Hukum Waris Berdasarkan BW
I.1 PENGERTIAN HUKUM WARIS
Hukum waris (erfrecht) yaitu
seperangkat norma atau aturan yang mengatur mengenai berpindahnya atau
beralihnya hak dan kewajiban (harta kekayaan) dari orang yang
meninggal dunia (pewaris) kepada orang yang masih hidup (ahli waris)
yang berhak menerimanya. Atau dengan kata lain, hukum waris yaitu
peraturan yang mengatur perpindahan harta kekayaan orang yang meninggal
dunia kepada satu atau beberapa orang lain.
Menurut Mr. A. Pitlo,
hukum waris yaitu suatu rangkaian ketentuan – ketentuan, di mana,
berhubung dengan meninggalnya seorang, akibat- akibatnya di dalam bidang
kebendaan, diatur, yaitu : akibat dari beralihnya harta peninggalan
dari seorang yang meninggal, kepada ahli waris, baik di dalam
hubungannya antara mereka sendiri, maupun dengan pihak ketiga.
I.2 UNSUR – UNSUR PEWARISAN
Di dalam membicarakan hukum waris maka ada 3 hal yang perlu mendapat
perhatian, di mana ketiga hal ini merupakan unsur – unsur pewarisan :
1. Orang yang meninggal dunia / Pewaria / Erflater
Pewaris
ialah orang yang meninggal dunia dengan meningalkan hak dan kewajiban
kepada orang lain yang berhak menerimanya. Menurut pasal 830 BW,
pewarisan hanya berlangsung karena kematian. Menurut ketentuan pasal 874
BW, segala harta peninggalan seorang yang meninggal dunia adalah
kepunyaan sekalian ahli warisnya menurut undang – undang sekedar
terhadap itu dengan surat wasiat tidak telah diambil setelah ketetapan
yang sah. Dengan demikian, menurut BW ada dua macam waris :
Hukum
waris yang disebut pertama, dinamakan Hukum Waris ab intestato (tanpa
wasiat). Hukum waris yang kedua disebut Hukum Waris Wasiat atau
testamentair erfrecht.
2. Ahli waris yang berhak menerima harta kekayaan itu / Erfgenaam
Ahli
waris yaitu orang yang masih hidup yang oleh hukum diberi hak untuk
menerima hak dan kewajiban yang ditinggal oleh pewaris. Lalu, bagaiman
dengan bayi yang ada dalam kandungan ?. Menurut pasal 2 BW, anak yang
ada dalam kandungan dianggap sebagai telah dilahirkan bilamanakeperluan
si anak menghendaki. Jadi, dengan demikian seorang anak yang ada dalam
kandungan, walaupun belum lahir dapat mewarisi karena dalam pasal ini
hukum membuat fiksi seakan – akan anak sudah dilahirkan.
Ahli waris terdiri dari :
Ahli waris menurut undang – undang ( abintestato )
Ahli
waris ini didasarkan atas hubungan darah dengan si pewaris atau para
keluarga sedarah. Ahli waris ini terdiri atas 4 golongan. Golongan I,
terdiri dari anak – anak, suami ( duda ) dan istri ( janda ) si pewaris;
Golongan II, terdiri dari bapak, ibu ( orang tua ), saudara – saudara
si pewris; Golongan III, terdiri dari keluarga sedarah bapak atau ibu
lurus ke atas ( seperti, kakek, nenek baik garis atau pancer bapak atau
ibu ) si pewaris; Golongan IV, terdiri dari sanak keluarga dari pancer
samping ( seperti, paman , bibi ).
Ahli waris menurut wasiat ( testamentair erfrecht )
Ahli
waris ini didasarkan atas wasiat yaitu dalam pasal 874 BW, setiap orang
yang diberi wasiat secara sah oleh pewaris wasiat, terdiri atas,
testamentair erfgenaam yaitu ahli waris yang mendapat wasiat yang berisi
suatu erfstelling ( penunjukkan satu ataubeberapa ahli waris untuk
mendapat seluruh atau sebagian harta peninggalan ); legataris yaitu ahli
waris karena mendapat wasiat yang isinya menunjuk seseorang untuk
mendapat berapa hak atas satu atau beberapa macam harta waris, hak atas
seluruh dari satu macam benda tertentu, hak untuk memungut hasil dari
seluruh atau sebagian dari harta waris.
