LAPORAN PENDAHULUAN ASMA








Pengertian


Asma didefinisikan
sebagai suatu penyakit dari system pernafasan yang meliputi peradangan jalan
nafas dan gejala-gejala bronkospasme yang bersifat reversible (Crackett,
Antony. 1997).


Asma Bronkhial adalah
suatu penyakit yang disebabkan oleh peningkatan respon dari saluran napas,
terhadap bermacam-macam rangsangan yang ditandai dengan penyempitan saluran
napas disertai keluarnya lendir yang berlebihan dari kelenjar-kelenjar di
dinding saluran napas, sehingga menimbulkan gejala batuk, mengi dan sesak.
Penyempitan saluran napas dapat sembuh dan kembali seperti semula secara
spontan dengan atau tanpa obat.


Asma bronkhial adalah
penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversibel dimana trakeobronkial
berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.


Asma dapat
didefinisikan sebagai kondisi yang bercirikan penyempitan saluran pernafasan
atau sementara waktu yang biasanya tercermin pada penderita dalam bentuk nafas
berbunyi yang terjadi sewaktu-waktu (Sinclair, Chris. 1995).


Asma bronchial adalah
suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap
berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas
dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan
( The American Thoracic Society ).


Asma adalah suatu
keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas
terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan; penyempitan ini
bersifat sementara (wikipedia.com).


Asma adalah penyakit
inflamasi (radang) kronik saluran napas menyebabkan peningkatan hiperesponsif
jalan nafas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi (nafas
berbunyi ngik-ngik), sesak nafas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama
malam menjelang dini hari. Gejala tersebut terjadi berhubungan dengan obstruksi
jalan nafas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversible dengan
atau tanpa pengobatan.


B. Klasifikasi


Berdasarkan
penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :


1.
Ekstrinsik (alergik)


Ditandai dengan reaksi
alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti
debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan
spora jamur. asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu
predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang
disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.


2.
Intrinsik (non alergik)


Ditandai dengan adanya
reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau
tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya
infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan
sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis
kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.


3. asma gabungan


Bentuk asma yang paling umum. asma ini
mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik dan non-alergik.


C. Etiologi


Ada beberapa hal yang merupakan faktor
predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial.


a. Faktor predisposisi


 •Genetik


Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya,
meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita
dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita
penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena
penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu
hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.


b. Faktor presipitasi


 Alergen


Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu
:


1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan.


ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.


2. Ingestan, yang masuk melalui mulut.


ex: makanan dan obat-obatan


3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan
kulit.


ex: perhiasan, logam dan jam tangan


 Perubahan cuaca


Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin
sering mempengaruhi asma Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu
terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan
musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan
dengan arah angin serbuk bunga dan debu.


 Stress


Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus
serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada.
Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang
mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah
pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa
diobati.


 Lingkungan kerja


Mempunyai hubungan langsung dengan sebab
terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya
orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes,
polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.


 Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat


Sebagian besar penderita asma akan mendapat
serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat
paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya
terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.


D. Patofisiologi


asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot
polos bronkhiolus yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah
hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang
timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut :
seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig
E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila
reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat
pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan
brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody
Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah
terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam
zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan
leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari
semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus
kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot
polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat
meningkat. Pada asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi
daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi
paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat
sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang
menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma
biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali
melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional
dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat
kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan
barrel chest.


E. Manifestasi Klinik


Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan
tidak ditemukan gejala klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak
bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa
otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Gejala klasik dari asma
bronkial ini adalah sesak nafas, mengi ( whezing ), batuk, dan pada sebagian
penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu
dijumpai bersamaan. Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang
timbul makin banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran,
hyperinflasi dada, tachicardi dan pernafasan cepat dangkal . Serangan asma
seringkali terjadi pada malam hari


F. Pemeriksaan laboratorium


1. Pemeriksaan sputum


Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:


° Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan
degranulasi dari kristal eosinopil.


° Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell
(sel cetakan) dari cabang bronkus.


° Creole yang merupakan fragmen dari epitel
bronkus.


° Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada
sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang
terdapat mucus plug.


2. Pemeriksaan darah


° Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi
dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.


° Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT
dan LDH.


° Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di
atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.


° Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi
peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari
serangan.


G. Pemeriksaan penunjang


1. Pemeriksaan radiologi


Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal.
Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni
radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma
yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat
adalah sebagai berikut:


° Bila disertai dengan bronkitis, maka
bercak-bercak di hilus akan bertambah.


° Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka
gambaran radiolusen akan semakin bertambah.


° Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran
infiltrate pada paru


° Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.


° Bila terjadi pneumonia mediastinum,
pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran
radiolusen pada paru-paru.


2. Pemeriksaan tes kulit


Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan
berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.


3. Elektrokardiografi


Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama
serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang
terjadi pada empisema paru yaitu :


° Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi
right axis deviasi dan clock wise rotation.


° Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung,
yakni terdapatnya RBB ( Right bundle branch block).


° Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus
tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.


4. Scanning paru


Dengan scanning paru
melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma
tidak menyeluruh pada paru-paru.


5. Spirometri


Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas
reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat
respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan
sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer)
golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20%
menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih
dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis
tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak
penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.


H. Komplikasi


Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :


1. Status asmatikus


2. Atelektasis


3. Hipoksemia


4. Pneumothoraks


5. Emfisema


6. Deformitas thoraks


7. Gagal nafas


I. Penatalaksanaan


Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah :


1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan
segara.


2. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang
dapat mencetuskan serangan asma


3. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun
keluarganya mengenai penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang
perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan penngobatan yang
diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnnya.
Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:


1. Pengobatan non farmakologik:


° Memberikan penyuluhan


° Menghindari faktor pencetus


° Pemberian cairan


° Fisiotherapy


° Beri O2 bila perlu.


2. Pengobatan farmakologik :


° Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam
2


golongan :


a. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)


Nama obat :


- Orsiprenalin (Alupent)


- Fenoterol (berotec)


- Terbutalin (bricasma)


Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam
bentuk tablet, sirup, suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI
(Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup
(Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator
(Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah
menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya
dihirup.


b. Santin (teofilin)


Nama obat :


- Aminofilin (Amicam supp)


- Aminofilin (Euphilin Retard)


- Teofilin (Amilex)


Efek dari teofilin sama dengan obat golongan
simpatomimetik, tetapi cara kerjanya
berbeda. Sehingga bila kedua obat
ini dikombinasikan efeknya saling memperkuat. Cara pemakaian : Bentuk suntikan
teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan disuntikan
perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya
diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung
sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk
supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini
digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin
(misalnya muntah atau lambungnya kering).


° Kromalin


Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat
pencegah serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama
anak- anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain,
dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.


° Ketolifen


Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti
kromalin. Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat
ini adalah dapat diberika secara oral.


J.Pengkajian


Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien asma adalah sebagai berikut:


Riwayat kesehatan yang lalu:


Kaji riwayat pribadi
atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya. •


Kaji riwayat reaksi
alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor lingkungan. •


Kaji riwayat
pekerjaan pasien. •


Aktivitas


Ketidakmampuan
melakukan aktivitas karena sulit bernapas. •


Adanya penurunan
kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan •


aktivitas sehari-hari.


Tidur dalam posisi
duduk tinggi. •


Pernapasan


Dipsnea pada saat
istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan. •


Napas memburuk ketika
pasien berbaring terlentang ditempat tidur. •


Menggunakan obat
bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu, melebarkan •


hidung.


Adanya bunyi napas
mengi. •


Adanya batuk
berulang. •


Sirkulasi


Adanya peningkatan
tekanan darah. •


Adanya peningkatan
frekuensi jantung. •


Warna kulit atau
membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis. •


Kemerahan atau berkeringat. •


Integritas ego


Ansietas •


Ketakutan •


Peka rangsangan •


Gelisah •


Asupan nutrisi


Ketidakmampuan untuk
makan karena distress pernapasan. •


Penurunan berat badan
karena anoreksia. •


Hubungan sosal


Keterbatasan
mobilitas fisik. •


Susah
bicara atau bicara terbata-bata. •


Adanya ketergantungan
pada orang lain. •


Seksualitas


Penurunan libido •


K. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan


Diagnosa 1 : Tak efektif bersihan jalan nafas b/d bronkospasme.


Hasil yang
diharapkan: mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi bersih dan jelas.




































Intervensi


Rasional


Mandiri


Auskultasi bunyi nafas, catat


adanya bunyi
nafas, ex: mengi


Beberapa derajat spasme


bronkus terjadi dengan


obstruksi jalan nafas dan


dapat/tidak
dimanifestasikan


adanya nafas advertisius.


Kaji
/ pantau frekuensi


pernafasan,
catat rasio inspirasi /


ekspirasi.


Tachipnea biasanya ada pada


beberapa derajat dan dapat


ditemukan pada penerimaan


atau selama stress/ adanya


proses infeksi akut.


Catat adanya derajat dispnea,


ansietas, distress pernafasan,


penggunaan obat bantu.


