Perkembangan Pemikiran Pendidikan Islam Klasik Sampai Kontemporer
BAB I
PENDAHULUAN
Ilmu merupakan pengetahuan yang mempnyai karakteristik tertentu. Pengetahuan dapat diartikan secara luas yang mencakup segenap apa yang kita tahu tentang suatu objek.
Akan tetapi dalam perkembangan pemikiran pendidikan islam dari zaman rasulullah sampai sekarang tentu mengalami perubahan yang selalu berubah, oleh kerena itu dalam makalah ini dipaparkan sejarah perkembangan pendidikan islam dari klasik sampai kontemporer.
Harun Nasution, membagi Sejarah Perkembangan Peradaban Islam ke dalam tiga periode yaitu [1] periode klasik [650-1250 M], dibagi dalam dua Masa]. [2] Periode pertengahan [1250 – 1800], dan [3] Periode Modern [1800 M]1. Untuk periode modern akan dibicarakan pada bagian tersendiri. Periode klasik ini dapat dibagi ke dalam dua masa, yaitu masa Kamajuan Islam I dan masa Disintegrasi.
A. Sejarah Perkembangan Pemikiran Dan Peradaban Islam Pada Periode Klasik [650– 1800 M]
1. Masa Kemajuan I [650 – 1000 M]
Masa ini merupakan masa ekspansi, integrasi dan keemasan Islam. Dalam hal ekspansi, sebelum Nabi Muhammad wafat di tahun 632 M, seluruh Semenanjung Arabia telah tunduk di bawah kekuasaan Islam, dan ekspansi ke daerah-daerah di luar Arabia dimulai pada zaman Khalifah pertama Abu Bakar al-Siddik.
a. Masa Khulafa al-Rasyidin
BAB II
PERKEMBANGAN PEMIKIRAN PEDIDIKAN ISLAM DARI KLASIK SAMPAI KONTEMPORER
PERKEMBANGAN PEMIKIRAN PEDIDIKAN ISLAM DARI KLASIK SAMPAI KONTEMPORER
A. Sejarah Perkembangan Pemikiran Dan Peradaban Islam Pada Periode Klasik [650– 1800 M]
1. Masa Kemajuan I [650 – 1000 M]
Masa ini merupakan masa ekspansi, integrasi dan keemasan Islam. Dalam hal ekspansi, sebelum Nabi Muhammad wafat di tahun 632 M, seluruh Semenanjung Arabia telah tunduk di bawah kekuasaan Islam, dan ekspansi ke daerah-daerah di luar Arabia dimulai pada zaman Khalifah pertama Abu Bakar al-Siddik.
a. Masa Khulafa al-Rasyidin
Dari masa khulafa al-Rasidin ini, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, sebagai perkembangan pemikiran dan pedaban Islam, yaitu :
1) Setelah Rasul wafat muncul sistem pemerintahan Islam yang disebut dengan Khalifah.
2) Sistem pemelihan khalifah, yaitu : Abu Bakar dipilih melalui musyawarah,Umar ibn Khattab melalui wasiat dari Abu Bakar,Usman ibn Affan melalui musyawarah enam orang sahabat untuk memilih, dan Ali ibn Abi Thalib dibaiat langsung oleh masyarakat Islam.
3) Kemajuan dari aspek perluasan kekuasaan dan da’wah serta aspek peradaban Islam,
Masa Dinasti Umayyah dan Abasiyah
Pada masa ini sistem pemerintahan Islam tidak lagi berbetuk khilafah tetapi bernetuk kerajaan. Kekuasaan diwariskan secara turun temurun, sehingga demokratis berubah menjadi monarchiheridetis [kerajaan turun temurun]. Dalam sejarah perkembangan Islam ada dua kerajaan besar yang sangat popular yaitu khilafah Bani Umayyah dan Bani Abasiyah.
1] Khilafah Bani Umayyah
Memasuki masa kekuasaan Muawiyah menjadi awal kekuasaan Bani Umayyah dalam bentuk yang berbeda dengan masa khilafah rasyidin. Pemerintahan yang bersifat demokratis pada masa khilafah rasyidin berubah menjadi monarchiheridetis [kerajaan turun temurun].Artinya,ada perubahan pemikiran politik dalam sistem pemerintahan Islam.Sisi lain yang perlu dicermati adalah kekhalifahan Muawiyah diperoleh melalui kekerasan, diplomasi, tipu daya dan tidak melalui musyawarah dengan sistem pemilihan atau suara terbanyak.
