Makalah Ruang Terbuka Hijau - BAB III
BAB III
PEMBAHASAN
- Implementasi UU No. 26 Tahun 2007
terhadap Ruang Terbuka Hijau di Kab. Garut
Penghijauan kota seharusnya merupakan bagian dari
kegiatan pembangunan, sehingga pemerintah daerah mesti memiliki program
tersendiri. Pelaksanaan program tersebbut dilakukan oleh suatu badan pemerintah
yang ditunjuk khusus, dan bertanggung jawab sepenuhnya dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan perawatan baik berupa pembuatan tanaman pot ditengah kota,
serta aneka kegiatan lainnya.
Dalam hal ini pemerintah daerah sebagaimana yang
disebutkan dalam perencanaan tata ruang kota yang ditegaskan dalam Pasal 28
berikut ini.
Ketentuan perencanaan tata ruang wilayah kabupaten
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 27 berlaku mutatis
mutadis untuk perencanaan tata ruang wilayah kota, dengan ketentuan selain
rincian pada Pasal 26 ayat (1) mengenai rencana tata ruang kabupaten
ditambahkan
a. Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau
b. Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka non
hijau, dan
c. Rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan
sarana jaringan pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan sector informal, dan
ruang evakuasi bencana yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah kota
sebagai pusat pelayanan social ekonomi dan pusat pertumbuhan wilayah.
Penjelasan Pasal 28 menyatakan bahwa: Pemberlakuan
secara mutatis-mutadis dimaksudkan bahwa ketentuan mengenai perencanaan tata
ruang wilayah kabupaten berlaku pula dalam perencanaan tata ruang wilayah kota.
Pengaturan Ruang Terbuka Hijau ditegaskan dalam pasal
29 berikut ini.
(1) RTH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a
terdiri dari ruang terbuka hijau public dan ruang terbuka hijau privat
(2) Proporsi RTH pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga
puluh) persen dari luas wilayah kota
(3) Proporsi RTH public pada wilayah kota paling sedikit 20 (dua puluh) persen dari
luas wilayah kota.
Penjelasan terhadap Pasal 29 :
Ayat (1)
Ruang terbuka hijau publik merupakan ruang terbuka
hijau yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota yang digunakan
untuk kepentingan masyarakat secara umum. Yang termasuk ruang terbuka hijau
publik, antara lain, adalah taman kota, taman pemakaman umum, dan jalur hijau
sepanjang jalan, sungai, dan pantai. Yang termasuk ruang terbuka hijau privat,
antara lain, adalah kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta
yang ditanami tumbuhan.
Ayat (2)
Proporsi 30 (tiga puluh) persen merupakan ukuran
minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem
hidrologi dan sistem mikroklimat, maupun sistem ekologis lain, yang selanjutnya
akan meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta
sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota. Untuk lebih meningkatkan
fungsi dan proporsi ruang terbuka hijau di kota, pemerintah, masyarakat, dan
swasta didorong untuk menanam tumbuhan di atas bangunan gedung miliknya.
Ayat (3)
Proporsi ruang terbuka hijau publik seluas minimal 20
(dua puluh) persen yang disediakan oleh pemerintah daerah kota dimaksudkan agar
proporsi ruang terbuka hijau minimal dapat lebih dijamin pencapaiannya sehingga
memungkinkan pemanfaatannya secara luas oleh masyarakat.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyediaan dan
pemanfaatan RTH dan ruang terbuka non hijau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
huruf a dan huruf b diatur dalam peraturan menteri.
Menurut
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 Pasal 11 dinyatakan bahwa :
(1)
Perencanaan pembangunan RTHKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dijabarkan lebih lanjut dalam bentuk rencana
pembangunan RTHKP dan ditetapkan dengan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, kecuali Provinsi DKI Jakarta ditetapkan
dengan Peraturan Daerah
Provinsi, dan untuk Pemerintah Aceh ditetapkan dengan Qanun Aceh, serta untuk Pemerintah
Kabupaten/Kota di Aceh ditetapkan dengan Qanun Kabupaten/Kota.
(2)
Perencanaan pembangunan RTHKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan ke dalam
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).
