Seminar Membangun,Perdamaian dalam Keberagaman
Seminar
membangun perdamaian dalam keberagaman Seminar Membangun perdamaian
dalam keberagaman diselenggarakan oleh for Chinese Indonesian Studies UK
Petra berlangsung damai dihadiri tokoh agama maupun masyarakat dari
berbagai kalangan.
Bisakah Indonesia damai dalam
keberagaman? Konflik yang bernuansa suku, agama dan ras makin sering
terjadi di Indonesia. Hal ini dipicu oleh masyarakat Indonesia yang
dilatarbelakangi oleh beragam suku, agama, dan golongan yang berbeda.
Relasi yang kurang harmonis, prasangka, dan kesalah-pahaman sering
terjadi dan sering pula menimbulkan konflik dan tindak kekerasan.
Kalaupun usaha yang mengarah ke resolusi penyelesaian masalah sudah
sering dilakukan, nampaknya akar masalah belum terkuak sehingga konflik
sering terulang kembali.
CCIS (Center for Chinese Indonesian
Studies) UK Petra tertantang untuk melakukan penelitian guna mencari
tahu sumber masalah penyebab konflik serta mencari
kemungkinan-kemungkinan penyelesaian masalah untuk mencapai perdamaian
yang nyata. Delapan kali Focus Group Discussion (FGD) telah digelar
untuk mendiskusikan masalah yang ada dan mencari solusi yang diharapkan.
Anak-anak muda dari berbagai Perguruan Tinggi dan organisasi telah
diundang untuk berpartisipasi dalam FGD tersebut. Seminar kali ini
menyajikan hasil dari penelitian yang sudah dilaksanakan tahun lalu. Di
samping itu juga akan dipaparkan oleh Dr. Paulus Wijaya diskusi menarik
tentang membangun perdamaian dalam keberagaman yang bisa menjadi
tantangan bagi kita bangsa Indonesia untuk berbenah diri menuju
masyarakat Indonesia yang bersatu dan damai.
Penyebab Konflik oleh Prof. Esther
Kuntjara, Ph.D. (Ketua Center for Chinese Indonesian Studies UK Petra)
disebabkan oleh politik dan ekonomi, social budaya dan cara berdakwa
merendahkan pihak lain. Resolusi konflik adalah Berteman dengan orang
yang berbeda latar belakang perlu dipupuk untuk mengembangkan jiwa dan
semangat nasionalisme. Lingkungan Kampus dan kaum muda diharapkan
menjadi pemecah kebuntuan konflik sehingga perbedaan bisa dijembatani
dengan berkomunikasi secara rutin sehingga terjalin persahabatan. Teori
johan Galtung bahwa Equality equity mutual respect sehingga bisa
mencapai perdamaian Membangun perdamaian dalam keberagaman Paulus Sugeng
Wijaya, Ph.D. (Pusat Studi & Pengembangan Perdamaian UK Duta
Wacana).
Dengan cara membereskan orangnya dengan membentuk karakter teori ketel nasi ketemu bareng makan Empat hal yaitu:
1. Kebajikan ibarat
ranting pohon, kombinasi kekuatan dan kesempurnaan untuk melakukan
fungsinya dengan sempurna. Manusia juga sama perangkulan kepada siapa
saja tanpa memandang perbedaan latarbelakang social bahkan bisa
merangkul musuh kita. Misalkan kerendahan hati, empati, kesediaan untuk
terbuka dan terluka (vulnerabilitas), pengampunan, rekonsiliasi,
kebenaran, keadilan restorative (pemulihan hubungan yang sudah retak),
keterbukaan, kerjasama, imajinasi. melalui teladan kepada anak kita
begitu pula belajar moralitas dengan meniru. Kalau ortu senang
menciptakan perdamaian maka si anak akan berdamai.
2. Telos tindakan yang
berorientasi pada matahari yang menentukan arah kita. Keberanian
termasuk kebajikan dan kefasikan tergantung telosnya atau orientasi
hidup.
3. Narasi atau kosakata
membentuk tembok di antara mereka. Contoh: kisah William abad 1527
pertengahan dianggap budak (anak baptis) antara Negara dan gereja saat
dipenjara lari di danau bongkahan es dan menolong akhirnya tertangkap
dan dihukum mati. Bagi orang Kristen mengasihi dan mendoakan musuh kita.
Di balik narasi yang tercipta di masyarakat perlu dikritisi keluar dr
hermeneutic.
4. Praktek sosial kalau
tindakan itu secara rutin dan tepada terus menerus sehingga membentuk
kebajikan kita. Karakter berhubungan dengan tindakan kita pada kekerasan
maka akan jadi kebiasan kekerasan. Contoh: pemberdayaan masyarakat
sipil yg punya kekuatan budaya, pembangunan berwawasan damai,
pengembangan demokrasi HAM, dialog studi dan kolaborasi lintas iman,
berbagi tempat suci (live in), ibadah, transgormasi konflik.
Pertanyaan dari beberapa audiens antara lain:
1. Alex R Kaho (Forum
komunikasi budaya Tionghoa Surabaya) budaya dan nama tionghoa ganti nama
menyebabkan identitas diri jadi hilang antar saudara bisa pecah
sehingga antar saudara bisa menikah. Gus Dur UU 12/2006 kita tidak
merasa dibedakan antar suku dan agama.
2. Linggarjati masalah
SARA dengan bahasa rohani pengampunan. Musuh SARA moh limo mendem,
madat, madon, maling. Mungkinkah pengampunan terhadap kelima musuh tadi?
( Suku, bangsa, ras, agama).
3. Dosen filsafat UK
Petra. Kedamaian, kekeluargaan, kedamaian, keindahan dan kemuliaan. Apa
sikap terbaik sebagai minoritas? Jadilah sekuntum bunga teratai meskipun
tumbuh di tengah lumpur tetap berbau harum.
Catatan:
Masalah ganti nama Tionghoa adanya keberanian untuk mengkritisi misalnya
SBKRI sekarang sudah tak lagi berlaku artinya kita harus berani melawan
ketidakadilan. SARA diciptakan untuk mencuci otak masyarakat Indonesia
karena telah dipolitisasi jadi narasinya harus dihancurkan/dibuang.
Pengampunan Martin Luther King kita boleh membenci pada perbuatannya
bukan pada orangnya. Akibat moh limo jadi rebut contohnya seorang suami
khilaf terpeleset memukul anak bukan karakter kita tapi kekhilafan bisa
dirubah dan diampuni. Kalau terus menerus harus bertobat dan diubah
karakternya.
0 Response to "Seminar Membangun,Perdamaian dalam Keberagaman"
Posting Komentar