PAJAK PERTAMBAHAN NILAI



 


 


LATAR BELAKANG





Untuk menjalankan roda pemerintahan pemerintah
dan untuk pembangunan nasional serta  kemandirian bangsa untuk mencapai
cita-cita luhur berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 tentunya pemerintah
membutuhkan pendanaan  yang menunjang gerak roda pemerintahan dan
pembangunan. pendanaan sendiri  bersumber pembiayaan dari dalam negeri dan
luar negeri, namun pembiayaan dalam negeri lebih diutamakan ketimbang sumber
pembiayaan yang berasal dari luar negeri.


Dalam peningkatan sumber  pembiayaan dalam
negeri, pajak merupakan solusi untuk alternatif, pajak telah terbukti
 menjadi sumber utama dalam APBN Indonesia yang dapat digunakan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 


Pajak pada dasarnya merupakan peralihan sebagian
kekayaan dari masyarakat kepada negara yang dimungkinkan oleh undang-undang
pajak. Peralihan kekayaan tersebut membuat pajak dipandang dari dua sisi yang
berbeda. Pandangan masyarakat seringkali pajak dianggap sebagai beban. Di sisi
lain bagi pemerintah  harus dipungut karena terbukti pajak memberikan
kontribusi yang cukup besar terhadap penerimaan pajak. 


Dari sekian pajak yang dibebankan kepada
masyarakat, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak tidak langsung
kareana tidak langsung dibebankan kepda penanggung pajak.
 


Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tercipta karena
digunakannya faktor-faktor produksi pada setiap jalur perusahaan dalam
menghasilkan, menyalurkan dan memperdagangkan barang atau dalam memberikan
jasa.


Tarif  Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) yang berlaku atas penyerahan barang kena pajak maupun
jasa kena pajak adalah tarif tunggal sehingga mudah dalam pelaksanaannya tidak
ada penggolongan dengan tarif yang berbeda. Pengenaan PPN sangat dipengaruhi
oleh perkembangan transaksi bisnis serta pola konsumsi masyarakat yang
merupakan objek dari PPN tersebut.



RUMUSAN MASALAH 


1.     Apa yang di maksud
dengan PPN


2.     apa saja subyek dan
obyek PPN? 


3.     bagaimana perhitungan
PPN?





TUJUAN PENULISAN 


1. Menambah pengetahuan  di bidang perpajakan khususnya
yang berkaitan dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).


2. untuk  penilaian tugas kuliah serta memberikan ulasan
menarik yang berkaitan dengan hukum Tata Negara II 





PEMBAHASAN





1. PENGERTIAN 


PPN atau singkatan dari Pajak Pertambahan Nilai
adalah Pajak tidak Langsung yang dikenakan pada setiap pertambahaan nilai atau
transaksi penyerahan barang dan atau jasa kena pajak dalam pendistribusiannya
dari produsen dan konsumen.


Disebut pajak tidak langsung karena tidak
langsung dibebankan kepada penanggung pajak (konsumen) tetapi melalui mekanisme
pemungutan pajak dan disetor oleh pihak lain (penjual). Transaksi penyerahannya
bisa dalam bentuk jual-beli, pemanfaatan jasa, dan sewa-menyewa.


Barang Kena Pajak adalah barang berwujud yang
menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak
bergerak dan barang tidak berwujud yang dikenakan PPN. Pada dasarnya semua
barang merupakan Barang Kena Pajak kecuali yang diatur lain oleh Undang-Undang
Nomor PPN itu sendiri. Barang Kena Pajak tersebut terdiri dari barang berwujud
(bergerak dan tidak bergerak) dan barang tidak berwujud (hak cipta, merek
dagang, paten, dll). Indnesia menganut sistem tarif tunggal untuk PPN, yaitu
10%. dasar humkum yang digunakan unutk penerapan PPN di Indonesia adalah  
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983.


PPN secara efektif mulai berlaku di Indonesia
pada tanggal 1 April 1985, walaupun berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1983 dinyatakan berlaku pada tanggal 1 Januari 1984.


PPN ditetapkan dengan Undang- undang Nomor 18
Tahun 2000 merupakan pajak yang dikenakan terhadap pertambahan nilai (value
added) yang timbul akibat dipakainya faktor-faktor produksi di setiap jalur
perusahaan dalam menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan, dan memperdagangkan
barang atau pemberian pelayanan jasa kepada para konsumen.





2. SUMBER DAN OBYEK PPN


A.   Subjek PPN


Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah yang pajak
dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang dan atau jasa dalam
peredarannya dari produsen ke konsumen. Atau pajak atas konsumsi barang dan
jasa di daerah pabean yang dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi
dan distribusi.


