Makalah Poligami - BAB II
BAB II
KAJIAN TEORI
1. Pengertian Poligami
Dalam antropologi sosial, poligami merupakan praktik
pernikahan kepada lebih dari satu suami atau istri (sesuai dengan jenis kelamin
orang bersangkutan) sekaligus pada suatu saat (berlawanan dengan monogami, di
mana seseorang memiliki hanya satu suami atau istri pada suatu saat).
Terdapat tiga bentuk poligami, yaitu
poligami (seorang pria memiliki beberapa istri sekaligus), poliandri (seorang
wanita memiliki beberapa suami sekaligus), dan pernikahan kelompok (bahasa
Inggris: group marriage, yaitu kombinasi poligami dan poliandri). Ketiga bentuk poligami
tersebut ditemukan dalam sejarah, namum poligami merupakan bentuk yang paling
umum terjadi.
Walaupun diperbolehkan dalam beberapa kebudayaan,
poligami ditentang oleh sebagian kalangan. Terutama kaum feminis menentang
poligini, karena mereka menganggap poligini sebagai bentuk penindasan kepada
kaum wanita.Islam pada dasarnya memperbolehkan seorang pria beristri lebih dari
satu (poligini).
Islam memperbolehkan seorang pria beristri hingga empat
orang istri dengan syarat sang suami harus dapat berbuat adil terhadap seluruh
istrinya (Surat an-Nisa ayat 3
4:3).
Poligini dalam Islam baik dalam hukum maupun
praktiknya, diterapkan secara bervariasi di tiap-tiap negara dengan mayoritas
penduduk beragama Islam. Di Indonesia sendiri terdapat hukum yang memperketat
aturan poligini untuk pegawai negeri, dan sedang dalam wacana untuk
diberlakukan kepada publik secara umum.
Tunisia adalah contoh negara arab dimana poligini tidak
diperbolehkan. Menurut Gustave Le Bon, di Eropa tidak ada praktik atau tradisi
timur yang dikritik dengan begitu sengitnya selain poligami.
2.1.1 Poligami Menurut Pandangan Islam
Poligami merupakan salah satu isu yang disorot tajam
kalangan feminis, tak terkecuali feminis islam. Poligami adalah isyarat islam
yang merupakan sunah Rasulullah SAW tentunya dengan syarat sang suami memiliki
kemampuan untuk adil diantara para isteri.Sebagai mana pada ayat yang artiya :
“Dan jika kamu
takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap(hak-hak) perempuan yatim (bilamana
kamu mengawininya),maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senang, dua,
tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak dapat berlaku adil,maka
(kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yangkamu miliki. Yang demikian itu
adalah lebih dekat daripada tidak berbuat aniaya.” (QS.An-Nisa ayat ke-3)
“Dan kamu
sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil diantara isteri-isteri(mu), walaupun
kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalau
cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain
terkatung-katung.” (QS.An-Nisa ayat 129)
Selain itu, tidak adanya ayat Al-Quran dan sunah
Rasulullah yang menggambarkan diperbolehkan atau dilarangnya poligami.
Sesungguhnya poligami yang diatur dalam islam tidak memperbolehkan bagi
laki-laki untuk berhubungan dengan wanita yang ia sukai diluar pernikahan.
Poligami merupakan sistem yang manusiawi, karena dapat
meringankan beban masyarakat yaitu dengan melindungi wanita yang tidak bersuami
dan menempatkannya ke shaf para isteri yang terpelihara dan terjaga.
2.1.2 Pengertian Poligami Menurut Para Ulama
Banyak ulama yang angkat bicara soal poligami, dari
pernyataan dan komentar-komentar yang disampaikannya, diharapkan dapat menjadi
bahan renungan dan masukan bagi saya, sekaligus menambah wawasan saya tentang
fenomena poligami dan realita yang terjadi di masyarakat.
Menurut Prof. Dr. Musdah Mulia, MA, dosen pasca sarjana
UIN Syarif Hidayatullah,
“Poligami itu haram lighairih, yaitu haram karena
adanya dampak buruk dan ekses-eskes yang ditimbulkannya.”
