Kerangka Pemikiran Makalah Perceraian di tinau dari Undang-undang No. 1 tahun 1974 dan kompilasi Hukum Islam
Salah satu ajaran yang penting dalam Islam adalah pernikahan (perkawinan). Begitu pentingnya ajaran tentang pernikahan tersebut sehingga dalam Alquran terdapat sejumlah ayat baik secara langsung maupun tidak langsung berbicara mengenai masalah pernikahan dimaksud. Nikah artinya menghimpun atau mengumpulkan. Salah satu upaya untuk menyalurkan naluri seksual suami istri dalam rumah tangga sekaligus sarana untuk mendapatkan keturunan yang dapat menjamin kelangsungan eksistensi manusia di atas bumi. Keberadaan nikah itu sejalan dengan lahirnya manusia di atas bumi dan merupakan fitrah manusia yang diberikan Allah SWT terhadap hamba-Nya
Putusnya perkawinan diatur dalam :
1. Pasal 38 sampai dengan pasal 41 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
2. Pasal 14 sampai dengan pasal 36 PP Nomor 9 Tahun 1975, pasal 199 KUH Perdata.
3. Pasal 113 sampai dengan pasal 128 Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam
Menurut Peraturan Pelaksana No. 9 tahun 1975 dari UU Perkawinan Perceraian dapat terjadi karena:
1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;
5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;
6. Antara suami dan isteri terus-menerusterjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukunlagi dalam rumah tangga.
Didalam suatu perpecahan didalam suatu perkawinan maka dapat di jabarkan dengan berbagai teori-teori yang dapat menjelaskan konflik terutama kasus perceraian. Ada beberapa teori diantaranya adalah :
1. Teori pertukaran dimana teori pertukaran memandang dalam sosiologi melihat perkawinan sebagai suatu proses pertukaran antara hak dan kewajiban serta “penghargaan dan kehilangan” yang terjadi diantara sepasang suami istri. Oleh karena perkawinan merupakan proses integrasi dua individu yang hidup dan tinggal bersama, sementara latar belakang sosial budaya, keinginan serta kebutuhan mereka berbeda, maka proses pertukaran dalam perkawinan ini harus senantiasa dirundingkam serta disepakati bersama. Scanzoni & Scanzoni (1981) menggambarkan situasi dan kondisi menjelang perceraian yang diawali dengan “mandeknya” proses negosiasi antara pasangan suami-istri. Akibatnya, pasangan tersebut sudah tidak bisa lagi menghasilkan kesepakatan yang dapat memuaskan masing-masing pihak. Mereka seolah-olah tidak dapat lagi mencari jalan keluar yang baik bagi mereka berdua. Diantara mereka muncul perasaan-perasaan bahwa pasanganya :
1. Mencoba untuk memulai memaksakan kehendaknya sendiri
2. Mencari-cari kesalahan pasanganya
3. Lebih mengupayakan terjadinya konflik daripada mencari jalan keluar untuk kepentingan bersama
4. Mencoba untuk menunjukkan kekuasaanya
2. Teori konflik yang dikemukakan oleh Ralf Dahrendorf. Dia mengemukakan bahwa masyarakat senantiasa berada dalam proses perubahan yang ditandai oleh pertentangan yang terus menerus diantara unsur-unsurnya. Kekuasaan dan wewenang senantiasa menempatkan individu pada posisi atas dan posisi bawah dalam setiap stuktur. Karena wewenang itu adalah sah, maka setiap individu yang ada akan terkena sanksi. Dengan demikian masyarakat disebut oleh dahrendorf sebagai: persekutuan yang terkoordinasi secara paksa (imperatively coordinated associations). Oleh karena kekuasaan selalu memisahkan dengan tegas antara pengusa dan yang dikuasai maka dalam masyarakat selalu terdapat dua golongan yang saling bertentangan. Jika dilihat dari teori yang dikemukakan dahrendorf diatas memang benar adanya karena di dalam suatu masyarakat yang ada di indonesia yang masih menganggap bahwa laki-laki adalah segalanya(seorang pemimpin) membuat suatu hubungan di dalam suatu keluarga selalu menimbulkan suatu konflik dan ketegangan, karena pada saat di dalam suatu keluarga yang menyebut bahwa laki-laki adalah kepela keluarga dan seorang pemimpin membuat di dalam suatu keluarga ada yang menguasai dan dikuasai. Sehingga dalam hal ini ke dua suami-istri akan selalu terjadi pertentangan untuk sang istri menuntut hak-haknya yang telah dirampas oleh sang suami. Dan jika sudah terjadi pertentangan yang terjadi terus menerus maka secara tidak sadar rasa sayang dan cinta diantara keduanya telah mulai memudar dan hal ini akan mempermudah kedua suami istri untuk cepat melakukan perceraian.
