TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA (TINJAUAN UU No. 31 TAHUN 1999 Jo UU No. 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI)





  1. A. PENDAHULUAN



Perkembangan peradaban dunia semakin sehari seakan-akan berlari
menuju modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam
setiap sendi kehidupan tampak lebih nyata. Seiring dengan itu pula
bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan jaman dan
bertransformasi dalam bentuk-bentuk yang semakin canggih dan
beranekaragam. Kejahatan dalam bidang teknologi dan ilmu pengetahuan
senantiasa turut mengikutinya. Kejahatan masa kini memang tidak lagi
selalu menggunakan cara-cara lama yang telah terjadi selama
bertahun-tahun seiring dengan perjalanan usia bumi ini. Bisa kita lihat
contohnya seperti, kejahatan dunia maya (cybercrime), tindak pidana pencucian uang (money laundering), tindak pidana korupsi dan tindak pidana lainnya.


Salah satu tindak pidana yang menjadi musuh seluruh bangsa di dunia
ini. Sesungguhnya fenomena korupsi sudah ada di masyarakat sejak lama,
tetapi baru menarik perhatian dunia sejak perang dunia kedua berakhir.
Di Indonesia sendiri fenomena korupsi ini sudah ada sejak Indonesia
belum merdeka. Salah satu bukti yang menunjukkan bahwa korupsi sudah ada
dalam masyarakat Indonesia jaman penjajahan yaitu dengan adanya tradisi
memberikan upeti oleh beberapa golongan masyarakat kepada penguasa
setempat.


Kemudian setelah perang dunia kedua, muncul era baru, gejolak korupsi
ini meningkat di Negara yang sedang berkembang, Negara yang baru
memperoleh kemerdekaan. Masalah korupsi ini sangat berbahaya karena
dapat menghancurkan jaringan sosial, yang secara tidak langsung
memperlemah ketahanan nasional serta eksistensi suatu bangsa. Reimon
Aron seorang sosiolog berpendapat bahwa korupsi dapat mengundang gejolak
revolusi, alat yang ampuh untuk mengkreditkan suatu bangsa. Bukanlah
tidak mungkin penyaluran akan timbul apabila penguasa tidak secepatnya
menyelesaikan masalah korupsi. (B. Simanjuntak, S.H., 1981:310)


Di Indonesia sendiri praktik korupsi sudah sedemikian parah dan akut.
Telah banyak gambaran tentang praktik korupsi yang terekspos ke
permukaan. Di negeri ini sendiri, korupsi sudah seperti sebuah penyakit
kanker ganas yang menjalar ke sel-sel organ publik, menjangkit ke
lembaga-lembaga tinggi Negara seperti legislatif, eksekutif dan
yudikatif hingga ke BUMN. Apalagi mengingat di akhir masa orde baru,
korupsi hampir kita temui dimana-mana. Mulai dari pejabat kecil hingga
pejabat tinggi.


Walaupun demikian, peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur
tentang tindak pidana korupsi sudah ada. Di Indonesia sendiri,
undang-undang tentang tindak pidana korupsi sudah 4 (empat) kali
mengalami perubahan. Adapun peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang korupsi, yakni :


  1. Undang-undang nomor 24 Tahun 1960 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,

  2. Undang-undang nomor 3 Tahun 1971 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,

  3. Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,

  4. Undang-undang nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi.






  1. B. PENGERTIAN KORUPSI



Dalam ensiklopedia Indonesia disebut “korupsi” (dari bahasa Latin:
corruption = penyuapan; corruptore = merusak) gejala dimana para
pejabat, badan-badan Negara menyalahgunakan wewenang dengan terjadinya
penyuapan, pemalsuan serta ketidakberesan lainnya. Adapun arti harfia
dari korupsi dapat berupa :


  1. Kejahatan kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan, dan ketidakjujuran.

  2. Perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan sogok dan sebagainya.

  3. 1.  Korup (busuk; suka menerima uang suap, uang sogok; memakai
    kekuasaan                    untuk kepentingan sendiri dan sebagainya.



2.  Korupsi (perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya);


3. Koruptor (orang yang korupsi).


Baharuddin Lopa mengutip pendapat dari David M. Chalmers, menguraikan
arti istilah korupsi dalam berbagai bidang, yakni yang menyangkut
masalah penyuapan, yang berhubungan dengan manipulasi di bidang ekonomi,
dan yang menyangkut bidang kepentingan umum. (Evi Hartanti, S.H., 2005:9)


Berdasarkan undang-undang bahwa korupsi diartikan:


  1. Barang siapa dengan melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya
    diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang secara langsung
    merugikan keuangan Negara dan atau perekonomian Negara dan atau
    perekonomian Negara atau diketahui patut disangka olehnya bahwa
    perbuatan tersebut merugikan keuangan Negara (Pasal 2);

  2. Barang siapa dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang
    lain atau suatu badan menyalah gunakan kewenangan, kesempatan atau
    sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan secara langsung
    dapat merugikan Negara atau perekonomian Negara (Pasal 3).

  3. Barang siapa melakukan kejahatan yang tercantum dalam pasal 209, 210, 387, 388, 415, 416, 417, 418, 419, 420, 425, 435 KUHP.






  1. PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA PADA PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI



Dalam Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak
pidana korupsi Jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
pemberantasan tindak pidana korupsi, pertanggung jawaban pidana pada
perkara tindak pidana korupsi yaitu:


1.  Korporasi  adalah  kumpulan  orang  dan  atau  kekayaan  yang
 terorganisasi  baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.