Suksesi kepemimpinan secara turun temurun dimulai ketika Muawiyah mewajibkan seluruh rakyat untuk menyatakan setia terhadap anaknya Yazid.Muawiyah bermaksud mencontoh monarchi ala Persia dan Bizantium. Walaupun di satu sisi, Muawiyah tetap mempertahankan istilah khalifah, namun dia memberikan interpretasi baru dari kata-kata itu untuk mengagungkan jabatan tersebut. Muawaiyah menyebutnya Khalifah Allah dalam pengertian “penguasa” yang diangkat oleh Allah.
2] Khilafah Bani Abbas
Khilafah Abbasiyah melanjutkan kekuasaan dinasti Bani Umayyah. Pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan al-Abbas paman Nabi Muhammad saw, sehingga dinamakan khilafah Abbasiyah. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdulah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas dan kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H [750 M] sampai dengan 656 H [1258 M].
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbas mencapai masa keemasannya. Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Pada periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam.Namun setelah periode ini berakhir, pemerintah dinasti Bani Abbas mulai menurun dalam bidang politik, meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan terus berkembang.
B. Perkembangan pemikiran dan peradaban islam pada periode Pertengahan [1250 – 1800 m]
Pada mada pertengahan ini, pembahasan difokuskan pada faktor kemajuan, kemunduran, dan kehancuran khilafah Abbasiyah. Masa ini merupakan awal kemunduruan bagi umat islam, setelah lebih dari lima abad [132-656 H/750–1258 M] mampu membentuk dan mengembangkan kebudayaan Islam hingga mampu membawa peradaban yang tinggi dan mengalami kejayaan dibawah pemerintahan daylat Abbasiyah.
Faktor-faktor Kemajuan
Masyarakat Islam pada masa Abbasiyah ini, mengalami kemajuan ilmu pengetahuan yang sangat pesat yang dipengaruhi oleh dua factor :
1) factor politik
Faktor politik yang mempengaruhi perkembangan dan kemajuan peradaban Islam, adalah sebagai berikut :[1] Pindahnya ibu kota negara dari Syam ke Irak dan Bagdad sebagai Ibu kotanya [146 H], 2] Banyaknya cendekiawan yang diangkat menjadi pegawai pemerintahan dan istana.
Khalifah-khalifah Abassiyah, misalnya Al Mansur, banyak mengangkat pegawai pemerintahan dan istana dari cendekiawan cendekiawan Persia, [3] Diakuinya Muktazilah sebagai mazhab resmi negara pada masa khalifah Al Ma’mum pada tahun 827 M. Mukhtazilah adalah aliran yang menganjurkan kemerdekaan dan kebebasan berpikir pada manusia. Aliran ini telah berkembang dalam masyarakat terutama pada masa Dinasti Abassiyah I.
2) factor sosiografi
[1] Meningkatnya kemakmuran umat Islam pada waktu itu.
[2] Luasnya wilayah kekuasaan Islam menyebabkan banyak orang Persia dan Romawi yang masuk Islam kemudian menjadi muslim yang taat,
[3] Pribadi beberapa khalifah pada masa itu, terutama pada masa Dinasti Abbasiyah I, seperti Al Mansur,Harun al Rasyid, dan Al Ma’mum yang sangat mencintai ilmu pengetahuan sehingga kebijaksanaanya banyak ditujukan kepada kemajuan ilmu pengetahuan.
[4] Selain itu semua, menurut Ahmad Amin, karena permasalahan yang dihadapi oleh umat Islam semakin kompleks dan berkembang. Maka, untuk mengatasi semua itu diperlukan pengaturan, pembukuan dan pembidangan ilmu pengetahuan,khususnya ilmu-ilmu naqli yang terdiri dari ilmu agama, bahasa, dan adab.Adapun ilmu aqli, seperti kedokteran, manthiq, dan ilmu-ilmu riyadhiyat, telah dimulai oleh umat Islam dengan metode yang teratur
3) aktivitas ilmiah antara lain seperti penyusunan buku-buku, penerjemahan buku Ilmiah, Pensyarahan.
