KRIMINOLOGI SEBAGAI CABANG ILMU
Kriminologi adalah suatu cabang ilmu yang boleh dikatakan bukan ’barang’ baru. Akan tetapi ilmu ini adalah ilmu yang sangat langka dalam perkembangannya. Perkembangan kriminologi terpusat dalam dua kutub, yaitu negara Eropa Kontinental dan negara Anglo Saxon. Akan tetapi perkembangan tersebut bersebrangan satu dengan yang lainnya.
International Society of Criminology (ISC) sebagai bagaian dari UNESCO mengatahui adanya keadaan ini. Minimnya literatur-literatur tentang kriminologi dianggap sebagai salah satu indikasi kurang berkembangnya kriminologi. Keadaan stagnan ini apakah berasal dari para pakar kriminologi yang sudah mengalami kebuntuan dalam menemukan gagasan-gagasan baru atau yang lebih ironis lagi tidak berkembangnya pengajaran kriminologi di perguruan tinggi. Berdasarkan keadaan ini, maka ISC meminta bantuan untuk mengadakan pengumpulan data tentang pengajaran kriminologi. Pengumpulan data dilakukan di sepuluh negara antara lain: Austria, Belgia, Brazilia, Perancis, Italia, Swedia, Turki, Inggris, Amerika Serikat dan Yugoslavia.
Data yang terkumpul dibicarakan dalam symposium yang diprakarsai oleh ISC di London, 11 September 1955 dan merupakan Konggres Kriminologi Internasional yang ketiga. Hasil dari sympsium ini menganjurkan:
1. Pada Unversitas/ Perguruan Tinggi, sesuai dengan fasilitas serta kemampuan yang ada, agar mencantumkan mata kuliah Kriminologi di dalam kurikulumnya;
2. Bahwa pengajaran kriminologi juga perlu diberikan kepada petugas-petugas di dalam bidang hukum seperti Hakim, Jaksa, Polisi dan petugas pemasyarakatan;
3. Pengajaran kriminologi harus dapat dilaksanakan secara klinis.
Berdasarkan anjuran dalam symposium tersebut serta menyadari akan arti pentingnya, kriminologi mulai masuk dalam kurikukulum fakultas-fakultas hukum di Indonesia. Kriminologi menjadi bagian yang tidak terpisahkan bagi mahasiswa yang mempelajari hukum khususnya yang concern terhadap hukum pidana. Di beberapa fakultas hukum di Indonesia bahkan telah membentuk lembaga kriminologi yang di dalamnya membahas dan senantiasa mengkaji kriminologi secara lebih khusus.
Selain lembaga-lembaga kriminologi di beberapa fakultas hukum di Indonesia, sebuah organisasi yang beranggotakan dosen-dosen pengajar hukum pidana dan kriminologipun senantiasa menunjukkan keberadaannya. ASPEHUPIKI (Assosiasi Pengajar Hukum Pidana dan Kriminologi), demikianlah organisasi ini dibentuk dengan tujuan untuk senantiasa mengembangkan keilmuan khususnya kriminologi sebagai salah satu penunjang kebijakan hukum pidana.
Kajian-kajian yang dilakukan baik oleh lembaga-lembaga kriminologi maupun ASPEHUPIKI diharapkan akan menjadi sumber bagi terciptanya kepustakaan tentang kriminologi yang sampai saat ini masih menjadi komoditi pengetahuan yang langka. Banyak mahasiswa, praktisi, dan pemerhati terhadap disiplin ilmu ini belum memperoleh informasi yang seluas-luasnya tentang konsep-konsep kejahatan, pelaku kejahatan dan reaksi masyarakat terhadap kejahatan yang secara ringkas menjelaskan tentang apakah kriminologi itu dan sejauh mana batasannya.
Bertolak dari maksud tersebut, diharapkan tulisan ini akan menjadi salah satu walaupun bukan satu-satunya buku yang membahas tentang kriminologi, sejarah dan latar belakangnya, konsep kejahatan, pelaku kejahatan dan seluk beluk tentang kejahatan.
