik yang benar. Meskipun pasien
menggunakan insulin inhalasi, tetap harus diajar­kan cara menyuntik
untuk keadaan emergensi. Pasien yang menggunakan pulpen injeksi tetap
harus diajarkan cara me­nyun­tik subkutan dari vial kerja cepat un­tuk
keadaan emergensi. Pertimbangkan latar belakang pasien, terutama dari
segi keluarga dan finansial. Anggota keluarga harus tahu benar bagaimana
merawat pa­sien serta harus diupayakan agar pasien memiliki tunjangan
(asuransi kesehatan, gakin, JPS, askeskin, dll.) agar dapat se­la­lu
membeli insulin.


    

    Insulin basal

  
Pemberian insulin harus diberikan se­ge­ra pada IDDM, sedangkan pada
NIDDM harus dipikirkan hierarki pengobatan dari mulai golongan
sulfonilurea, metfor­min/­gli­benclamide, hingga regimen penghambat
glukagon (DPP-IV dan exanatide). Per­ta­ma kali insulin diberikan
beberapa saat sebelum tidur kemudian dievaluasi kadar glukosa darah
sewaktu. Jika hasil masih jelek, untuk pasien IDDM dapat diguna­kan
insulin preprandial. Pasien NIDDM ti­dak terlalu tergantung dengan
keadaan se­belum dan sesudah makan, sehingga in­sulin diberikan dua
hingga tiga kali se­hari dalam bentuk injeksi atau inhalasi. In­sulin
juga bisa diberikan sewaktu ma­kan dengan menggunakan regimen kerja
ce­pat, seperti glulisine, lispro, dan as­part.


  
Prinsip pemberian insulin ialah add-on; misalkan terdapat pasien NIDDM
yang sudah mengkonsumsi kombinasi dua obat, maka obat yang sudah
digunakan tetap dipertahankan tanpa meng­ubah dosisnya. Insulin basal
mulai ditambahkan dalam dosis tunggal kerja panjang (mis. Detemir,
glargine), atau insulin kerja sedang sebelum tidur. Langkah se­lanjutnya
ialah melakukan penyesuaian hingga 40-50 unit insulin perhari untuk
mengatasi hiperglikemia pada keadaan pua­sa. Target utamanya ialah
mencapai ka­dar glukosa darah puasa lebih rendah dari 100 mg/dl.


  
Perlu dipertimbangkan tingkat resis­ten­si sel masing-masing individu
terha­dap insulin. Pada orang-orang yang sa­ngat resisten insulin (mis.
Obesitas, DM sejak lama) maka regimen yang baik ia­lah thiazolodinedione
atau metformin. Se­dang­kan pada pasien yang masih bisa di­ren­canakan
untuk menggunakan insulin pran­dial, maka sebaiknya tidak diguna­kan
secretagogue (sulfonilurea).


    

    Insulin split-mix

  
Jika pasien mengalami hiperglikemia he­bat postprandial maka dilakukan
pen­de­katan konvensional berupa split-mix, yakni digunakan insulin
kerja sedang di­ga­bung dengan insulin kerja cepat dalam do­sis dua kali
sehari. Cara ini merupakan metode konvensional dan terkesan 'asal
tembak' karena tidak terlalu sesuai de­ngan fisiologinya. Cara ini
relatif cepat me­nurunkan kadar glukosa darah namun sering menyebabkan
hipoglikemia di ma­lam hari.


  
Insulin yang lebih modern, yang bera­sal dari manusia, relatif lebih
aman mes­ki­pun kerjanya sangat cepat. Insulin dari re­kombinan DNA ini
tidak terlalu lama ber­tahan di dalam darah dibanding dari non­manusia.
Cara mudahnya ialah memberikan 1/3 kerja sedang dan 2/3 kerja cepat dua
kali sehari. Sedangkan cara in­jeksi insulin yang banyak digunakan ialah
insulin gabungan di pagi hari, insulin ker­ja cepat sebelum makan
malam, serta in­sulin kerja sedang sebelum tidur.


    

    Penggantian insulin fisiologis

  
Situasi paling ideal dalam terapi in­su­lin ialah mempertahankan kerja
insulin se­suai fisiologinya. Kadar insulin yang pa­ling tinggi di dalam
darah ialah jika terjadi hiperglikemia postprandial. Pada pa­sien IDDM,
insulin mutlak diberikan se­pan­jang hari sebelum makan. Sedangkan pada
pasien NIDDM, harus diketahui ka­pan terjadinya hiperglikemia
postprandial dengan memprediksikan jenis makanan yang akan dimakan
sehingga dapat di­be­ri­kan insulin sebelumnya.


  
Pasien NIDDM mengalami penurunan fungsi sel-sel beta secara perlahan,
ma­ka awalnya akan terjadi hiperglikemia pos­tprandial karena
ketidakmampuan ma­suknya glukosa ke dalam otot. Se­dang­kan jika telah
berlangsung lama ma­ka akan terjadi peningkatan glukosa akibat kerja
hepar yang berlebihan dalam pro­ses glukoneogenesis sehingga akan
ter­jadi hiperglikemia meskipun pada ke­adaan puasa.


  
Untuk mengikuti irama fisiologis itu di­per­lukan insulin awal sebagai
dosis basal (mis. Detemir atau glargine) selama be­be­rapa hari kemudian
dilanjutkan dengan in­sulin setidaknya sebelum makan de­ngan kerja
cepat (mis. Aspart, lispro, dan glulisine) segera sebelum makan dan
ha­rus dilanjutkan dengan makan, karena sa­ngat berpotensi menimbulkan
hipogli­ke­mia. In­su­lin yang diberikan juga bisa da­lam bentuk
inhalasi dengan kerja ce­pat. Cara ini lebih efektif dibanding
menggunakan kombinasi dua obat antidiabetik oral.