4) kemajuan ilmu pengetahuan
Aktivitas ilmiah yang dilakukan oleh kaum muslimin mengantarkan mereka mencapai puncak kemajuan ilmu pengetahuan pada masa Abbasiyah.Penerjemahan yang dilakukan dengan giat menyebabkan mereka dapat menguasai warisan intelektual dari tiga jenis kebudayaan, yaitu Yunani,
Persia, dan India, yang pada akhirnya kaum Muslimin mampu membangun kebudayaan ilmu, baik ilmu agama maupun filsafat dan sains [ilmu umum]. Fenomena ini menarik perhatian para ahli sejarah kebudayaan Islam karena sebagian besar orang yang berkecimpung dalam dunia ilmu pengetahuan adalah kaum Mawaly [muslim bukan turunan Arab atau bekas budak], terutama mereka yang berasal dari keturunan Persia.
Kemjuan ilmu pengetahuan itu antara lain :
1] Kemajuan Ilmu Agama seperti ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu kalam dan ilmu fikih.
2] Ilmu-ilmu Umum seperti filsafat, kedokteran, astronomi, ilmu pasti dan geografi
1. Faktor-Faktor Penyebab Kemunduran
Secara histories, ada beberapa faktor yang menyebabkan kemundurannya, yaitu :
1) Konflik Keagamaan
Konflik yang bernaung di bawah label keagamaan ini mempunyai beberapa latar belakang baik yang bersifat politik, seperti Syiah dan Khawarij, yang bercorak teologi seperti Muktazilah dengan Sunni, maupun yang cenderung untuk menyeleweng, seperti kaum zindik.
2) Persaingan Antarbangsa
3) Perebutan Kekuasaan di Kalangan Istana
4) Lemahnya Kekeuatan Pusat
5) Kemerosotan Ekonomi
3. Kemunduran dan Kehancuran Peradaban Islam
1) Faktor Internal
Munculnya pertentangan antara Arab dan non Arab,perselisihan antara muslim
dengan non muslim, dan perpecahan di kalangan umat Islam sendiri telah membawa kepada situasi kehancuran dalam pemerintahan
2) Faktor Eksternal
Sebelum kedatangan Hulagu Khan, di bagian barat wilayah dinasti Abbasiyah telah terjadi perang salib.
C. Pemikiran Peradaban Islam Masa Modern [1800 – sekarang]
1. Masa Pembebasan dari Kolonial Barat
Dunia Islam abad XX ditandai dengan kebangkitan dari kemunduran dan kelemahan secara budaya maupun politik setela kekuatan Eropa mendominasi mereka.Eropa bisa menjajah karena keberhasilannya dalam menerapkan strategi ilmu pengetahuan dan teknologi serta mengelola berbagai lembaga pemerintahan. Negeri-negeri Islam menjadi jajahan Eropa akibat keterbelakangan dalam berbagai aspek kehidupan. Pada permulaan abad ini tumbuh kesadaran nasionalisme hampir disemua negeri muslim yang menghasilkan pembentukan negara-negara nasional.
Tetapi persoalan mendasar yang dihadapi adalah keterbelakangan umat Islam, terutama menyangkut kemampuan menguasai dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai alat paling penting dalam mempertahankan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, tanpa mengenyampingkan agama, politik dan ekonomi. Upaya kearah itu tidak lepas dari pembaharuan pemikiran yang dapat mengantarkan Islam terlepas dari cengkraman kolonialisme Barat.
D. Dunia Islam Abad XX
Keunggulan-keunggulan Barat dalam bidang industri, teknologi, tatanan politik, dan militer tidak hanya menghancurkan pemerintahan negara-negara muslim yang ada pada waktu itu, tetapi lebih jauh dari itu, mereka bahkan menjajah negara-negara muslim yang ditaklukkannya, sehingga pada penghujung abad XIX hampir tidak satu negeri muslim pun yang tidak tersentuh penetrasi kolonial Barat.
Salah seorang tokoh yang pikirannya banyak mengilhami gerakan-gerakan kemerdekaan adalah Sayyed Jamaluddin Al Afghani. Ia dilahirkan pada tahun 1839 di Afghanistan dan meninggal di Istambul 1897.