Ia juga mengaku memiliki data yang menunjukkan bahwa
praktik poligami di masyarakat telah menimbulkan masalah yang sangat krusial
dan problem sosial yang sangat besar. Begitu juga dengan tingginya Kekerasan
Dalam Rumah Tangga (KDRT), keretakan rumahtangga dan penelantaran anak-anak.
Prof. Dr. Quraish Shihab menyatakan, “Poligami itu
mirip dengan pintu darurat dalam pesawat terbang, yang hanya boleh dibuka dalam
keadaan emergency tertentu.”
Hal senada disampaikan pula oleh Ketua PBNU, KH. Hasyim
Muzadi, “Poligami tak ubahnya sebuah pintu darurat (emergency exit) yang memang
disediakan bagi yang membutuhkannya.” Dalam kesempatan yang lain, beliau juga
mengatakan, “Poligami atau monogamy adalah sebuah pilihan yang diberikan islam
untuk manusia, keduanya tak perlu dikontradiksikan.”
Dr. KH. Miftah Faridh (Direktur PUSDAI Jabar), juga
memiliki pandangan yang sama, “Poligami dalam pandangan islam merupakan salah
satu solusi yang dapat dilakukan umtuk memecahkan berbagai masalah sosial yang
dihadapi manusia. Poligami tidak perlu dipertentangkan , apalagi sampai
menimbulkan keretakan ukhuwah Islamiyah, adapun jika ada yang belum siap
melakukannya, itu lain persoalan.”
Pendapat yang sama, juga disampaikan oleh Prof.
Huzaemah Tahido Yanggo. Ahli fikih lulusan Universitas Al-Azhar Mesir ini
menyatakan, bahwa poligami sesuai dengan syariat islam. Menurutnya, hak
poligami bagi suami telah dikompensasi dengan hak istri untuk menuntut
pembatalan akad nikah dengan jalan khulu’, yaitu ketika sang suami berbuat
semena-mena terhadap istrinya. Yang jelas istri memperbolehkan suami dengan syarat
adil. Syarat ini merupakan suatu penghormatan kepada wanita, bila tidak
dipenuhi akan mengakibatkan dosa. Kalau suami tidak berlaku adil kepada
istri-istrinya, berarti dia tidak mu’asyarah bil ma’ruf (bergaul dengan baik)
kepada mereka.
Direktur utama Pusat Konsultasi Syariah, Dr. Surahman
Hidayat, mengatakan , “Nikah itu baik poligami atau monogamy, tidak untuk
menzalimi siapa pun. Justru untuk tegaknya kebahagiaan, yang pada gilirannya
terwujud rumah tangga yang sakinah mawaddah wa rahman.”
Pimpinan pesantren Darut Tauhid, KH. Abdullah
Gymnastiar atau akrab dipanggil Aa Gym, menyatakan sebelum ia berpoligami,
“Poligami merupakan syariat Islam yang sangat darurat. Wacana soal poligami itu
perlu diketahui dan dipahami. Oleh karena itu, wacana poligami tidak perlu
dipertentangkan oleh umat islam. Di berbagai tempat ceramah, saya sering
menyebarkan wacana tentang poligami, karena hal itu adalah ajaran islam. Kalau
saya sendiri, sampai sekarang masih belum siap berpoligami. Untuk saat ini saya
sudah merasa bahagia hidup bersama satu orang istri dan tujuh orang anak
titipan Allah Ta’ala.”
Dan setelah dirinya resmi menikahi isrti keduanya,
banyak pernyataan yang beliau sampaikan. Di antaranya beliau mengatakan, “Saya
prihatin dengan adanya pandangan kurang baik terhadap poligami. Seakan para
pelaku poligami adalah seorang penjahat yang telah melakukan kejahatan yang
sangat besar”. Namun beliau juga tidak menganjurjan jamaahnya untuk
berpoligami, “Kalau tidak ada ilmunya, lebih baik jangan”, ujarnya.