  
Hitungan kasar perbandingan glukosa dengan insulin yang dibutuhkan
ialah 1 unit berbanding 15 g karbohidrat, yakni se­tara satu lembar roti
tawar. Ditambah de­ngan koreksi kadar insulin. Contoh ko­rek­si; pasien
NIDDM umumnya memiliki ka­dar glukosa darah 250 mg/dl padahal kadar
yang terbaik ialah di bawah 100 mg/dl. Perhitungan 1 unit insulin akan
se­tara menurunkan glukosa darah se­ba­nyak 20-50 mg/dl. Dengan demikian
un­tuk menurunkan hingga 100 mg/dl dibutuhkan 3-5 unit insulin koreksi,
jadi total insulin yang digunakan ialah 3-5 plus jumlah sesuai makanan.
Cara ini merupakan cara termudah yang bisa diajarkan ke pa­sien dan
keluarganya. Sementara untuk dokter, indikator yang paling akurat saat
ini ialah dengan menilai A1C 7-9%.




    II.5.    VIAL

  
Sterilisasi adalah proses yang dirancang untuk menciptakan keadaan
steril. Secara tradisional keadaan steril adalah kondisi mutlak yang
tercipta sebagai akibat penghancuran dan penghilangan semua
mikroorganisme hidup. Konsep ini menyatakan bahwa steril adalah istilah
yang mempunyai kondisi konotasi relatif, dan kemungkinan menciptakan
kondisi mutlak bebas dari mikrorganisme hanya dapat diduga atas dapat
proyeksi kinetis angka kematian mikroba. (Lachman, hal 1254).


  
Produk steril adalah sediaan terapetis dalam bentuk terbagi-bagi yang
bebas dari mikroorganisme hidup. Sediaan parenteral ini merupakan
sediaan yang unik diantara bentuk obat terbagi-bagi, karena sediaan ini
disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa kebagian dalam tubuh.
Karena sediaan mengelakkan garis pertahanan pertama dari tubuh yang
paling efisien, yakni membran kulit dan mukosa, sediaan tersebut harus
bebas dari kontaminasi mikroba dan dari komponen toksik dan harus
mempunyai tingkat kemurniaan tinggi dan luar biasa. Semua komponen dan
proses yang terlibat dalam penyediaan produk ini harus dipilih dan
dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi secara fisik,
kimia atau mikrobiologi. (Lachman, hal 1292).


  
Produk steril termasuk sediaan parentral, mata dan irigasi. Preparat
parental bisa diberikan dengan berbagai rute. Lima yang paling umum
adalah intravena, intramuskular, subkutan, intrakutan dan intraspinal.
Pada umumnya pemberian secara parenteral dilakukan bila diinginkan kerja
obat yang lebih cepat, seperti pada keadaan gawat, bila penderita tidak
dapat diajak bekerjasama dengan baik, tidak sadar, tidak dapat atau
tidak tahan menerima pengobatan secara oral atau bila obat tersebut
tidak efektif dengan cara pemberian yang lain. Injeksi diracik dengan
melarutkan, mengemulsikan, atau mensuspensikan sejumlah obat ke dalam
sejumlah pelarut, atau dengan mengisikan sejumlah obat ke dalam wadah
dosis tunggal atau wadah dosis ganda.


  
Injeksi intramuskular dilakukan dengan memasukkan kedalam otot rangka.
Tempat suntikan sebaiknya sejauh mungkin dari saraf-saraf utama atau
pembuluh-pembuluh darah utama. Pada orang dewasa tempat yang paling
sering digunakan untuk suntikan intramuskular adalah seperempat bagian
atas luar otot gluteus maksimus. Sedangkan pada bayi, tempat
penyuntikkan melalui intra muskular sebaiknya dibatasi paling banyak 5
ml, bila disuntikkan kedaerah gluteal, dan 2 ml bila di deltoid.


    Injeksi intravena memberikan beberapa keuntungan :

    1. efek terapi lebih cepat didapat.

    2. dapat memastikan obat sampai pada tempat yang diinginkan .

    3. cocok untuk keadaan darurat

    4. Untuk obat-obat yang rusak oleh cairan lambung.

  
Vial adalah salah satu wadah dari bentuk sediaan steril yang umumnya
digunakan pada dosis ganda dan memiliki kapasitas atau volume 0,5-100
ml. Vial dapat berupa takaran tunggal atau ganda. Digunakan untuk
mewadahi serbuk bahan obat, larutan atau suspensi dengan volume sebanyak
5 mL atau lebih besar. Bila diperdagangan, botol ini ditutup dengan
sejenis logam yang dapat dirobek atau ditembus oleh jarum injeksi untuk
menghisap cairan injeksi.


    Hal yang perlu diperhatikan untuk sediaan injeksi dalam wadah vial (takaran ganda):

    1.    Perlu pengawet karena digunakan berulang kali sehingga kemungkinan

    adanya kontak dengan lingkungan luar yang ada mikroorganismenya

    2.    Tidak perlu isotonis, kecuali untuk subkutan dan intravena harus dihitung

     isotonis (0,6% – 0,2%) (FI IV hal. 13)

    3.   Perlu dapar sesuai pH stabilitasnya

    4.    Zat pengawet (FI IV hal 17) keculai dinyatakan lain, adalah zat pengawet

           yang cocok yang dapat ditambahkan ke dalam injeksi yang diisikan

           dalam wadah ganda/injeksi yang dibuat secara aseptik, dan untuk zat

           yang mepunyai bakterisida tidak perlu ditambahkan pengawet









    BACK BAB I PENDAHULUAN

    NEXT BAB III PENUTUP 






Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Makalah Peberian Obat - BAB II "

Posting Komentar