Pemikiran dan pergerakan yang dipelopori Afghani ini disebut Pan-Islamisme, yang dalam pengertian luas berarti solidaritas antara seluruh umat muslim di dunia internasional. Tema perjuangan yang terus menerus dikobarkan oleh Afghani dalam kesempatan apa saja adalah semangat melawan kolonialisme dengan berpegang kepada tema-tema ajaran Islam sebagai stimulasinya. Murtadha Muthahhari menjelaskan bahwa diskursus tema tema itu antara lain diseputar:
Perjuangan melawan absolutisme para penguasa; Melengkapi sains dan teknologi modern; Kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya; Iman dan keyakinan aqidah; Perjuangan melawan kolonial asing; Persatuan Islam; Menginfuskan semangat perjuangan dan perlawanan kedalam tubuh masyarakat Islam yang sudah separo mati; dan Perjuangan melawan ketakutan terhadap Barat4.
Disamping Afghani, terdapat dua orang ahli pikir Arab lainnya yang telah mempengaruhi hampir semua pemikiran politik Islam pada masa berikutnya. Dua pemikir itu adalah Muhammad Abduh(1849-1905) dan Rasyid Ridha(1865-1935). Mereka sangat dipengaruhi oleh gagasan-gagasan guru mereka yakni Afghani, dan berkat mereka berdualah pengaruh Afghani diteruskan untuk mempengaruhi perkembangan nasionalisme Mesir.
Seperti halnya Afghani dan Abduh, Ridha percaya bahwa Islam bersifat politis, sosial dan spiritual. Untuk membangkitkan sifat-sifat tersebut, umat Islam mesti kembali kepada Islam yang sebenarnya sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi dan para sahabatnya atau para salafiah.Untuk menyebarkan gagasan-gagasannya ini Ridha menuangkannya dalam bingkai tulisan-tulisan yang terakumulasi dalam majalah Al Manar yang dipimpinnya.
E. Pembebasan Diri dari Kolonial Barat
Gerakan kemerdekaan yang dilakukan oleh umat Islam selalu kandas ketika berhadapan dengan kolonialis Barat, tentu saja, karena teknologi dan militer mereka jauh lebih maju dari yang dimiliki umat Islam. Menurut Afghani, untuk menanggapi tantangan Barat, umat Islam harus mempelajari contoh-contoh darinya. Tentu saja tidak semua komunitas Islam sependapat dengan yang dimaksud belajar atau berguru kepada Barat. Para ulama tradisional tetap mempertahankan corak non-koperatifnya, sementara putra-putra negeri jajahan gelombang demi gelombang belajar kepada penjajah atau di sekolah-sekolah yang sengaja diadakan di negeri jajahannya.
Dengan demikian, terdapat dua kelompok pejuang kemerdekaan dengan basisnya masing-masing, ada yang sifatnya non-koperatif yang basisnya lembaga-lembaga pendidikan agama-di Indonesia pesantren,sedang di Asia Tengah dan Barat serta Afrika basisnya pada kelompok-kelompok tarekat dan yang bercorak kooperatif yaitu pakar terpelajar dengan pendidikan Barat.
Pada pertengahan pertama abad XX terjadi perang dunia kedua yang melibatkan seluruh negara kolonialis. Seluruh daratan Eropa dilanda peperangan, disamping Amerika, Rusia dan Jepang. Kecamuk perang ini disatu sisi melibatkan Jepang, Hitler dengan Nazi Jermannya, dan Mussolini dengan Fasis Italianya,dan disisi lain terdapat Inggris,
Perancis, dan Amerika yang bersekutu, serta Rusia. Konsekuensi atas terjadinya peperangan ini adalah terpusatnya konsentrasi kekuatan militer di kubu masing-masing negara, baik untuk keperluan ofensif maupun defensif. Pengkonsentrasian kekuatan militer tersebut mengakibatkan ditarik dan berkurangnya kekuatan militer kolonialis di negeri-negeri jajahan mereka.
Dalam pada itu, negara muslim tidak terlibat langsung dalam perang duni kedua sehingga pemikiran mereka waktu itu terkonsentrasi pada perjuangan untuk kemerdekaan negerinya masing-masing, dan kondisi dunia yang berkembang pada saat itu memungkinkan tercapainya cita-cita luhur tersebut. Mulai saa itu negara-negara muslim yang terjajah memproklamirkan kemerdekaannya.