Dr. Yusuf Al-Qardhawi mengatakan, “Pada hakikatnya apa
yang dilakukan oleh barat pada hari ini dengan segala bentuk perzinaan yang
mereka lakukan, tidak lain adalah salah satu bentuk poligami juga, meski tidak
dalam bentuk formal. Atau dengan kata lain, poligami liar.”
2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Poligami
Menurut Abu Azzam Abdillah, banyak faktor yang sering
memotivasi seorang pria untuk melakukan poligami. Selama dorongan tersebut
tidak menyimpang dari ketentuan syariat, tentu tidak ada cela dan larangan
untuk melakukannya. Berikut ini beberapa faktor utama yang menjadi pertimbangan
kaum pria dalam melakukan poligami.
2.2.1 Faktor- Faktor Biologis
- a. Istri yang Sakit
Adanya seorang istri yang menderita suatu penyakit yang
tidak memungkinkan baginya untuk melayani hasrat seksual suaminya. Bagi suami
yang shaleh akan memilih poligami dari pada energi ke tempat–tempat mesum
dengan sejumlah wanita pelacur
- b. Hasrat Seksual yang Tinggi
Sebagian kaum pria memiliki gairah dan hasrat seksual
yang tinggi dan menggebu, sehingga baginya satu istri dirasa tidak cukup untuk
menyalurkan hasratnya tersebut.
- c. Rutinitas Alami Setiap Wanita
Adanya masa-masa haid, kehamilan dan melahirkan,
menjadi alasan utama seorang wanita tidak dapat menjalankan salah satu
kewajiban terhadap suaminya. Jika suami dapat bersabar menghadapi kondisi
seperti itu, tentu tidak akan menjadi masalah. Tetapi jika suami termasuk orang
yang hasrat seksualnya tinggi, beberapa hari saja istrinya mengalami haid,
dikhawatirkan sang suami tidak bisa menjaga diri, maka poligami bisa menjadi
pilihannya.
- d. Masa Subur Kaum Pria Lebih Lama
Kaum pria memiliki masa subur yang lebih lama
dibandingkan wanita. Dokter Boyke, seorang seksolog, mengakui banyak menangani
kasus perselingkuhan pria usia 40-50 tahun, karena pada usia tersebut pria
mendapat puber kedua, sementara para istri umumnya malah menjadi frigid.
2.2.2 Faktor Internal Rumah Tangga
Menurut buku ‘Hitam Putih Poligami’, terdapat beberapa
faktor internal rumahtangga yang mendorong suami untuk berpoligami.
- a. Kemandulan
Banyak kasus perceraian yang dilatarbelakangi oleh
masalah kemandulan , baik kemandulan yang terjadi pada suami maupun yang
dialami istri. Hal ini terjadi karena keinginan seseorang untuk mendapat
keturunan merupakan salah satu tujuan utama pernikahan dilakukannya.
Dalam kondisi seperti itu, seorang istri yang bijak dan
shalihah tentu akan berbesar hati dan ridha bila sang suami menikahi wanita
lain yang dapat memberikan keturunan. Di sisi lain, sang suami tetep
memposisikan istri pertamanya sebagai orang yang mempunyai tempat di hatinya,
tetap dicintainya, dan hidup bahagia bersamanya.
- b. Istri yang Lemah
Ketika sang suami mendapati istrinya dalam keadaan
serba terbatas , tidak mampu menyelesaikan tugas-tugas rumahtangganya dengan
baik, tidak bisa mengarahkan dan mendidik anak-anaknya, lemah wawasan ilmu dan
agamanya,serta bentuk-bentuk kekurangan lainnya.maka pada saat itu,kemungkinan
suami melirik wanita lain yang dianggapnya lebih baik,bisa saja terjadi.dan
sang istri hendaknya berlapang dada bahkan berbahagia,karena akan ada wanita
lainyang membantunya memecahkan persoalan rumah tangganya,tanpa akan kehilangan
cinta dan kasih saying suaminya.