Jadi, dengan demikian ada
tiga dasar untuk menjadi ahli waris, yaitu, ahli waris atas dasar
hubungan darah dengan si pewaris, ahli waris hubungan perkawianan dengan
si pewaris, ahli waris atas dasar wasiat.
3. Harta Waris
Hal –
hal yang dapat diwarisi dari si pewaris, pada prinsipnya yang dapat
diwarisi hanyalah hak – hak dan kewajiban dalam lapangan harta kekayaan.
Hak dan kewajiban tersebut berupa, Aktiva ( sejumlah benda yang nyata
ada dan atau berupa tagihan atau piutang kepada pihak ketiga, selain itu
juga dapat berupa hak imateriil, seperti, hak cipta ); Passiva (
sejumlah hutang pewaris yang harus dilunasi pada pihak ketiga maupun
kewajiban lainnya ). Dengan demikian, hak dan kewajiban yang timbul dari
hukum keluarga tidak dapat diwariskan.
I.3 HAK DAN KEWAJIBAN PEWARIS
1. Hak Pewaris
Pewaris
sebelum meninggal dunia berhak menyatakan kehendaknya dalam testament
atau wasiat yang isinya dapat berupa, erfstelling / wasiat pengangkatan
ahli waris ( suatu penunjukkan satu atau beberapa orang menjadi ahli
waris untuk mendapatkan seluruh atau sebagian harta peninggalan (
menurut pasal 954 BW ), wasiat pengangkatan ahli wari ini terjadi
apabila pewaris tidak mempunyai keturunanatau ahli waris ( menurut pasal
917 BW )); legaat / hibah wasiat ( pemberian hak kepada seseorang atas
dasar wasiat yang khusus berupa hak atas satu atau beberapa benda
tertentu, hak atas seluruh benda bergerak tertentu, hak pakai atau
memungut hasil dari seluruh atau sebagian harta warisan ( menurut pasal
957 BW )).
2. Kewajiban Pewaris
Pewaris wajib mengindahkan atau
memperhatikan legitime portie, yaitu suatu bagian tertentu dari harta
peningalan yang tidak dapat dihapuskan atau dikurangi dengan wasiat atau
pemberian lainnya oleh orang yang meninggalkan warisan ( menurut pasal
913 BW ). Jadi, pada dasarnya pewaris tidak dapat mewasiatkan seluruh
hartanya, karena pewaris wajib memperhatikan legitieme portie, akan
tetapi apabila pewaris tidak mempunyai keturunan , maka warisan dapat
diberikan seluruhnya pada penerima wasiat.
I.4 HAK DAN KEWAJIBAN AHLI WARIS
1. Hak Ahli Waris
Setelah
terbukanya warisan ahli waris mempunyai hak atau diberi hak untuk
menentukan sikapnya, antara lain, menerima warisan secara penuh,
menerima dengan hak untuk mengadakan pendaftaran harta peninggalan atau
menerima dengan bersyarat, dan hak untuk menolak warisan.
2. Kewajiban Ahli Waris
Adapun
kewajiban dari seorang ahli waris, antara lain, memelihara keutuhan
harta peninggalan sebelum harta peninggalan itu dibagi, mencari cara
pembagian sesuai ketentuan, melunasi hutang – hutang pewaris jika
pewaris meninggalkan hutang, dan melaksanakan wasiat jika
pewarismeninggalkan wasiat.
I.5 PEMBAGIAN WARIS MENURUT BW
1. Golongan I,
Merupakan
ahli waris dalam garis lurus ke bawah dari pewaris, yaitu anak, suami /
duda, istri / janda dari si pewaris. Ahli waris golongan pertama
mendapatkan hak mewaris menyampingkan ahli waris golongan kedu,
maksudnya, sepanjang ahli waris golongan pertama masih ada, maka, ahli
waris golongan kedua tidak bisa tampil.
pasal 852 :
Seorang
anak biarpun dari perkawinan yang berlain – lainan atau waktu kelahiran ,
laki atau perempuan, mendapat bagian yang sama ( mewaris kepala demi
kepala ). Anak adopsi memiliki kedudukan yang sama seperti anak yang
lahir di dalam perkawinannya sendiri .