Ruang
terbuka hijau sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah Kabupaten Garut No.
29 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kab. Garut Tahun 2011-2031
masuk dalam rencana kawasan lindung sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 20
ayat 1, yang kemudian dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 26 (1) poin e ,bahwa
ruang terbuka hijau termasuk dalam kawasan perlindungan setempat.
Pasal
26 (6) menyatakan bahwa ruang terbuka hijau (RTH) kawasan perkotaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf e berupa RTH sebesar 30 (tiga puluh persen) dari
luas kawasan perkotaan.
Dalam
Pasal 45 ayat 6 dinyatakan bahwa perwujudan kawasan perlindungan setempat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi:
a.
penegakan aturan garis sempadan pantai dan sempadan sungai;
b.
penataan kawasan sempadan pantai dan sempadan sungai; dan
c.
pengelolaan, pemeliharaaan, pelestarian dan rehabilitasi kawasan sempadan.
Seperti
yang kita lihat bahwa pengaturan mengenai RTH diruang lingkup perda saja
terlihat kurang mendukung seperti pada pasal 45 ayat 6 tersebut bahwa hanya
kawasan perlindungan setempat dengan jenis sempadan saja yang mendapat
pengelolaan, pengelolaan, pemeliharaaan, pelestarian dan rehabilitasi, ini
artinya bahwa tidak ada kepastian hokum yang mengatur lebih lanjut mengenai
ruang terbuka hijau.
Dalam
hal ini juga didalam Peraturan Daerah tidak disebutkan bagian-bagian wilayah
mana saja yang menjadi kawasan ruang terbuka hijau. dari hal-hal ini
seolah-olah pemerintah daerah kurang memperhatikan pentingnya kawasan ruang
terbuka hijau. Dari data yang kami dapat dari dinas lingkungan hidup juga
terlihat data-data yang kurang memadai mengenai RTH, berikut data mengenai
kawasan RTH di Kab. Garut :
RUANG TERBUKA HIJAU
No | Nama Taman | Luas m² | lokasi |
1 | Taman Tugu Batas Kota | 115 | Tarogong Kaler |
2 | Tugu Alun-alun Tarogong | 600 | Alun-Alun Tarogong |
3 | Taman Ciateul | 367,5 | STM Negeri |
4 | Taman Simpang Lima | 178 | Jalan Cimanuk |
5 | Taman Suci | 86,3 | Jln Sudirman |
6 | Taman Bratayuda | 863,4 | Jln Bratayuda |
7 | Taman Copong | 151 | Jln Sudirman |
8 | Taman Alun-alun Garut | 600 | Alun-alun Garut |
9 | Bunderan tugu Adipura | Tarogong Kaler | |
10 | Segitiga Patriot | ||
11 | Segitiga Hampor | ||
12 | Segitiga Depan Dewan | ||
13 | Jalur Tengah Pembangunan | ||
14 | Segitiga Rumah Sakit | ||
15 | Kiansantang | ||
16 | Alun-alun Jalur Tengah | ||
17 | Bunderan Kerkop | ||
18 | Segitiga SMA 6 Garut | ||
19 | Cempaka Jalur Tengah | ||
20 | Batas Kabupaten Garut-Tasik | ||
21 | Segitiga Tegal Kurdi | ||
22 | Segitiga Lapang Jayaraga | ||
23 | Bunderan Guntur |
LOKASI HUTAN KOTA
No | Nama | Luas (Ha) | Lokasi |
1 | Hutan Kota Copong | 0,6 | Jln Sudirman |
2 | Hutan Kota Kerkop | 0,4 | Jln Merdeka |
3 | Hutan Kota Nusa Indah | 0,5 | Jln Subyadinata |
4 | Hutan Kota Situ Bagendit | 5,1 | Jln Banyuresmi |
5 | Hutan Kota Situ Cangkuang | 6,5 | Jln Cangkuang |
6 | Hutan Kota Ngamplang | 5,5 | Jln Tasikmalaya |
Dari
data di atas kami ambil satu sample mengenai salah satu ruang terbuka hijau di
Kab. Garut, yakni Hutan Kota Kerkof memiliki luas sebesar 0,4 Ha dan terletak
di Jalan Merdeka. Hutan kota kerkof memiliki bentuk yang bulat melingkar yang
juga berfungsi sebagai persimpangan jalan.