2.  Pegawai Negeri adalah meliputi :


a.  pegawai      negeri      sebagaimana        dimaksud      dalam      Undang-undang   tentang


Kepegawaian;


b.  pegawai  negeri  sebagaimana  dimaksud  dalam  Kitab  Undang-undang  Hukum


Pidana;


c.  orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah;


d.  orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah; atau


e.  orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat.


3.  Setiap orang adalah orang perseorangan atau termasuk korporasi.





  1. PENJATUHAN PIDANA PADA PERKARA TINDAK PIDANA PADA PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI



Berdasarkan ketentuan undang-undang nomor 31 Tahun 1999 jo
undang-undang nomor 20 tahun 2001, jenis penjatuhan pidana yang dapat
dilakukan hakim terhadap terdakwa tindak pidana korupsi adalah sebagai
berikut.





Terhadap Orang yang melakukan Tindak Pidana Korupsi


  1. Pidana Mati



Dapat dipidana mati karena kepada setiap orang yang secara melawan
hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian
Negara sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang nomor
31 tahun 1999 jo Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang
pemberantasan tindak pidana korupsi, yang dilakukan dalam keadaan
tertentu.





  1. Pidana Penjara



  1. Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4
    (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling
    sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.
    1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang yang secara
    melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang
    lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau
    perkonomian Negara. (Pasal 2 ayat 1)

  2. Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1
    (satu) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh
    juta rupiah) dan paling banyak satu Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar
    rupiah) bagi setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri
    atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan,
    kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan
    yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara (Pasal 3)

  3. Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua
    belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp.150.000.000,00 (seratus
    lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus
    juta) bagi setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi atau
    menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan,
    dan pemeriksaan di siding pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa
    ataupun para saksi dalam perkara korupsi. (Pasal 21)

  4. Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua
    belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus
    lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus
    juta rupiah) bagi setiap orang sebagaimana dimaksud dalam pasal 28,
    pasal 29, pasal 35, dan pasal 36.






  1. Pidana Tambahan



  1. Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud
    atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari
    tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana dimana
    tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang yang
    menggantikan barang-barang tersebut.

  2. Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.

  3. Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun.

  4. Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan
    seluruh atau sebagian keuntungan tertentu yang telah atau dapat
    diberikan oleh pemerintah kepada terpidana.

  5. Jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu
    1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh
    kekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan
    dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

  6. Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk
    membayar uang pengganti maka terpidana dengan pidana penjara yang
    lamanya tidak memenuhi ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai
    ketentuan undang-undang nomor 31 tahun 1999 jo undang-undang nomor 20
    tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dan lamanya
    pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan.






  1. Terhadap Tindak Pidana yang dilakukan Oleh atau Atas Nama Suatu Korporasi



Pidana pokok yang dapat dijatuhkan adalah pidana denda dengan
ketentuan maksimal ditambah 1/3 (sepertiga). Penjatuhan pidana ini
melalui procedural ketentuan pasal 20 ayat (1)-(5) undang-undang 31
tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi adalah sebagai
berikut:


  1. Dalam hal tindak pidana korupsi dilakukan oleh atau atas nama suatu
    korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap
    korporasi dan/atau pengurusnya.

  2. Tindak pidana korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana
    tersebut dilakukan oleh orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun
    berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut
    baik sendiri maupun bersama-sama.

  3. Dalam hal ini tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi
    maka korporasi tersebut diwakili oleh pengurus, kemudian pengurus
    tersebut dapat diwakilkan kepada orang lain.

  4. Hakim dapat memerintahkan supaya pengurus korporasi menghadap
    sendiri di pengadilan dan dapat pula memerintahkan supaya penguruh
    tersebut dibawa ke siding pengadilan.

  5. Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka
    panggilan untuk menghadap dan menyerahkan surat panggilan tersebut
    disampaikan kepada pengurus di tempat tinggal pengurus atau ditempat
    pengurus berkantor.






Unsur-unsur tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi adalah


  1. Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi;

  2. Perbuatan melawan hukum;

  3. Merugikan keuangan Negara atau perekonomian;

  4. Menyalahgunakan kekuasaan, kesempatan atas sarana yang ada padanya
    karena jabatan dan kedudukannya dengan tujuan menguntungkan diri sendiri
    atau orang lain.






  1. PENUTUP



Dari uraian pengertian dan penyebab korupsi di atas, dapat
disimpulkan bahwa akibat dari tindak pidana korupsi sangat luas dan
mengakar. Adapun akibat dari korupsi adalah sebagai berikut:


  1. Berkurangnya kepercayaan terhadap pemerintah;

  2. Berkurannya kewibawaan pemerintah dalam masyarakat;

  3. Menyusutnya pendapatan Negara;

  4. Rapuhnya keamanan dan ketahanan Negara;

  5. Perusakan mental pribadi;

  6. Hukum tidak lagi dihormati.
























DAFTAR PUSTAKA





Hartanti, Evi, S.H., 2005. Tindak Pidana Korupsi. Sinar Grafika : Jakarta





Marpaung, Leden, S.H., 1992. Tindak Pidana Korupsi : Masalah dan Pemecahannya Bagian kedua. Sinar Grafika : Jakarta





Simanjuntak, B, S.H., 1981. Pengantar Kriminologi dan Pantologi Sosial. Tarsino : Bandung


Kitab Undang-undang Hukum Pidana





Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA (TINJAUAN UU No. 31 TAHUN 1999 Jo UU No. 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI)"

Posting Komentar