Berbicara mengenai anak, maka, kita dapat menggolongkannya sebagai berikut :
Anak sah, yaitu anak yang dilahirkan atau ditumbuhkan sepanjang
perkawinan dengan tidak mempermasalahkan kapan anak itu dibangkitkan
oleh kedua suami istri atau orang tuanya. Anak sah mewaris secara
bersama – sama dengan tidak mempermasalahkan apakah ia lahir lebih
dahulu atau kemudian atau apakah ia laki – laki atau perempuan.
Anak luar perkawinan, yaitu anak yang telah dilahirkan sebelum kedua
suami istri itu menikah atau anak yang diperoleh salah seorang dari
suami atau istri dengan orang lain sebelum mereka menikah. Anak luar
perkawinan ini terbagi atas :
Anak yang disahkan, yaitu anak yang
dibuahkan atau dibenihkan di luar perkawinan, dengan kemudian menikahnya
bapak dan ibunya akan menjadi sah, dengan pengakuan menurut undang –
undang oleh kedua orang tuanya itu sebelum pernikahan atau atau dengan
pengakuan dalam akte perkawinannya sendiri.
Anak yang diakui, yaitu
dengan pengakuan terhadap seorang anak di luar kawin, timbullah
hubungan perdata antara si anak dan bapak atau ibunya tau dengan kata
lain, yaitu anak yang diakui baik ibunya saja atau bapaknya saja atau
kedua – duanya akan memperoleh hubungan kekeluargaan dengan bapak atau
ibu yang mengakuinya. Pengakuan terhadap anak luar kawin dapat dilakukan
dalam akte kelahiran anak atau pada saat perkawinan berlangsung atau
dengan akta autentik atau dengan akta yang dibuat oleh catatan sipil.
Menurut
pasal 693, hak waris anak yang diakui; 1/3 bagian sekiranya ia sebagai
anak sah, jika ia mewaris bersama – sama dengan ahli waris golongan
pertama, ½ dari harta waris jika ia mewaris bersama – sama dengan
golongan kedua, ¾ dari harta waris jika ia mewaris bersama dengan sanak
saudara dalam yang lebih jauh atau jika mewaris dengan ahli waris
golongan ketiga dan keempat, mendapat seluruh harta waris jika si
pewaris tidak meninggalkan ahli wari yang sah.
Jika anak diakui ini
meninggal terlebih dahulu, maka anak dan keturunannya yang sah berhak
menuntut bagian yang diberikan pada merka menurut pasal 863, 865.
Anak yang tidak dapat diakui, terdiri atas; anak zina ( anak yang lahir
dari orang laki – laki dan perempuan, sedangkan salah satu dari mereka
itu atau kedua – duanya berada dalam ikatan perkawinan dengan orang lain
), anak sumbang ( anak yang lahir dari orang lki – laki dan perempuan,
sedangkan diantara mereka terdapat larangan kawin atau tidak boleh kawin
karena masih ada hubungan kekerabatan yang dekat. Untuk kedua anak ini
tidak mendapatkan hak waris, mereka hanya mendapatkan nafkah seperlunya.
852 a. :
Bagian
seorang isteri ( suami ), kalau ada anak dari perkawinannya dengan yang
meninggal dunia, adalah sama dengan bagiannya seorang anak. Jika
perkawinan itu bukan perkawinan yang pertama, dan dari perkawinan yang
dahulu ada juga anak – anak, maka bagian dari janda ( duda ) itu tidak
boleh lebih dari bagian terkecil dari anak – anak yang meninggal dunia.
Bagaimanapun juga seorang janda ( duda ) tidak boleh mendapat lebih dari
½ dari harta warisan. Di atas disebut bahwa jika ada anak dari
perkawinan yang dahulu, maka bagian dari seorang janda ( duda ) tidak
boleh lebih dari bagian terkecil dari anak – anak peninggal warisan.