B. RUANG LINGKUP DAN DEFINISI KRIMINOLOGI
Kriminologi yang berasal dari kata crimen dan logos, seperti halnya disiplin ilmu lainnya menghendaki pembatasan atau definisi. Kriminologi menurut Van Bemmelen (Romli Atmasasmita, 1975:4) adalah layaknya merupakan The king without countries sebab daerah kekuasaannya tidak pernah ditetapkan. Menurut Sholmo Shohan, sebagaimana dikutip oleh Romli Atmasasmita (Romli Atmasasmita, 1975:4) Kriminologi mengambil konsep dasar dan metodologi dari ilmu tingkah laku manusia dan lebih luas lagi dari nilai-nilai historis dan sosiologis dari hukum pidana.
Banyak literatur-literatur tentang kriminologi yang memberikan batasan atau pengertian tentang kriminologi. Tujuan dari pemberian definisi tersebut adalah untuk menunjukkan objek serta identitas suatu ilmu. Dapatkah kriminologi dikatakan sebagai ilmu yang berdiri sendiri, mengingat kriminologi mengambil konsep dasar dari bidang ilmu yang lain serta mau tidak mau harus diakui, bahwa kriminologi adalah ilmu yang yang dilahirkan secara tidak sengaja (Romli Atmasasmita, 1992:15).
Mengenai hal tersebut, Wolfgang berpendapat, bahwa krimimologi harus dipandang sebagai pengetahuan yang berdiri sendiri, terpisah oleh karena kriminologi telah mempunyai data-data yang teratur secara baik dan konsep teoritis yang menggunakan metode-metode ilmiah. Dengan kedudukan seperti itu tidak dipungkiri bahwa adanya hubungan yang seimbang dalam menykong pengetahuan akan timbul dengan berbagai lapangan ilmu. Kedudukan sosiologi, psikologi, psikiatri, hukum, sejarah dan ilmu-ilmu yang lain secara sendiri-sendiri atau bersama-sama memberikan bantuannya kepada kriminologi tidak mengurangi peranan kriminologi sebagai suatu subjek yang berdiri sendiri yang didasarkan atas penelitian ilmiah.
Sebagai suatu bidang ilmu tersendiri, kriminologi memiliki objek tersendiri. Suatu bidang ilmu harus memiliki objek kajiannya sendiri, baik objek materiil maupun formil. Pembeda antara bidang ilmu yang satu dengan bidang ilmu yang lain adalah kedudukan objek formilnya. Tidak ada suatu ilmu yang memiliki objek formil yang sama, sebab apabila objek formilnya sama maka ilmu itu adalah sama.
Kriminologi sebagai disiplin ilmu adalah suatu kesatuan pengetahuan ilmiah mengenai kejahatan sebagai gejala sosial (Sutherland, 1970:3), dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan dan pengertian mengenai masalah kejahatan, dengan menggunakan metode-metode ilmiah dalam mempelajari dan menganalisa pola-pola dan faktor-faktor kausalitas yang berhubungan dengan kejahatan dan penjahat, serta sanksi sosial terhadap keduanya.
Banyak sekali tokoh-tokoh yang memberikan definisi tentang kriminologi. Diantaranya adalah;
Bonger (1934) memberikan definisi kriminologi sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari, menyelidiki sebab-sebab kejahatan dan gejala-gejala kejahatan seluas-luasnya. Menurut Bonger, mempelajari kejahatan seluas-luasnya adalah termasuk di dalamnya mempelajari tentang patologi sosial.