Subjek terdiri  dari PPN ini
ada 2 (dua), yaitu :


1.     Pengusaha Kena Pajak
(PKP)


Pengusaha
adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha
atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang,
melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar
Daerah Pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan
jasa dari luar Daerah Pabean. Dan Pengusaha Kena Pajak atau PKP adalah
pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak
yang dikenai pajak berdasarkan undang-undang.





2.     Bukan Pengusaha Kena
Pajak (non PKP)


Bukan Pengusaha Kena Pajak atau bukan PKP adalah orang atau badan
yang mengimpor BKP, memanfaatkan jasa atau BKP tidak berwujud dari luar daerah
pabean, dan yang melakukan kegiatan membangun sendiri.





B.   Objek PPN


Berdasarkan UU No.42 tahun 2009 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atau
selanjutnya disebut UU PPN 1984.


Objek PPN adalah


sebagai berikut : (pasal 4 ayat 1)


a.     Penyerahan Barang Kena Pajak
di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha;


b.     Impor Barang Kena Pajak;


c.      Penyerahan Jasa Kena
Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha;


d.     Pemanfaatan Barang Kena
Pajak tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;


e.      Pemanfaatan Jasa Kena
Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;


f.       Ekspor Barang Kena Pajak
Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;


g.     Ekspor Barang Kena Pajak
Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;


h.     Ekspor Jasa Kena Pajak
oleh Pengusaha Kena Pajak.





Pasal 16C :


PPN dikenakan atas kegiatan membangun sendiri
yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi
atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang batasan
dan tata caranya diatur dalam keputusan menteri keuangan.





Pasal 16D :


PPN dikenakan atas penyerahan BKP berupa aktiva
yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh PKP kecuali atas
penyerahan aktiva yang pajak masukkannya tidak dapat dikreditkan sebagimana
dimaksud dalam pasal 9 ayat (8) huruf b dan c.


Syarat Penyerahan Terutang PPN Pasal 16D


1.     Yang melakukan
penyerahan atau pemindahtanganan adalah Pengusaha Kena Pajak;


2.     Perolehan aktiva
tersebut bukan untuk diperjualbelikan atau sebagai barang dagangan;


3.     Perolehan aktiva
tersebut berhubungan langsung dengan kegiatan usaha dan bukan jenis kendaraan
sedan dan station wagon.





Yang dimaksud dengan pengeluaran yang secara langsung berhubungan
dengan kegiatan usaha adalah pengeluaran yang berhubungan dengankegiatan
produksi, distribusi, pemasaran dan manajemen. Ketentuan ini berlaku untuk
semua bidang usaha.


1.  Penyerahan Barang Kena Pajak


Pasal 1A ayat (2) :


a.     penyerahan hak atas
Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian;


b.      pengalihan Barang
Kena Pajak karena suatu perjanjian sewa beli dan/atau perjanjian sewa guna
usaha (leasing);


c.      penyerahan Barang Kena
Pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang;


d.     pemakaian sendiri
dan/atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak;


e.      Barang Kena Pajak berupa
persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan;


f.       penyerahan Barang Kena
Pajak dari pusat ke cabang   atau sebaliknya dan/atau penyerahan Barang
Kena Pajak antar cabang;


g.     penyerahan Barang Kena
Pajak secara konsinyasi; dan


h.     penyerahan Barang Kena
Pajak oleh Pengusaha Kena  Pajak dalam rangka perjanjian pembiayaan yang
dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang penyerahannya dianggap langsung
dari Pengusaha    Kena  Pajak  kepada  pihak
 yang  membutuhkan Barang Kena Pajak.





2.  Bukan Penyerahan Barang Kena Pajak


Pasal 1A ayat (2) :


a.     penyerahan Barang Kena
Pajak kepada makelar sebagaimana dimaksuddalam Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang;


b.     penyerahan Barang Kena
Pajak untuk jaminan utang piutang;


c.      penyerahan Barang Kena
Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f  dalam  hal
 Pengusaha  Kena  Pajak melakukan  pemusatan tempat
 pajak terutang;


d.     pengalihan Barang Kena
Pajak dalam rangka  penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
 dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang   melakukan
pengalihan dan yang menerima pengalihan   adalah Pengusaha Kena Pajak;


e.      Barang Kena Pajak berupa
aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih
tersisa pada saat pembubaran perusahaan, dan yang Pajak Masukan atas
 perolehannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (8) huruf b dan huruf c.








3.  Syarat Penyerahan Kena Pajak


a.     Barang Berwujud yang
diserahkan merupakan Barang Kena Pajak;


b.      Barang Tidak
Berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud;


c.      Penyerahan dilakukan di
dalam Daerah Pabean


d.     Penyerahan dilakukan
dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.


e.      Dilakukan oleh Pengusaha
Kena Pajak.