Lebih dahulu telah ada ketentuan bahwa bagian dari seorang anak adalah
sama, meskipun dari lain perkawinan. Untuk dapat mengerti arti dari kata
” terkecil ” itu, perlu diingat bahwa pasal ini adalah pasal yang
disusulkan kemudian yaitu dengan Stbld. 1935 No. 486, dengan maksud
supaya memperbaiki kedudukan seorang janda ( duda ) yang dengan adanya
pasal itu bagiannya dipersamakan dengan seorang anak.
2. Golongan II
Merupakan,
ahli waris dalam garis lurus ke atas dari pewaris, yaitu, bapak, ibu
dan saudara – saudara si pewaris. Ahli waris ini baru tampil mewaris
jika ahli waris golongan pertama tidak ada sama sekali dengan
menyampingkan ahli waris golongan ketiga dan keempat.
Dalam hal tidak ada saudara tiri :
854
: Jika golongan I tidak ada, maka yang berhak mewaris ialah : bapak,
ibu, dan saudara. Ayah dan ibu dapat : 1/3 bagian, kalau hanya ada 1
saudara; ¼ bagian, kalau ada lebihh dari saudara. Bagian dari saudara
adalah apa yang terdapat setelah dikurangi dengan bagian dari orang tua.
855 : Jika yang masih hidup hanya seorang bapak atau seorang ibu,
maka bagiannya ialah : ½ kalau ada 1 saudara; 1/3 kalau ada 2 saudara; ¼
kalau ada lebih dari 2 orang saudara. Sisa dari warisan, menjadi
bagiannya saudara ( saudara – saudara )
856 : Kalau bapak dan ibu telah tidak ada, maka deluruh warisan menjadi bagian saudara – saudara.
857 : Pembagian antara saudara – saudara adalah sama, kalau mereka itu mempunyai bapak dan ibu yang sama.
Dalam hal ada saudara tiri :
Sebelum
harta waris dibagikan kepada saudara – saudaranya, maka harus
dikeluarkan lebih dulu untuk orang tua si pewaris, jika masih hidup.
Kemudian sisanya baru dibagi menjadi dua bagian yang sama. Bagian yang
ke satu adalah bagian bagi garis bapak dan bagian yang kedua adalah
sebagai bagian bagi garis ibu. Saudara – saudara yang mempunyai bapak
dan ibu yang sama mendapat bagian dari bagian bagi gariss bapak dan
bagian bagi garis ibu. Saudara – saudara yang hanya sebapak atau seibu
dapat bagian dari bagian bagi garis bapak atau bagi garis ibu saja.
3. Golongan III
Merupakan,
keluarga sedarah si bapak atau ibu pewaris, yaitu kakek, nenek baik
pancer bapak atau ibu dari si pewaris. Dalam hal ini, ahli waris
golongan ketiga baru mempunyai hak mewaris, jika ahli waris golongan
pertama dan kedua tidak ada sama sekali dengan menyampingkan ahli waris
golongan keempat.
853 : 858 ayat 1. Jika waris golongan 1 dan garis golongan 2 tidak ada, maka warisan dibelah menjadi dua bagian yang sama.
Yang
satu bagian diperuntukkan bagi keluarga sedarah dalam garis bapak lurus
ke atas; yang lain bagian bagi keluarga sedarah dalam garis ibu lurus
ke atas. Waris yang terdekat derajatnya dalam garis lurus ke atas. Waris
yang terdekat derajatnya dalam garis lurus ke atas mendapat setengah
warisan yang jatuh pada garisnya ( pancernya ). Kalau derajatnya sama,
maka waris itu pada tiap garis pancer mendapat bagian yang sama ( kepala
demi kepala ). Kalau di dalam satu garis ( pancer ) ada keluarga yang
terdekat derajatnya, maka orang itu menyampingkan keluarga dengan
derajat yang lebih jauh.
Pasal ini menguraikan keadaan jika anak (
dan keturunannya ), isteri orang tua, dan saudara tidak ada. Maka di
dalam hal ini warisan jatuh pada kakek dan nenek. Karena tiap orang itu
mempunyai bapak dan ibu, dan bapak dan ibu itu mempunyai bapak dan ibu
juga, maka tiap orang mempunyai 2 kakek dan 2 nenek.