Manheimm (1965) melihat kriminologi dari sisi yang berbeda, yaitu kriminologi dapat dikategorikan secara luas ataupun secara sempit. Secara luas yakni mempelajari penologi dan metode-metode yang berkaitan dengan kejahatan dan masalah pencegahan kejahatan dengan tindakan yang bersifat non punit, sedangakan dalam arti sempit kriminologi hanya mempelajari tentang kejahatan. Karena mempelajari kejahatan, maka pendekatan yang dipergunakan adalah pendekatan deskriptif, kausalitas dan normatif.
Dengan demikian secara singkat dapat diuraikan, bahwa objek kriminologi adalah:
1. Kejahatan
Berbicara tentang kejahatan, maka sesuatu yang dapat kita tangkap secara spontan adalah tindakan yang merugikan orang lain atau masyarakat umum, atau lebih sederhana lagi kejahatan adalah suatu perbuatan yang bertentangan dengan norma. Seperti apakah batasan kejahatan menurut kriminologi. Banyak para pakar mendefiniskan kejahatan dari berbagai sudut. Pengertian kejahatan merupakan suatu pengertian yang relatif, suatu konotasi yang tergantung pada nilai-nilai dan skala sosial (I Nyoman Nurjaya, 1985:60).
Kejahatan yang dimaksud disini adalah kejahatan dalam arti pelanggaran terhadap undang-undang pidana. Disinilah letak berkembangnya kriminologi dan sebagai salah satu pemicu dalam perkembangan kriminologi. Mengapa demikian, perlu dicatat, bahwa kejahatan dedefinisikan secara luas, dan bentuk kejahatan tidak sama menurut tempat dan waktu. Kriminologi dituntut sebagai salah satu bidang ilmu yang bisa memberikan sumbangan pemikiran terhadap kebijakan hukum pidana. Dengan mempelajari kejahatan dan jenis-jenis yang telah dikualifikasikan, diharapkan kriminologi dapat mempelajari pula tingkat kesadaran hukum masyarakat terhadap kejahatan yang dicantumkan dalam undang-undang pidana.
2. Pelaku
Sangat sederhana sekali ketika mengetahui objek kedua dari kriminlogi ini. Setelah mempelajari kejahatannya, maka sangatlah tepat kalau pelaku kejahatan tersebut juga dipelajari. Akan tetapi, kesederhanaan pemikiran tersebut tidak demikian adanya, yang dapat dikualifikasikan sebagai pelaku kejahatan untuk dapat dikategorikan sebagai pelaku adalah mereka yang telah ditetapkan sebagai pelanggar hukum oleh pengadilan. Objek penelitian
kriminologi tentang pelaku adalah tentang mereka yang telah melakukan kejahatan, dan dengan penelitian tersebut diharapkan dapat mengukur tingkat kesadaran masyarakat terhadap hukum yang berlaku dengan muaranya adalah kebijakan hukum pidana baru.
3. Reaksi masyarakat terhadap perbuatan melanggar hukum dan pelaku kejahatan
Tidaklah salah kiranya, bahwa pada akhirnya masyarakatlah yang menentukan tingkah laku yang bagaimana yang tidak dapat dibenarkan serta perlu mendapat sanksi pidana. Sehingga dalam hal ini keinginan-keinginan dan harapan-harapan masyarakat inilah yang perlu mendapatkan perhatian dari kajian-kajian kriminologi.
D. ARTI DAN TUJUAN MEMPELAJARI KRIMINOLOGI
Kriminologi sebagai ilmu yang berdiri sendiri dengan memiliki bidang kajian tersendiri pastilah memliki alasan yang cukup rasional kenapa ilmu ini penting. Bidang ilmu apapun pasti memiliki arti dan tujuan, bahkan kegunaan. Seperti halnya tercantum dalam kitab suci, bahwa Tuhan menciptakan sesuatu tidak ada yang sia-sia, maka sangat tidak masuk akal apabila kriminologi dipelajari dengan berbagai macam perdebatan tanpa adanya tujuan darn arti pentingnya.