- c. Kepribadian yang Buruk
Istri yang tidak pandai bersyukur, banyak menuntut,
boros, suka berkata kasar, gampang marah, tidak mau menerima nasihat suami dan
selau ingin menang sendiri, biasanya tidak disukai sang suami. Oleh karenanya,
tidak jarang suami yang mulai berpikir untuk menikahi wanita lain yang dianggap
lebih baik dan lebih shalihah, apalagi jika watak dan karakter buruk sang istri
tidak bisa diperbaiki lagi.
2.2.3 Faktor Sosial
- a. Banyaknya Jumlah Wanita
Di Indonesia, pada PEMILU tahun 1999, jumlah pemilih
pria hanya 48%, sedangkan pemilih wanita sebanyak 52%. Berarti dari jumlah 110
Juta jiwa pemilih tersebut, jumlah wanita adalah 57,2 juta orang dan Jumlah
pria 52,8 juta orang. Padahal usia para pemilih itu merupakan usia siap nikah.
- b. Kesiapan Menikah dan Harapan Hidup pada Wanita
Jika saya mencoba melakukan survei pada masalah
kesiapan menikah, pasti para wanita akan lebih banyak jumlahnya daripada
jumlahnya daripada kaum pria. Bahkan di daerah-daerah tertentu, wanita usia
14-16 tahun sudah banyak yang bersuami, dan wanita yang usianya 20 tahun merasa
sudah terlambat menikah. Sebagian pendapat juga mengatakan bahwa harapan hidup
kaum wanita, lebih panjang daripada harapan hidup kaum pria, perbedaannya
berkisar 5-6 tahun. Sehingga tidak heran jika lebih banyak suami yang lebih
dahulu meninggal dunia, sedangkan sang istri harus hidup menjanda dalam waktu
yang sangat lama, tanpa ada yang mengayomi, melindungi, dan tiada yang memberi
nafkah secara layak.
- c. Berkurangnya Jumlah Kaum Pria
Dampak paling nyata yang ditimbulkan akibat banyaknya
jumlah kematian pada kaum pria adalah semakin bertambahnya jumlah peremuan yang
kehilangan suami dan terpaksa harus hidup menjanda.lalu siapakah yang akan
bertanggung jawab mengayomi,memberi perlindungan dan memenuhi nafkah lahir dan
batinnya,jika mereka terus menjanda?solusinya tida lain,kecuali menikah lagi
dengan seorang jejaka,atau duda,atau memasuki kehidupan poligami dengan pria
yang telah beristri.itulah solusi yang lebih mulia,halal dan baradab.
- d. Lingkungan dan Tradisi
Lingkungan tempat saya hidup dan beraktivitas sangat
besar pengaruhnya dalam mempentuk karakter dan sikap hidup seseorang. Seorang
suami akan tergerak hatinya untuk melakukan poligami, jika ia hidup di
lingkungan atau komunitas yang memelihara tradisi poligami.
Sebaliknya ia akan bersikap antipati, sungkan dan
berpikir seribu kali untuk melakukannya, jika lingkungan dan tradisi yang ada
di sekitarnya menganggap poligami sebagai hal yang tabu dan buruk, sehingga
mereka melecehkan dan merendahkan para pelakunya.
- e. Kemapanan Ekonomi
Inilah salah satu motivator poligami yang paling sering
saya dapati pada kehidupan modern sekarang ini. Kesuksesan dalam bisnis dan
mapannya perekonomian seseorang, sering menumbuhkan sikap percaya diri dan
keyakinan akan kemampuannya menghidupi istri lebih dari satu.
2.3 Dampak Negatif Poligami
2.3.1 Terhadap Kehidupan Rumah Tangga
Dampak poligami terhadap kehidupan rumah tangga antara
lain :
- Ketidakharmonisan hubungan anggota keluarga.
- Sering timbul permasalahan atau percek-cokan.
- Tidak adanya rasa saling pecaya.
- Tidak adanya kepedulian yang besar dari suami terhadap anak dan
isteri. - Kemungkinan dapat menyebabkan perceraian.