3. Teori fungsionalisme struktural yang dikemukakan oleh Robert k. Merton. Menurut teori ini masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen-elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi pada suatu bagian akan membawa perubahan pula terhadap bagian yang lain. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap struktur dalam sistem sosial, fungsional terhadap yang lain. Sebaliknya kalau tidak ada fungsional maka struktur itu tidak akan ada atau akan hilang dengan sendirinya. Jika teori diatas dikaitkan dengan permasalahan yang dibahas terutama masalah perceraian, kita tahu bahwa fungsionalisme struktural adalah sesuatu yang membahas suatu sistem yang ada di dalam suatu masyarakat yang jika terganggu maka yang terjadi adalah ketidakseimbangan (disequilibrium) dan kegoyahan di dalam masyarakat. Dan jika dilihat dari suatu sistem di dalam suatu keluarga maka jika antara suami dan juga istri berada di dalam posisi yang kontra/berlawanan dengan apa yang seharusnya dikerjakan maka yang terjadi adalah terjadinya kegoyahan di dalam suatu keluarga, dan jika hal tersebut terjadi terus-menerus maka yang terjadi adalah terjadinya sistem keluarga tersubut dan akan terjadi suatu kerusakan di dalam keluarganya.
4. Teori perubahan sosial yang dikemukakan oleh beberapa ahli diantaranya adalah :
1. Kingsley davis mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat.
2. Mac Iver perubahan sosial dikatakannya sebagai perubahan-perubahan dalam hubungan sosial (social relationships) atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium) hubungan sosial.
3. Selo soemardjan berpendapat bahwa perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap, dan pola prilaku diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat.
4. William F. Ogburn mengungkapkan ruang lingkup perubahan sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan baik yang material maupun yang immateria, yang ditekankan adalah pengaruh besar unsur-unsur kebudayaan material terhadap unsur immaterial
5. Teori Modernisasi yang menyatakan bahwa tingginya tingkat perceraian merupakan produk dari industrialisasi dan urbanisasi (Norton & Glick, 1977, John Peters, 1979, Scanzoni & Scanzoni, 1981). Menurut mereka, modernisasi dapat memudarkan ideologi, kultur serta batas-batas kebangsaan suatu negara. Modernisasi menyebabkan timbulnya saling ketergantungan yang tinggi antarnegara yang mempunyai kesamaan struktur. Konsekuensi dari ketergantungan dan kesamaan struktur tersebut tidak hanya berlaku pada distribusi energi, tingkat inflasi serta alokasi bahan-bahan mentah, tetapi juga pada perkawinan, keluarga serta pola-pola perceraian. Hal yang perlu dicatat menurut mereka adalah semakin besarnya tuntutan kaum wanita terhadap otonomi, keadilan hak-hak dengan imbalan yang mereka terima.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sumber Buku :
Muhammad Siraj. “ Hukum Keluarga di Mesir dan Pakistan “ Redaksi Johannnes den Heijer, Syamsul Anwar. (Jakarta : INIS, 1993).. Hlm. 105
0 Response to "Kerangka Pemikiran Makalah Perceraian di tinau dari Undang-undang No. 1 tahun 1974 dan kompilasi Hukum Islam"
Posting Komentar