4.  Barang Kena Pajak Tidak Berwujud.


Pengenaan PPN atas Barang Kena Pajak Tidak Berwujud antara lain
atas:


a.     penyerahan Barang Kena
Pajak (Berwujud dan tidak  Berwujud) didalam Daerah Pabean yang dilakukan
oleh pengusaha; (Pasal 4 ayat (1) huruf a)


b.     pemanfaatan  Barang
 Kena  Pajak Tidak  Berwujud  dari  luar  Daerah
Pabean di dalam Daerah Pabean; (Pasal 4 ayat (1) huruf d).


c.      Ekspor Barang Kena Pajak
Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak.(Pasal 4 ayat (1) huruf g).








5.  Penyerahan Jasa Kena Pajak


Pasal 1 angka 5 dan 6 UU PPN 1984.


Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan yang
berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang,
fasilitas,  kemudahan, atau hak tersedia  untuk dipakai, termasu jasa
yang dilakukan untuk    menghasilkan barang karena pesanan atau
permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan. Jasa Kena Pajak adalah
jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang ini.


Penyerahan Jasa Kena Pajak :


a.     Penyerahan Jasa Kena
Pajak adalah setiap kegiatan pemberian Jasa Kena Pajak.


b.     Penyerahan jasa
 yang terutang  pajak harus memenuhi syarat- syarat sebagai berikut:


·       
jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak.


·       
 penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean.


·       
penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.


·       
Dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak





c.      Termasuk dalam pengertian
penyerahan Jasa Kena Pajak adalah Jasa Kena Pajak (JKP) yang dimanfaatkan untuk
kepentingan sendiri dan/atau yang diberikan secara cuma-cuma.





C.   Bukan Objek PPN


Jenis barang yang tidak dikenai PPN adalah barang tertentu dalam
barang sebagai berikut :


1.     Barang hasil
pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya


a.      Minyak mentah (crude oil)


b.     Gas bumi, tidak termasuk
gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi langsung oleh masyarakat


c.     
Panas bumi;


d.     Asbes, batu tulis, batu
setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata, bentonit, dolomit,
felspar (feldspar), garam batu (halite), grafit, granit/andesit, gips, kalsit,
kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dan
kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat (phospat), talk, tanah serap (fullers
earth), tanah diatome, tanah liat, tawas (alum), tras, yarosif, zeolit, basal,
dan trakkit;


e.     
Batubara sebelum diproses menjadi briket batubara; dan


f.      
Bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel,
dan bijih perak serta bijih bauksit.





2.     Barang kebutuhan pokok
yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak


a.     Beras, Gabah, Sagu,
Jagung, Kedelai;


b.     Garam baik yang
beryodium maupun tidak beryodium;


c.     
Daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui
proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau
tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain,
dan/atau direbus;


d.     Telur, yaitu telur yang
tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan,atau dikemas;


e.     
Susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan
maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau
dikemas atau tidak dikemas buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik,
baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris,
di-grading, dan/atau dikemas atau tidak dikemas;


f.      
Buah-buahan yaitu buah segar yang dipetik, baik yang telah melalui
proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris dan dikemas atau tidak
dikemas;


g.     Sayur-sayuran, yaitu
sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu
rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah.





3.     Uang, emas batangan, dan
surat berharga


4.     Makanan dan minuman yang
disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi
makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk
makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau catering.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari pengenaan pajak berganda karena
sudah merupakan objek pengenaan Pajak Daerah.





Jenis jasa yang tidak dikenai PPN adalah jasa tertentu dalam jasa
sebagai berikut :


1.     Jasa pelayanan kesehatan
medis


2.     Jasa pelayanan sosial


3.     Jasa pengiriman surat
dengan perangko


4.     Jasa asuransi


5.     Jasa keuangan


6.     Jasa keagamaan


7.     Jasa pendidikan


8.     Jasa kesenian dan
hiburan


9.     Jasa penyiaran yang
tidak bersifat iklan


10.     Jasa angkutan umum di
darat dan air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang
tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri


11.     Jasa tenaga kerja


12.     Jasa perhotelan


13.     Jasa-jasa yang
disediakan oleh pemerinth dalam rangka menjalankan pemerinthan secara umum


14.     Jasa penyediaan tempat
parkir


15.     Jasa telepon umum dengan
menggunakan uang logam


16.     Jasa pengiriman uang
dengan wesel pos


17.     Jasa boga atau katering.








D. Pengusaha Kena Pajak


Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pengusaha yang
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang dikenai
pajak berdasarkan undang-undang. Dengan kata lain PKP adalah Pengusaha yang
usahanya adalah memperdagangkan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak. Apabila
Pengusaha tersebut memperdagangkan atau melakukan penyerahan barang yang tidak
kena pajak atau jasa yang tidak kena pajak, maka Pengusaha tersebut adalah
bukan Pengusaha Kena Pajak.