Untuk mempelajari arti dan tujuan mempelajari kriminologi, perlu ditinjau kembali awal kelahiran studi tentang kejahatan sebagai laporan penelitian baru para ilmuwan abad ke-19. Banyak yang menyatakan, bahwa asal mula perkembangan kriminologi berasal dari penelitian Cesare Lombrosso (1876), walaupun istilah kriminologi sendiri untuk kali pertama dipergunakan oleh Topinard, seorang anthropolog Perancis pada tahun 1879, namun pendapat lain mengemukakan justru bukan Lombrosso sebagai tonggak perkembangan kriminologi melainkan Adolphe Quetelet (1874), seorang ahli matematika dari Belgia yang memperkenalkan kepada dunia tentang statistic criminal yang kini dipergunakan terutama oleh pihak kepolisian di semua negara dalam memberikan deskripsi tentang perkembangan kejahatan di negaranya. Penelitian Lombrosso dilakukan setelah itu (1835-1909) yang hasilnya disusun dalam sebuah buku L’ uomodelinquente (1876).
Ada apa dengan statistik kriminal dan apa hubungannya denga arti penting dan tujuan mempelajari kriminologi. Pertanyaan itu adalah pertanyaan yang cukup mendasar dan cukup masuk akal. Statistik kriminal atau statistik moral menurut Romli Atmasasmita (Romli Atmasasmita, 1992:15) yang diperkenalkan oleh Quetelet adalah suatu bentuk observasi tentang kejahatan menggunakan angka yang menemukan adanya regularities dalam perkembangan kejahatan. Kejahatan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, dan setiap kejahatan tertentu dalam masyarakat selalu berulang sama. Arti statistik kriminal ini tidak hanya sekedar angka melainkan sebuah makna yang sangat mendalam, bahwa kejahatan dapat diprediksikan.
Dalam perkembangannya, kejahatan dapat dikatakan sebagai hasil dari suatu proses rekayasa masyarakat baik dibidang sosial, budaya, ekonomi, politik dan lain sebagainya. Dalam perkembangannya kriminologi bukan lagi sebagai scienc for science tetapi sudah bergeser menjadi science for the welfare of society ( ilmu untuk kesejahteraan sosial) atau bahkan dapat dikatakan sebagai science for the interest of the power elite. Menurut Romli Atmasasmita (Romli Atmasasmita, 1992:17) kriminologi harus merupakan suatu kontrol sosial terhadap kebijakan dalam pelaksanaan hukum pidana. Dengan kata lain kriminologi harus memiliki peran antisipatif dan reaktif terhadap semua kebijakan di lapangan hukum pidana sehingga dengan demikian dapat dicegah kemunkinan timbulnya akibat-akibat yang merugikan, baik bagi pelaku, korban maupun masyarakat secara keseluruhan.
Berdasarkan uraian singkat tersebut di atas dapat ditarik sebuah pemikiran, bahwa kriminologi adalah bidang ilmu yang cukup penting dipelajari karena dengan adanya kriminologi dapat dipergunakan sebagai kontrol sosial terhadap kebijakan dan pelaksanaan hukum pidana. Munculnya lembaga-lembaga kriminologi dibeberapa perguruan tinggi sangat diharapkan dapat memberikan sumbangan-sumbangan dan ide-ide yang dapat dipergunakan untuk mengembangkan kriminologi sebagai science for welfare of society.
Arti penting mempelajari kejahatan adalah karena dengan adanya kriminologi dapat dipergunakan sebagai kontrol sosial terhadap kebijakan dan pelaksanaan hukum pidana. Munculnya lembaga-lembaga kriminologi dibeberapa perguruan tinggi sangat diharapkan dapat memberikan sumbangan-sumbangan dan ide-ide yang dapat dipergunakan untuk mengembangkan kriminologi sebagai science for welfare of society.
Sebagai bahan acuan, pelajari Buku Wajib (BW) I Bab I dan II, BW 2 Bab I serta BW 3
0 Response to " KRIMINOLOGI SEBAGAI CABANG ILMU"
Posting Komentar