1 kakek dan 1
nenek dari pancer bapak dan 1 kakek dan 1 nenek dari pancer ibu. Dengan
telah meninggalnya bapak dan ibu maka adalah wajar jika warisan itu
jatuh pada orang – orang yang menurunkan bapak dan ibu. Di dalam hal ini
maka warisan dibelah menjadi dua. Satu bagian diberikan kepada kakek
dan nenek yang menurunkan bapak dan bagian lain kepada kakek dan nenek
yang menurunkan ibu. Jika kakek dan nenek tidak ada maka warisan jatuh
kepada orang tuanya kakek dan nenek. Jika yang tidak ada itu hanya kakek
atau nenek maka bagian jatuh pada garisnya, menjadi bagian yang masih
hidup.
4. Golongan IV
Merupakan, sanak keluarga dalamgaris ke samping dari si pewaris, yaitu paman, bibi.
858
ayat 2. Kalau waris golongan 3 tidak ada maka bagian yang jatuh pada
tiap garis sebagai tersebut dalam pasal 853 dan pasal 858 ayat 2,
warisan jatuh pada seorang waris yang terdekatpada tiap garis. Kalau ada
beberapa orang yang derajatnya sama maka warisan ini dibagi – bagi
berdasarkan bagian yang sama.
861. Di dalam garis menyimpang
keluarga yang pertalian kekeluargaannya berada dalam suatu derajat yang
lebih tinggi dari derajat ke – 6 tidak mewaris.
Kalau hal ini terjadi
pada salah satu garis, maka bagian yang jatuh pada garis itu,menjadi
haknya keluarga yang ada di dalam garis yang lain, kalau orang ini
mempunyai hak kekeluargaan dalam derajat yang tidk melebihi derajat
ke – 6.
873. Kalau semua orang yang berhak mewaris tidak ada lagi
maka seluruh warisan dapat dituntut oleh anak di luar kawin yang diakui.
832. Kalau semua waris seperti disebut di atas tidak ada lagi, maka seluruh warisan jatuh pada Negara.
5. Ahli Waris berdasarkan Penggantian Tempat / Ahli Waris Pengganti (Plaatsvervulling / representatie)
Adapun syarat – syarat untuk menjadi ahli waris pengganti adalah sebagai berikut :
Orang yang digantikan tempatnya itu harus telah meninggal dunia terlebih dahulu dari si pewaris.
Orang yang sudah meninggal dunia itu meninggalkan keturunan .
Orang yang digantikan tempat itu tidak menolak warisan.
BAB II
WARIS WASIAT ( TESTAMENT )
Dalam pemberian wasiat, tidak serta merta perintah pewaris dalam
testament dapat dilaksanakan. Banyak faktor yang menyebabkan hal
tersebut. Apabila ternyata tidak ada satupun faktor penghalang, berarti
testament tersebut dapat dipenuhi isinya. Bagian dari harta peninggalan
pewaris yang dapat digunakan untuk memenuhi isi testamen hanya terbatas
pada bagian yang tersedia saja. Dengan demikian, persentasi harta
kekayaan peninggalan pewaris untuk pemenuhan testamen tidak tergantung
pada bunyi testamen, tetapi sangat tergantung pada jumlah harta
peninggalan pewaris yang oleh hukum atau undang – undang tersedia untuk
pewaris.
II.1 PENGERTIAN WASIAT
Suatu wasiat atau testament ialah suatu pernyataan dari seseorang tentang apa yang dikehendaki setelahnya ia meninggal.
Pasal 875, surat wasiat atau testament adalah suatu akta yang berisi
pernyataan sesorang tentang apa yang akan terjadi setelah ia meninggal,
dan yang olehnya dapat ditarikkembali.
II.2 SYARAT – SYARAT WASIAT
1. Syarat – Syarat Pewasiat
Pasal 895 : Pembuat testament harus mempunyai budi – akalnya, artinya
tidak
boleh membuat testament ialah orang sakit ingatan dan orang yang
sakitnya begitu berat, sehingga ia tidak dapat berpikir secara teratur.