Usaha untuk memulihkan kembali kekuatan Islam pada umumnya yang dikenal dengan gerakan pembaharuan didorong oleh dua faktor yang saling mendukung, yaitu pemurnian ajaran Islam dari unsur-unsur asing yang dipandang sebagai penyebab kemunduran Islam, dan menimba gagasan-gagasan pembaharuan dan ilmu pengetahuan dari Barat. Gerakan pembaharuan itu dengan segera juga memasuki dunia politik, karena Islam memandang tidak bisa dipisahkan dengan politik.
Gagasan politik yang pertama kali muncul adalah gagasan Pan-Islamisme yang mula-mula didengungkan oleh gerakan Wahabiyah dan Sanusiah. Namun, gagasan ini baru disuarakan dengan lantang oleh tokoh pemikir Islam terkenal,Jamaluddin Al Afghani [1839-1897 M]7. Jika di Mesir bangkit dengan nasionalismenya, dibagian negeri Arab lainnya lahir gagasan nasionalisme Arab yang segera menyebar dan mendapat sambutan hangat, sehingga nasionalisme itu terbentuk atas dasar kesamaan bahasa.
Demikianlah yang terjadi di Mesir, Syria, Libanon, Palestina, Irak, Hijaz, Afrika Utara, Bahrein, dan Kuweit. Di India, sebagaimana di Turki dan Mesir gagasan Pan-Islamisme yang dikenal dengan gerakan Khilafat juga mendapat pengikut, pelopornya adalah Syed Amir Ali(1848-1928 M). Gagasan itu tidak mampu bertahan lama, karena terbukti dengan ditinggalkannya gagasan-gagasan tersebut oleh sebagian besar tokoh-tokoh Islam. Maka, umat Islam di anak benua India ini tidak menganut nasionalisme, tetapi Islamisme yang dalam masyarakat India dikenal dengan nama komunalisme.
Sementara di Indonesia, partai politik besar yang menentang penjajahan adalah Sarekat Islam [SI], didirikan pada tahun 1912 dibawah pimpinan HOS Tjokroaminoto. Partai ini merupakan kelajutan dari Sarekat Dagang Islam [SDI] yang didirikan oleh H.Samanhudi pada tahun 1911.Tidak lama kemudian, partai-partai politik lainnya berdiri seperti Partai Nasional Indonesia [PNI] didirikan oleh Soekarno, Pendidikan Nasional Indonesia [PNI-Baru], didirikan oleh Muhammad Hatta [1931], Persatuan Muslimin Indonesia [PERMI] yang baru menjadi partai politik pada tahun 1932, dipelopori oleh Mukhtamar Luthfi.
Munculnya gagasan nasionalisme yang diikuti dengan berdirinya partai-partai politik merupakan modal utama umat Islam dalam perjuangannya untuk mewujudkan negara merdeka yang bebas dari pengaruh politik Barat, dalam kenyataannya, memang partai-partai itulah yang berjuang melepaskan diri dari kekuasaan penjajah. Perjuangan mereka biasanya teraplikasi dalam beberapa bentuk kegiatan, seperti gerakan politik, baik dalam bentuk diplomasi maupun dalam bentuk pendidikan dan propaganda yang tujuannya adalah mempersiapkan masyarakat untuk menyambut dan mengisi kemerdekaan.
Adapun negara berpenduduk mayoritas muslim yang pertama kali berhasil memproklamasikan kemerdekaannya adalah Indonesia, Negara muslim kedua yang merdeka dari penjajahan adalah Pakistan, yaitu tangga 15 Agustus 1947.
Demikianlah satu persatu negara-negara muslim memerdekakan dirinya dari penjajahan. Bahkan beberapa diantaranya baru mendapat kemerdekaan pada tahun-tahun terakhir, seperti negara-negara muslim yang dahulunya bersatu dalam Uni Soviet, yaitu Uzbekistan, Turkmenia, Kirghistan, Kazakhstan, Tajikistan, dan Azerbaijan baru merdeka pada tahun 1992, serta Bosnia memerdekakan diri dari Yugoslavia pada tahun 1992.
Namun, sampai saat ini masih ada umat muslim yang berharap mendapatkan otonomi sendiri, atau paling tidak menjadi penguasa atas masyarakat mereka sendiri. Mereka itu adalah penduduk minoritas muslim dalam negara-negara nasional, misalnya Kasymir di India dan Moro di Filipina. Alasan mereka menuntut kebebasan dan kemerdekaan itu adalah karena status minoritas seringkali mendapatkan kesulitan dalam memperoleh kesejahteraan hidup dan kebebasan dalam menjalankan ajaran agama mereka.