2.3.2 Dampak yang Umum Terjadi Terhadap Istri
Menurut buku ‘Agar Suami Tak Berpoligami’,
dampak-dampak umum yang dapat terjadi bagi para istri yang suaminya berpoligami
adalah,
Dampak psikologis: perasaan inferior istri dan
menyalahkan diri karena merasa tindakan suaminya berpoligami adalah akibat dari
ketidakmampuan dirinya memenuhi kebutuhan biologis suaminya.
Dampak ekonomi rumah tangga: Ketergantungan secara
ekonomi kepada suami. Walaupun ada beberapa suami memang dapat berlaku adil
terhadap istri-istrinya, tetapi dalam prakteknya lebih sering ditemukan bahwa
suami lebih mementingkan istri muda dan menelantarkan istri dan anak-anaknya
terdahulu.. Akibatnya istri yang tidak memiliki pekerjaan akan sangat kesulitan
menutupi kebutuhan sehari-hari. Kekerasan terhadap perempuan, baik
kekerasan fisik, ekonomi, seksual maupun psikologis. Hal ini umum terjadi pada
rumah tangga poligami, walaupun begitu kekerasan juga terjadi pada rumah tangga
yang monogami.
Dampak hukum: Seringnya terjadi nikah di bawah tangan
(perkawinan yang tidak dicatatkan pada Kantor Catatan Sipil atau Kantor Urusan
Agama), sehingga perkawinan dianggap tidak sah oleh negara, walaupun perkawinan
tersebut sah menurut agama. Pihak perempuan akan dirugikan karena
konsekwensinya suatu perkawinan dianggap tidak ada, seperti hak waris dan
sebagainya.
Dampak kesehatan: Kebiasaan berganti-ganti pasangan
menyebabkan suami/istri menjadi rentan terhadap penyakit menular seksual (PMS),
bahkan rentan terjangkit virus HIV/AIDS.
2.3.3 Dampak Negatif Poligami Terhadap Anak
Poligami tidak hanya berdampak negative terhadap
kehidupan rumah tangga dan isteri,namun poligami juga berdampak negative
terhadap anak,antara lain:
- Sang anak merasa tidak mendapatkan perhatian dari orang tuanya.
- Anak menjadi frustasi melihat keadaan orang tuanya.
- Anak mendapat tekanan mental.
- Adanya rasa benci kepada sang ayah.
- Dicemooh oleh teman-temannya.
- Anak tidak betah di rumah.
- Tidak menutup kemungkinan anak menjadi melakukan perbuatan yang
tidak baik. - Anak mengikuti pergaulan yang negative.
- Anak tidak semangat belajar.
10. Anak menjadi beranggapan negative
terhadap orang tua.
2.4 Pandangan Saya sebagai Mahasiswa sekolah tinggi
hokum garut Terhadap Poligami
Menurut saya sendiri sebagai mahasiswa lajang tentang
poligami. Boleh tidaknya poligami itu tergantung dari masing-masing orang yang
mau menjalaninya, mungkin dengan segala pertimbangan yang seksama. Apa akibat
yang akan timbul seelah dia melakukan poligami.
Tapi saya sempat menanyakan pendapat dari
teman-teman “bagaimana tentang poligami menurut kalian?”. Dan jawaban
mereka beragam :
- Menindas kaum wanita dan secara tidak langsung menginjak-injak harga
diri wanita. - Tidak adil untuk perempuan
- Menyakiti kaum wanita
- Dapat merusak kebahagian keluarga
- Sanksi di akhirat sangat besar apabila tidak bisa berlaku adil
- Berdampak negatif terhadap anak
Saya bisa mengetahui bahwa sebagian besar dari
teman-teman saya tidak setuju akan poligami. Banyak dari mereka masih
beranggapan bahwa poligami adalah suatu tindakan yang tidak baik. Baik
temen laki-laki maupun perempuan menganggap bahwa poligami hanya akan
menimbulkan konflik-konflik atau masalah-masalah yang dapat merusak
keharmonisan suatu keluarga. Hanya sedikit dari mereka yang mengaku setuju pada
poligami. Meskipun sedikit, ini membuktikan bahwa masih ada orang yang
memandang poligami dari sisi positif, dan memaklumi poligami asalkan alasannya
jelas.