Hutan
Kota Kerkof memiliki beberapa tanaman yakni :
- Angsa
- Akasia
- Bungur
- Beringin
- Bunga sepatu
- Bunga kertas
- Batrawali
- Cinderela
- Flamboyant
- Gedang
- Hampelas
- Jeruk bali
- Jawer kotok
- Jarak
- Johor
- Jambu batu
- Jati
- Kiara payung
- Kisireum
- Katapang
- Kiara
- Kayu manis
- Ki acret
- Lamtoro gung
- Lampeni
- Mahkota dewa
- Manglid
- Manga
- Nyamplung
- Nangka
- Pulai
- Sungkai
- Sengon
- Saga
- Sukun
- Tanjung
- Tisuk
- Trembesi
- Wareng
Namun dari daftar beberapa tanaman yang kami dari
hutan kota kerkof ini. Tetapi dalam hal ini ada hal yangperlu diperhatikan yaitu
kondisi hutan kota kerkof yang sangat tidak kondusif apalagi untuk dikunjungi
oleh masyarakat setempat. Terlihat dari pagar yang di gembok oleh petugas,
sampah yang berceceran dimana-mana, kondisi cat yang sudah kotor, pagar yang
rusak, tembok yang kotor dengan coretan dan pamphlet, banyaknya pedagang kaki lima
yang berjualan disana sehingga mengotori area hutan kota kekof, tembok yang
retak-retak, pohon yang di corat-coret, daun yang bertebaran dimana-mana. Hal
yang sangat memprihatinkan adalah kondisi hutan kerkof yang seperti tempat
pembuangan sampah, terlihat dari kondisi disana yang banyak sekali sampah
plastic yang berasal dari pedagang-pedagang makanan dan masyarakat yang hanya sekedar duduk untuk
menikmati makanan yang berasal dari penjual yang berlokasi dihutan kerkof
tersebut. Jika dilihat dari luas hutan
kota kerkof yang hanya memiliki luas sebesar 0,4 Ha maka untuk kawasan setingkat Garut di
mana tingkat polusinya cukup tinggi diperlukan hutan kota sedikitnya 40
hektare.
Dari kondisi ini hutan kota kerkof masih jauh dari
kata ideal.
- Dampak
Ruang Terbuka Hijau terhadap Kab. Garut
Saat
ini Kab. Garut memiliki hutan kota dengan total sekitar 18,6 Ha. Padahal untuk
kawasan setingkat Garut dimana tingkat polusinya cukup tinggi diperlukan hutan
kota sedikitnya 40 Ha. Keberadaan kawasan hutan kota sendiri memberikan dampak
yang positif terutama untuk mendukung upaya meminimalisir polusi udara akibat
gas buang kendaraan bermotor dan lainnya, sekaligus meningkatkan ketersediaan
dan kualitas oksigen di kawasan perkotaan.
Meskipun dengan jumlah yang minim
hutan kota di Kab. Garut tentu sangat memberikan kontribusi yang besar terhadap
upaya untuk memaksimalkan keberadaan ruang terbuka hijau untuk membangun kota
sehat dengan berbagai manfaatnya demi keberlangsungan hidup masyarakat sekitar.
Berikut dampak ruang terbuka hijau bagi Kab. Garut yakni :
a. Manfaat Penyehatan Lingkungan
Penyerap dan penjerap partikel
timbal dari kendaraan bermotor, kendaraan bermotor merupakan sumber utama
timbal yang mencemari udara di daerah perkotaan. Salah satu upaya menurunkan kadar
pencemaran dengan memperbanyak tanaman di perkotaan dengan jenis yang mampu
menyerap dan menjerap timbal dan sebagai penyerap gas karbondioksida
b. Manfaat Ekonomi
Sebagai tempat berjualan biasanya edagang
banyak menjajakan makanan dan minuman jualannya di tempat yang teduh di bawah
pohon yang rindang selain itu juga sebagai penunjang rekreasi dan
pariwisata, ini biasanya dilakukan orang untuk menghilangkan kejenuhannya.