Pasal 897 : Orang yang belum dewasa dan yang belum berusia 18 tahun tidak dapat membuat testament.
2. Syarat – Syarat Isi Wasiat
Pasal
888 : Jika testament memuat syarat – syarat yang tidak dapat dimengerti
atau tak mungkin dapat dilaksanakan atau bertentangan dengan
kesusilaan, maka hal yang demikian itu harus dianggap tak tertulis.
Pasal
890 : Jika di dalam testament disebut sebab yang palsu, dan isi dari
testament itu menunjukkan bahwa pewaris tidak akan membuat ketentuan itu
jika ia tahu akan kepalsuannya maka testament tidaklah syah.
Pasal 893 : Suatu testament adalah batal, jika dibuat karena paksa, tipu atau muslihat.
Selain
larangan – larangan tersebut di atas yang bersifat umum di dalam hukum
waris terdapat banyak sekali larangan – larangan yang tidak boleh dimuat
dalam testament. Di antara larangan itu, yang paling penting ialah
larangan membuat suatu ketentuan sehingga legitieme portie ( bagian
mutlak para ahli waris ) menjadi kurang dari semestinya.
II.3 JENIS – JENIS WASIAT
1. Jenis Wasiat menurut Isinya
Menurut isinya, maka ada 2 jenis wasiat :
Wasiat yang berisi ” erfstelling ” atau wasiat pengangkatan waris.
Seperti disebut dalam pasal 954 wasiat pengangkatan waris, adalah wasiat
dengan mana orang yang mewasiatkan, memberikan kepada seorang atau
lebih dari seorang, seluruh atau sebagian ( setengah, sepertiga ) dari
harta kekayaannya, kalau ia meninggal dunia. Orang – orang yang mendapat
harta kekayaan menurut pasal itu adalah waris di bawah titel umum.
Wasiat yang berisi hibah ( hibah wasiat ) atau legaat. Pasal 957
memberi keterangan seperti berikut : ” Hibah wasiat adalah suatu
penetapan yang khusus di dalam suatu testament, dengan mana yang
mewasiatkan memberikan kepada seorang atau beberapa orang; beberapa
barang tertentu, barang – barang dari satu jenis tertentu, hak pakai
hasil dari seluruh atau sebagian dari harta peninggalannya. Orang –
orang yang mendapat harta kekayaan menurut pasal ini disebut waris di
bawah titel khusus.
2. Jenis Wasiat menurut Bentuknya
Selain
pembagian menurut isi, masih ada lagi beberapa jenis wasiat dibagi
menurut bentuknya. Menurut pasal 931 ada 3 rupa wasiat menurut bentuk :
Wasiat ologafis, atau wasiat yang ditulis sendiri
Wasiat
ini harus ditulis dengan tangan orang yang akan meninggalkan warisan
itu sendiri, harus diserahkan sendiri kepada seorang notaris untuk
disimpan, penyerahan harus dihadiri oleh dua orang saksi.
Wasiat umum ( openbaar testament )
Dibuat
oleh seorang notaris, orang yang akan meninggalkan warisan menghadap
para notaris dan menyatakan kehendaknya. Notaris ini membuat suatu akta
dengan dihadiri oleh 2 orang saksi.
Wasiat rahasia atau wasiat tertutup
Dibuat
sendiri oleh orang yang akan meninggalkan warisan, tetapi tidak
diharuskan menuliskan dengan tangannya sendiri, testament ini harus
selalu tertutup dan disegel. Penyerahannya kepada notaris harus
disaksikan 4 orang saksi.
II.4 PENCABUTAN DAN WASIAT
Di
antara pencabutan dan gugurnya wasiat ada perbedaan; pencabutan ialah
di dalam hal ini ada suatu tindakan dari pewaris yang meniadakan suatu
testament, sedangkan, gugur ialah tidak ada tindakan dari pewaris tapi
wasiat tidak dapat dilaksanakan, karena ada hal – hal di luar kemauan
pewaris.