C. Perkembangan pemikiran dan peradaban islam pada periode Pertengahan [1250 – 1800 m]
Pada mada pertengahan ini, pembahasan difokuskan pada faktor kemajuan, kemunduran, dan kehancuran khilafah Abbasiyah. Masa ini merupakan awal kemunduruan bagi umat islam, setelah lebih dari lima abad [132-656 H/750–1258 M] mampu membentuk dan mengembangkan kebudayaan Islam hingga mampu membawa peradaban yang tinggi dan mengalami kejayaan dibawah pemerintahan daylat Abbasiyah.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pemaparan makalah di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa :
1. Harun Nasution, membagi Sejarah Perkembangan Peradaban Islam ke dalam tiga periode yaitu periode klasik [650-1250 M], Periode pertengahan [1250 – 1800], dan Periode Modern [1800 M]1.
2. Perkembangan Pemikiran Dan Peradaban Islam Pada Periode Klasik [650– 1800 M. Masa ini merupakan masa ekspansi, integrasi dan keemasan Islam. Dalam hal ekspansi, sebelum Nabi Muhammad wafat di tahun 632 M, seluruh Semenanjung Arabia telah tunduk di bawah kekuasaan Islam, dan ekspansi ke daerah-daerah di luar Arabia dimulai pada zaman Khalifah pertama Abu Bakar al-Siddik.
3. Pemikiran Peradaban Islam Masa Modern [1800 – sekarang].
Dunia Islam abad XX ditandai dengan kebangkitan dari kemunduran dan kelemahan secara budaya maupun politik setela kekuatan Eropa mendominasi mereka dengan membangkitkan rasa nasionalisme dalam meraih kemerdekaan dari penjajahan.
Daftar Pustaka
1. Ahmad Amin, 1987, Islam dari Masa ke Masa, CV Rusyda, Cet.Pertama, Bandung.
2. A.Syalabi,1987, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Julid I, Cet. V, Pustaka Alhusna, Jakrta.
3. Aunur Rahim Faqih dan Munthoha, 1997, Pemikiran dan Peradaban Islam, UII Press, Yogyakarta.
4. Badri Yatim, 1999, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Sumber : http://makalahkomplit.blogspot.com/2012/09/perkembangan-pemikiran-pedidikan-islam.html
1. Harun Nasution, membagi Sejarah Perkembangan Peradaban Islam ke dalam tiga periode yaitu periode klasik [650-1250 M], Periode pertengahan [1250 – 1800], dan Periode Modern [1800 M]1.
2. Perkembangan Pemikiran Dan Peradaban Islam Pada Periode Klasik [650– 1800 M. Masa ini merupakan masa ekspansi, integrasi dan keemasan Islam. Dalam hal ekspansi, sebelum Nabi Muhammad wafat di tahun 632 M, seluruh Semenanjung Arabia telah tunduk di bawah kekuasaan Islam, dan ekspansi ke daerah-daerah di luar Arabia dimulai pada zaman Khalifah pertama Abu Bakar al-Siddik.
3. Pemikiran Peradaban Islam Masa Modern [1800 – sekarang].
Dunia Islam abad XX ditandai dengan kebangkitan dari kemunduran dan kelemahan secara budaya maupun politik setela kekuatan Eropa mendominasi mereka dengan membangkitkan rasa nasionalisme dalam meraih kemerdekaan dari penjajahan.
Daftar Pustaka
1. Ahmad Amin, 1987, Islam dari Masa ke Masa, CV Rusyda, Cet.Pertama, Bandung.
2. A.Syalabi,1987, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Julid I, Cet. V, Pustaka Alhusna, Jakrta.
3. Aunur Rahim Faqih dan Munthoha, 1997, Pemikiran dan Peradaban Islam, UII Press, Yogyakarta.
4. Badri Yatim, 1999, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Sumber : http://makalahkomplit.blogspot.com/2012/09/perkembangan-pemikiran-pedidikan-islam.html
0 Response to "Perkembangan Pemikiran Pendidikan Islam Klasik Sampai Kontemporer"
Posting Komentar