Disfungsi pernafasan adalah


variable yang tergantung pada


tahap
proses akut yang


menimbulkan
perawatan di


rumah sakit.


Tempatkan posisi yang nyaman


pada pasien, contoh :


meninggikan
kepala tempat tidur,


duduk pada
sandara tempat tidur


Peninggian kepala tempat


tidur memudahkan fungsi


pernafasan
dengan


menggunakan gravitasi.


Pertahankan
polusi lingkungan


minimum, contoh: debu, asap dll


Pencetus
tipe alergi


pernafasan
dapat mentriger


episode akut.


Tingkatkan masukan cairan


sampai dengan 3000 ml/ hari


sesuai
toleransi jantung


memberikan air hangat.


Hidrasi membantu


menurunkan kekentalan


sekret, penggunaan cairan


hangat dapat menurunkan


kekentalan sekret,


penggunaan cairan hangat


dapat menurunkan spasme


bronkus.


Kolaborasi


Berikan • obat
sesuai dengan


indikasi bronkodilator.


Merelaksasikan otot halus dan


menurunkan spasme jalan


nafas,
mengi, dan produksi


mukosa.



Diagnosa 2: Malnutrisi b/d anoreksia


Hasil yang diharapkan : menunjukkan peningkatan berat badan
menuju tujuan yang tepat.




















Intervensi


Rasional


Mandiri


Kaji kebiasaan diet, masukan


makanan saat ini. Catat derajat


kerusakan
makanan.


Pasien
distress pernafasan akut


sering
anoreksia karena


dipsnea.


Sering
lakukan perawatan oral,


buang
sekret, berikan wadah


khusus
untuk sekali pakai.


Rasa tak enak, bau menurunkan


nafsu makan dan dapat


menyebabkan mual/muntah


dengan peningkatan kesulitan


nafas.


Berikan
oksigen tambahan


selama
makan sesuai indikasi.


Menurunkan dipsnea dan


meningkatkan energi untuk


makan,
meningkatkan masukan.



Diagnosa 3 : Kerusakan pertukaran gas
b/d gangguan suplai oksigen(spasme bronkus)


Hasil yang diharapkan ; perbaikan ventilasi dan oksigen
jaringan edukuat.
























Intervensi


Rasional


Mandiri


Kaji/awasi
secara rutin kulit


dan
membrane mukosa.


Sianosis
mungkin perifer


atau
sentral keabu-abuan


dan
sianosis sentral mengindikasi


kan beratnya


hipoksemia.


Palpasi
fremitus


Penurunan getaran vibrasi


diduga adanya pengumplan


cairan/udara.


Awasi
tanda vital dan irama


jantung


Tachicardi,
disritmia, dan


perubahan
tekanan darah


dapat
menunjukan efek


hipoksemia
sistemik pada


fungsi
jantung.


Kolaborasi


Berikan
oksigen tambahan


sesuai
dengan indikasi hasil


AGDA
dan toleransi pasien.


Dapat
memperbaiki atau


mencegah
memburuknya


hipoksia



Diognasa 4: Risiko tinggi terhadap
infeksi b/d tidak adekuat imunitas.


Hasil yang diharapkan :


- mengidentifikasikan intervensi untuk mencegah atau
menurunkan resiko


infeksi.


- Perubahan ola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang
nyaman.




















Intervensi


Rasional


Mandiri


Awasi
suhu.


Demam
dapat terjadi karena


infeksi
dan atau dehidrasi.


Diskusikan
kebutuhan nutrisi


adekuat.


Malnutrisi dapat mempengaruhi


kesehatan umum


dan menurunkan tahanan


terhadap
infeksi.


Kolaborasi


Dapatkan specimen sputum


dengan batuk atau pengisapan


untuk
pewarnaan


gram,kultur/sensitifitas.


untuk mengidentifikasi


organisme penyabab dan


kerentanan terhadap


berbagai
anti microbial.



Diagnosa 5: Kurang pengetahuan b/d
kurang informasi ;salah mengerti.


Hasil yang diharapkan :


• menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan.




















Intervensi


Rasional


Jelaskan
tentang penyakit


individu


Menurunkan ansietas dan dapat


menimbulkan perbaikan


partisipasi
pada rencana


pengobatan.


Diskusikan
obat pernafasan,


efek
samping dan reaksi yang


tidak
diinginkan.


Penting
bagi pasien memahami


perbedaan
antara efek samping


mengganggu
dan merugikan.


Tunjukkan
tehnik penggunaan


inhakler.


Pemberian
obat yang tepat


meningkatkan
keefektifanya.



 


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "LAPORAN PENDAHULUAN ASMA"

Posting Komentar