1. Tentang Pencabutan Suatu Wasiat
Mengenai pencabutan wasiat secara tegas ada ketentuan – ketentuan seperti berikut :
992
: Suatu surat wasiat dapat dicabut dengan ; surat wasiat baru dan akta
notaris khusus. Arti kata ” khusus ” di dalam hal ini ialah bahwa isi
dari akta itu harus hanya penarikan kembali itu saja.
2. Tentang Gugurnya Suatu Wasiat
997
: Jika suatu wasiat memuat suatu ketetapan yang bergantung kepada suatu
peristiwa yang tak tentu : maka jika si waris atau legataris meninggal
dunia, sebelum peristiwa itu terjadi, wasiat itu gugur.
998 : Jika
yang ditangguhkan itu hanya pelaksanaannya saja, maka wasiat itu tetap
berlaku, kecuali ahli waris yang menerima keuntungan dari wasiat itu.
BAB III
HUKUM HARTA PERKAWINAN
III.1 PERISTILAHAN DAN BATASAN
Menurut ketentuan dalam pasal 100 dan pasal 121 dijelaskan mengenai
peristilahan dan batasan harta perkawinan ini, ialah, harta kekayaan
suami dan isteri, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, yang
sekarang maupun yang kemudian, termasuk juga yang diperoleh dengan cuma –
cuma ( warisan, hibah ); segala beban suami dan isteri yang berupa
hutang suami dan isteri, baik sebelum maupun sepanjang perkawinan.
III.2 MACAM – MACAM HARTA PERKAWINAN
1. Hukum Harta Perkawinan menurut BW
119
: Mulai saat perkawinan dilangsungkan, demi hukum berlakulah persatuan
bulat antara harta kekayaan suami dan isteri, sekedar mengenai itu
dengan perjanjian kawin tidak diadakan ketentuan lain.
Persatuan itu sepanjang perkawinan tak boleh ditiadakan atau diubah dengan sesuatu persetujuan antara suami dan isteri.
120
: Sekadar mengenai laba – labanya, persatuan itu meliputi harta
kekayaan suami dan isteri, bergerak dan tak bergerak, baik yang
sekarang, maupun yang kemudian, maupun pula, yang mereka peroleh dengan
Cuma – Cuma, kecuali dalam hal terakhir ini si yang mewariskan atau yang
menghibahkan dengan tegas menentukan sebaliknya.
121 : Sekedar
mengenai beban – bebannya, persatuan itu meliputi segala utang suami –
isteri masing – masing yang terjadi, baik sebelum, maupun sepanjang
perkawinan.
122 :Segala hasil dan pendapatan, sepertipun segala
utang dan rugi sepanjang perkawinan harus diperhitungkan atas mujur
malang persatuan.
123 : Segala utang kematian, terjadi setelah matinya, harus dipikul oleh ahli waris dari si yang meninggal dunia.
2. Hukum Harta Pekawinan menurut UU No. I / 1974
Pasal 35 ( 1 ) : Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.
Pasal
35 ( 2 ) : Harta bawaan dari masing – masing suami dan isteri dan harta
benda yang diperoleh masing – masing sebagai hadiah atau warisan,
adalah di bawah penguasaan masing – masing sepanjang para pihak tidak
menentukan lain.
Pasal 36 ( 1 ) : Mengenai harta bersama suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak.
Pasal
36 ( 2 ) : Mengenai harta bawaan masing – masing, suami dan isteri
mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta
bendanya.
Pasal 37 Bila perkawianan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing – masing.
DAFTAR PUSTAKA
Afandi,
Ali. 2004. Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian menurut Kitab
Undang – Undang Hukum Perdata. Rineka Cipta : Jakarta.
Amanat, Anisitus. 2001. Membagi Warisan Berdasarkan Pasal – Pasal Hukum Perdata Bw ( Edisi Revisi ). Semarang.
Subekti. 1987. Pokok – Pokok Hukum Perdata. PT. Intermasa : Jakarta.
Subekti,
dan R. Tjitrosudibio. 1992. Kitab Undang – Undang Hukum Perdata dengan
tambahan Undang – Undang Pokok Agraria dan Undang – Undang Perkawinan.
: Jakarta.
0 Response to "Hukum Waris Berdasarkan BW"
Posting Komentar