c. Manfaat bagi ilmu pengetahuan
Sebagai sarana pendidikan ruang
terbuka hijau yang dikembangkan menjadi sebuah hutan kota ataupun kebun raya
memiliki nilai pendidikan yang tinggi. Para pelajar yang berkunjung ke tempat
ini akan dapat belajar mengenai ilmu tumbuhan dan ilmu lingkungan yang langsung
didapat dari alam dan juga sebagai sarana penelitian dengan memanfaatkan kekayaan
flora dan fauna serta ekosistem yang ada di dalam kawasan hutan kota. Ini
terbukti dengan adanya orang yang berjualan diarea sekitar hutan kota kerkof
d. Manfaat Produksi
Persediaan air tanah melalui pembangunan
taman kota serta hutan kota, dengan penanaman pohon diharapkan akan dapat
meningkatkan kuantitas dan kualitas air tanah. Pohon-pohon yang ditanam,
akarnya akan mampu mengikatkan dan menyaring air, sehingga air menjadi lebih
baik kualitasnya. Selain itu akar pohon juga dapat membuat rekahan tanah
sehingga air lebih mudah masuk kedalam tanah. Daun-daun yang berjatuhan akan
terdekomposisi dan membentuk humus yang tebal sehingga dapat mengikat air lebih
banyak
Sebaliknya jika ruang terbuka hijau
tidak dimanfaatkan secara baik maka akan menimbulkan dampak yang buruk
Menurut Kementerian Lingkungan Hidup
(2001), kurangnya ruang terbuka hijau mengakibatkan :
a. Menjadi daerah kumuh
Saat ini kondisi ruang terbuka hijau
pada kawasan perkotaan banyak mengalami penurunan baik secara kuantitas maupun
kualitas. Penyediaan ruang terbuka hijau sangat sedikit karena beralih fungsi
untuk berbagai keperluan. Perhatian yang rendah terhadap upaya konservasi
menyebabkan kota menjadi kumuh dan tidak nyaman untuk ditempati.
b. Merusak estetika kota
Ruang terbuka hijau yang tidak
terpelihara dengan baik cenderung menjadi tempat pembuangan sampah yang dapat
mengeluarkan bau tidak sedap, menjadi tempat sarang tikus dan nyamuk, serta
menjadi tempat gubuk-gubuk liar sehingga mengurangi nilai estetika kota.
c. Kehilangan keanekaragaman hayati
Keterbatasan ruang terbuka hijau
menyebabkan kita banyak mengalami kehilangan keanekaragaman hayati, yang
seharusnya dapat menjadi bahan pengetahuan dan pemahaman terhadap lingkungan.
d. Berkurangnya tempat
rekreasi
Berkurangnya tempat rekreasi dan
tempat berolahraga, mengakibatkan anak-anak menjadi tidak mempunyai tempat
untuk bermain, anak muda tidak mempunyai tempat untuk berolahraga dan orangtua
tidak mempunyai tempat untuk bersantai dan bersosialisasi.
e. Berkurangnya
tempat resapan air
Ruang terbuka hijau di perkotaan
umumnya tidak memadai karena didominasi dengan bangunan gedung dan perkerasan.
Pembangunan ini mengakibatkan berkurangnya daerah resapan air sehingga
menurunkan suplai air tanah dan air permukaan, serta mengganggu aliran air
tanah yang dapat digunakan untuk sumber air minum. Pengurangan ruang terbuka
hijau juga menyebabkan menurunnya fungsi penyerapan air sehingga dapat
menimbulkan banjir.
f. Terjadinya
pencemaran udara
Tidak tersedianya ruang terbuka
hijau yang memadai, dapat menyebabkan terjadinya pencemaran udara, karena
pada dasarnya tanaman dapat memberikan udara yang bersih sehingga menimbulkan
kesejukan dan kenyamanan bagi lingkungannya.
0 Response to "Makalah Ruang Terbuka Hijau - BAB III"
Posting Komentar