Sebagian besar dari dari teman-teman saya beranggapan
tidak perlu ada Undang-Undang yang mengatur Poligami. Karena mereka beranggapan
bahwa poligami adalah hak setiap orang dan tidak ada hadist atau pun ayat
AL-QURAN yang secara terang-terangan melarang poligami. Namun, ada juga yang
berpendapat bahwa Undang-Undang yang mengatur poligami sangat diperlukan,
karena dapat memperjelas hukum tentang poligami di Indonesia.
Di sekitar tempat tinggal mereka jarang terdapat orang
yang berpoligami. Kalau pun ada, hanya beberapa orang saja yang mempunyai
tetangga atau keluarga yang berpoligami. Saya hanya menemukan 2 kasus yang
mengatakan bahwa ayahnya sendiri yang melakukan poligami. Ada yang mengaku
bahwa ayahnya sendiri melakukan poligami berencana akan mengikuti jejak
ayahnya. Sedangkan ada juga yang mengaku ayahnya berpoligami, mengaku membenci
ayahnya dan merasa kasihan terhadap ibunya. Dari dua kasus tersebut, saya dapat
mengetahui bahwa poligami membawa dampak negatif bagi anak. Anak akan
membenci orangtuanya dan akan mengikuti jejak sang ayah. Ada juga yang
mempunyai tetangga yang berpoligami, menurutnya orang yang berpoligami memang
kurang harmonis dan suami jarang pulang. Meski begitu suami masih bertanggung
jawab dan menafkahi keluarga tersebut.
Dari keterangan di atas, sebagian besar teman-teman
saya memang menentang atau tidak setuju terhadap poligami, terutama perempuan.
Namun masih ada yang setuju akan poligami karena beranggapan poligami adalah
salah satu cara dalam menghindari perzinaan dan mengangkat derajat
wanita-wanita yang tidak memiliki suami.
Teman-teman saya juga menyebutkan beberapa hal yang
menjadi penyebab seseorang berpoligami, yaitu:
Belum Memiliki Keturunan
Salah satu tujuan berumah tangga adalah memiliki
keturunan. Kemungkinan sepasang suami-istri yang belum memiliki keturunan,
walaupun sudah lama menikah pasti akan diliputi rasa risau dan keinginan untuk
memiliki anak pun semakin besar. Untuk itu, suami yang setia lebih memilih
berpoligami untuk mendapatkan keturunan daripada harus menceraikan istrinya.
Bosan Pada Istri
Rasa bosan sering kal muncul dalam kehidupan rumah
tangga. Jika istri tidak pandai menjaga penampilannya, suami akan cenderung
jenuh dan memilih untuk menikah lagi.
Hawa Nafsu
Sebagian besar menganggap bahwa hawa nafsu adalah
faktor utama seseorang berpoligami. Karena sebagaimana saya ketahui bahwa
perbandingan hawa nafsu pria dan wanita adalah 9 : 1. Oleh karena itu, pria
shaleh yang tidak bisa menahan hawa nafsunya akan memilih poligami daripada
melakukan zina.
Mencari Pasangan Muda
Jika suami merasa dirinya masih gagah, berpenampilan
menarik dan mapan dalam ekonomi akan merasa dirinya masih pantas untuk memiliki
lagi pasangan yang lebih muda dibandingkan dengan istri pertamanya.
Istri Kurang Memuaskan
Pelayanan yang baik dari istri terhadap suami sangatlah
penting untuk menjaga keharmonisan dalam rumahtangga. Tidak hanya pelayanan
biologis, tetapi juga pelayanan dalam hal-hal lain, seperti memasak,
membersihkan rumah dan menjaga anak-anak.
Dari data-data tersebut, sudah jelas bahwa sebagian
besar dari teman-teman saya yang saya mintai pendapat tidak menyetujui adanya
poligami dengan berbagai macam alasan.
BACK BAB I PENDAHULUAN
NEXT BAB III KAJIAN TEORI
0 Response to "Makalah Poligami - BAB II "
Posting Komentar