Terdapat pengecualian untuk pengusaha kecil
sesuai dengan pasal 3A ayat 1 UU PPN yang berbunyi: Pengusaha yang melakukan
penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, huruf c, huruf
f, huruf g, dan huruf h, kecuali pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan
oleh Menteri Keuangan, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang.





Berdasarkan Pasal 3A ayat (1) UU PPN 1984 diatur
bahwa Pengusaha Kecil tidak termasuk sebagai PKP sehingga tidak diwajibkan
untuk melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Namun
demikian, berdasarkan Pasal 3A ayat (1a) UU PPN 1984, Pengusaha Kecil dapat
memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Pengusaha Kecil yang
memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tersebut wajib melaporkan
usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan wajib memungut,
menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah yang terutang.


Batasan Pengusaha Kecil sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor :
68/PMK.03/2010 adalah sebagai berikut :


1. Pengusaha kecil adalah Pengusaha yang selama satu tahun buku
melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dengan jumlah peredaran bruto dan/atau
penerimaan bruto tidak lebih dari Rp 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah).


2.    Jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto
adalah jumlah keseluruhan penyerahan BKP dan/atau JKP yang dilakukan oleh
Pengusaha dalam rangka kegiatan usahanya.


3.    Pengusaha yang masuk kriteria sebagai pengusaha
kecil tidak wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP dan tidak
wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan PPnBM atas penyerahan BKP dan
atau JKP yang dilakukannya.





Sehingga kepada pengusaha kecil diberikan
kebebasan memilih untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak atau tidak.
Jika memilih untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak, maka wajib
melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada pasal 3A ayat 1 UU PPN.





3.    
PERHITUNGAN  PPN 


Mekanisme Cara menghitung pajak pertambahan
nilai adalah pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN ada pada pihak pedagang
atau produsen sehingga muncul istilah Pengusaha Kena Pajak yang disingkat PKP.
Dalam perhitungan PPN yang harus disetor oleh PKP, dikenal istilah pajak
keluaran dan pajak masukan. Pajak keluaran adalah PPN yang dipungut ketika PKP
menjual produknya, sedangkan pajak masukan adalah PPN yang dibayar ketika PKP
membeli, memperoleh, atau membuat produknya.





Cara menghitung pajak pertambahan nilai (PPn) dan Pajak Penjualan
Atas Barang Mewah (PPnBM)





PPN dan PPnBM yang terutang dihitung dengan cara mengalikan Tarif
Pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP).





TARIF PPN & PPnBM


1. Tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen).


2. Tarif PPN sebesar 0% (sepuluh persen) diterapkan atas:


·       
ekspor Barang Kena Pajak (BKP) Berwujud;


·       
ekspor BKP Tidak Berwujud; dan


·       
ekspor Jasa Kena Pajak.


3. Tarif PPnBM adalah paling rendah 10% (sepuluh persen) dan
paling tinggi 200


(dua ratus persen).


4. Tarif PPnBM atas ekspor BKP yang tergolong mewah adalah 0% (nol
persen)





contoh cara menghitung pajak pertambahan nilai





1. Pengusaha Kena Pajak andi menjual tunai Barang Kena Pajak
dengan Harga Jual  Rp 35.000.000,00





Pajak Pertambahan Nilai yang terutang





= 10% x Rp35.000.000,00





=  Rp3.500.000,00





PPN sebesar Rp3.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang





dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak andi.





Seseorang mengimpor Barang Kena Pajak dari luar Daerah Pabean
dengan





Nilai Impor sebesar Rp15.000.000,00. PPN yang dipungut melalui
Direktorat





Jenderal Bea dan Cukai





= 10% x Rp15.000.000,00





= Rp 1.500.000,00








KESIMPULAN


Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak tidak
Langsung yang dikenakan pada setiap pertambahaan nilai atau transaksi
penyerahan barang dan atau jasa kena pajak dalam pendistribusiannya dari
produsen dan konsumen.


Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tercipta karena
digunakannya faktor-faktor produksi pada setiap jalur perusahaan dalam
menghasilkan, menyalurkan dan memperdagangkan barang atau dalam memberikan
jasa. Mekanisme Cara menghitung pajak pertambahan nilai adalah pemungutan,
penyetoran, dan pelaporan PPN ada pada pihak pedagang atau produsen

Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) yang berlaku atas penyerahan barang kena pajak maupun
jasa kena pajak adalah tarif tunggal sehingga mudah dalam pelaksanaannya tidak
ada penggolongan dengan tarif yang berbeda

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "PAJAK PERTAMBAHAN NILAI "

Posting Komentar